"China telah melanggar hak kedaulatan Filipina di zona ekonomi eksklusifnya dengan cara melakukan penangkapan ikan dan eksplorasi minyak, membangun pulau buatan dan tidak melarang nelayan China bekerja di zona tersebut,"BEIJING -- Republik Rakyat China (RRC) sepertinya akan benar-benar mengerahkan seluruh kekuatan mereka demi memenuhi ambisinya untuk menguasai seluruh kawasan di Laut China Selatan (LCS).
Walau Filipina ingin menyeret China ke Mahkamah Arbitrase di Den Haag, Belanda, untuk menentukan legalitas klaim China di LCS, tapi sepertinya negeri tirai bambu itu tak gentar. China kini justru semakin memperkuat armada militernya di kawasan kaya minyak tersebut.
Militer China menyatakan siap untuk mengirim kapal selam bersenjata rudal nuklir ke Samudera Pasifik dan Laut China Selatan. Langkah itu untuk melawan sistem senjata baru Amerika Serikat (AS) di Laut China Selatan yang dianggap mengancam Beijing.
Para pejabat militer China yang dikonfirmasi The Guardian pada Kamis (26/5/16) tidak menentukan waktu patroli kapal selam berudal nuklir itu. Hanya saja mereka menegaskan bahwa langkah itu tidak terelakkan.
China mendirikan sejumlah pulau buatan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, elemen krusial bagi motivasi Cina untuk mendirikan pulau-pulau buatan terletak di bawah permukaan laut.
Rombongan armada kapal selam nuklir dan kapal perang Angkatan Laut China yang dikerahkan di Laut China Selatan. (Foto: Istimewa) |
Di Pulau Fiery Cross, China telah membangun mercusuar dan sebuah rumah sakit. Di masa mendatang bukan tidak mungkin Cina akan menempatkan kantor administratif pemerintahan di sana.
Kekhawatiran Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) akan rentannya strategi penggentar berkekuatan nuklir di daratan dan kemampuan meluncurkan serangan balasan kedua telah mendorong China untuk menempatkan beberapa hulu ledak nuklirnya di dalam kapal selam.
Dua tahun lalu, China mengerahkan kapal selam yang menampung 12 rudal balistik Jl-2 berhulu ledak nuklir untuk pertama kali. Bertolak dari pangkalan militer dekat Sanya, di ujung selatan Pulau Hainan, kapal selam tersebut kini berpatroli di kedalaman Laut Cina Selatan.
Pemerintah Cina mengeluarkan peta kawasan sembilan garis putus-putus atau nine-dashed lines yang mencakup sekitar 90% dari 3,5 juta kilometer persegi perairan Laut Cina Selatan. Untuk mewujudkan klaim tersebut, kapal selam China harus mampu meluncur dari pangkalan militer di Hainan dan melintasi Laut Cina Selatan ke Samudera Pasifik tanpa terdeteksi, hal ini untuk membendung armada militer Amerika Serikat yang saat ini sudah mulai memperkuat kehadirannya di Laut China Selatan.
Departemen Pertahanan AS meyakini patroli kapal selam China akan bisa menembus Samudera Pasifik tahun ini, yang dianggap dapat mengancam basis militer Amerika Serikat di Guam dan Hawai.
Sebagian besar perairan bagian selatan China agak dangkal, dengan kedalaman di bawah 100 meter. Akan tetapi, di perairan yang tercakup dalam wilayah yang diklaim China di Laut China Selatan, landas kontinennya mencapai kedalaman 4.000 meter, cocok bagi persembunyian kapal selam.
Itulah sebabnya sejumlah pakar meyakini perairan dalam di Laut Cina Selatan, ditambah upaya China menangkal kapal selam asing di sana, amat mungkin menjadi basis kapal selam China pada masa mendatang.
China telah bekerja pada teknologi kapal selam rudal balistik selama lebih dari tiga dekade, namun penyebaran yang nyata telah tertunda oleh kegagalan teknis, persaingan institusional dan keputusan kebijakan pemerintah.
China Tidak Akui Keputusan Mahkamah Arbitrase
Beijing bereaksi keras setelah menolak keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) di Den Haag, Belanda, Selasa (12/7/16). PCA menutuskan bahwa China telah melanggar kedaulatan Filipina di Laut China Selatan.
Rakyat Filipina dengan dibantu tentara, berusaha menancapkan sebuah bendera Filipina di kawasan karang yang ingin dikuasai oleh militer China, di Laut China Selatan. (Foto: Istimewa) |
Beijing justru menganggap angin lalu keputusan itu. Kementerian Luar Negeri China mengatakan, pemerintahnya tidak menerima dan takkan mengakui keputusan tersebut.
"China akan mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi kedaulatan wilayah, hak maritim, dan kepentingannya," kata Partai Komunis China di halaman depan People's Daily, Rabu.
Beijing bahkan menuding para hakim PCA telah disumpali dengan uang oleh Filipina dan juga memojokkan PCA sebagai “boneka” dari kekuatan eksternal.
Dalam pernyataan, Rabu, Beijing mengatakan, klaim kedaulatan Filipina tak berdasar (baseless). Filipina telah melecehkan dan menyerang kapal-kapal China di Kepulauan Spratly.
"Apakah China akan menetapkan zona pertahanan udara di Laut China Selatan, harus kami tegaskan lebih awal bahwa China berhak melakukannya,” kata Wakil Menlu China, Liu Zhenmin.
Namun, kata Liu, hal itu tergantung dari situasi dan tingkat ancaman yang dihadapi China di Laut China Selatan.
Filipina bereaksi cukup hati-hati atas putusan akhir PCA pada Selasa di Den Haag. Manila menyerukan agar semua pihak "menahan diri dan tenang".
Suasana rapat kabinet Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, pada Rabu ini "optimis", kata juru bicara kepresidenan Ernesto Abella. Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan ia telah berbicara dengan sekutunya, Menhan AS Ashton Carter. Tidak dirinci, apakah hasil pembicaraan itu. (*)
Sumber: The Guardian/Merdeka.com/Kompas