TEL AVIV -- Hubungan antara Arab Saudi dengan Zionis Israel saat ini memasuki fase yang sangat 'mesra'. Hal ini disampaikan sendiri oleh para petinggi kedua negara.
Amos Gilad, mantan Direktur Biro Urusan Politik-Militer Kementerian Pertahanan Israel, mengatakan bahwa kerjasama Israel dengan Mesir dan negara Teluk sangat unik. Ia juga mengatakan, ini adalah periode terbaik hubungan diplomatik Tel Aviv dengan Arab.
Pada November 2013, menurut radio Israel, Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi Amir Salman bin-Sultan dan dua pejabat lainnya diam-diam mengunjungi negeri Zionis itu. Perjalanan ke Israel itu juga dilaporkan oleh surat kabar bermarkas di Yerusalem, al-Manar. Dalam berita itu dikatakan informasi soal itu berasal dari sumber-sumber rahasia.
"Delegasi Saudi," kata sumber itu,"menemui pejabat militer Israel dan Bin-Sultan mengunjungi salah satu pangkalan militer Israel ditemani seorang pejabat militer senior."
Radio Israel tidak mengonfirmasi berita dari sumber itu, namun dilaporkan sejumlah surat kabar baru-baru ini sudah banyak melaporkan pertemuan rahasia antara pejabat Saudi dengan pejabat militer Israel.
Di bulan yang sama koran Iran melaporkan pihak Saudi dan Israel mengadakan pertemuan di sebuah negara di luar negeri. Sejumlah laporan dan pemberitaan media massa itu kian menguatkan hubungan mesra antara Israel dan Saudi.
Namun
jika dikonfirmasi, pihak Saudi kerap membantah tudingan semacam itu
meski Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman pernah mengatakan
sebaliknya. Dalam wawancara dengan koran Israel Yedioth Ahronoth April
tahun lalu dia mengatakan Kuwait dan Arab Saudi merupakan dua dari
sejumlah negara Arab yang menjalin hubungan rahasia dengan Israel meski
tidak punya hubungan diplomatik.
Liberman menyatakan Jerusalem berhubungan dengan sejumlah negara Islam moderat untuk menggalang persatuan dalam menghadapi ancaman Iran. "Memang ada kontak dan perundingan. Dalam waktu setahun atau 18 bulan lagi semuanya akan menjadi bukan rahasia dan akan dibuka ke publik," kata dia.
Israel juga memberikan bantuan kepada Arab Saudi dan koalisinya dalam menaklukkan Yaman. Sejumlah laporan menyebutkan jet tempur Israel ikut serta dalam penyerangan para pejuang Yaman bersama dengan pesawat tempur Arab Saudi dan koalisinya.
"Ini pertama kalinya pasukan Zionis bergabung dengan koalisi negara Arab," ujar Sekretaris Jenderal Partai Politik Al-Haq, Yaman, Hassa Zayd dalam akun jejaring sosial Facebook, seperti dilansir Global Search, Ahad (29/3).
Dia mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sudah memerintahkan langsung Angkatan Udara Israel mengerahkan jet-jet tempur mereka buat mendukung serangan Saudi ke Yaman.
Kerja sama
Saudi dan Israel dalam perang Yaman, merupakan puncak kedekatan kedua
pihak dalam beberapa tahun terakhir, di mana para pangeran Kerajaan
Saudi dalam sejumlah pidatonya menyambut kerja sama itu dan bahkan
mereka menunjukkan lampu hijau untuk menciptakan hubungan ekonomi dan
politik dengan Israel.
Di bidang ekonomi, November lalu, Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi menyatakan kesediaannya menjual minyak ke Israel.
"Yang Dipertuan Agung Raja Abdullah (ketika itu) selalu menjadi contoh tentang hubungan baik antara Saudi dengan negara lain." Dan negara Yahudi juga tanpa kecuali," kata Naimi kepada wartawan di Wina
Israel dan Arab Saudi Bahu-membahu Gempur Iran
Pejabat Uni Eropa di Brussels, Belgia, Februari lalu mengatakan kepada stasiun televisi Israel Channel 2, Arab Saudi sudah menawarkan wilayah udaranya untuk dilintasi pesawat-pesawat jet tempur Israel guna menyerang Iran jika diperlukan.
"Pihak berwenang Saudi sudah berkoordinasi penuh dengan pejabat Israel dalam soal Iran," kata pejabat Eropa itu, seperti dilansir Sputnik News, Kamis (26/2).
Jika jet-jet tempur Israel bisa melintasi wilayah udara Arab Saudi maka Negeri Bintang Daud itu bisa menyerang Teheran kapan saja tanpa perlu mengitari Teluk Persia. Channel 2 juga mengungkapkan pasukan intelijen Israel dan negara Arab juga sudah berbagi informasi soal program nuklir Iran.
Surat kabar asal Inggris The Sunday Times menerbitkan laporan mengejutkan November 2013 lalu. Saudi
akan mengizinkan Israel melintasi wilayah udara negeri itu untuk
menyerang Iran. Tak hanya itu, Saudi juga akan menyediakan pesawat tanpa
awak, helikopter penyelamat, dan pesawat tanker
Penyerangan itu merupakan langkah antisipasi jika pembicaraan di Jenewa, Swiss, antara Negara Barat dan Iran pekan ini gagal memaksa Iran menghentikan program nuklirnya, seperti dilansir surat kabar Haaretz, Ahad (17/11/13).
"Ketika perjanjian Jenewa ditandatangani maka pilihan untuk melancarkan serangan militer akan kembali dipertimbangkan. Pihak Saudi sangat marah dan bersedia mendukung penuh Israel," ujar Times mengutip sejumlah sumber.
Iran: Arab Saudi Segitiga Kekacauan Suriah
Menanggapi sikap Arab Saudi, militer Iran menyebut Amerika Serikat (AS), rezim Zionis Israel dan Arab Saudi sebagai segitiga kejahatan yang membuat kekacauan. Iran juga menilai kesediaan Saudi menginvasi Suriah mencerminkan kegagalan AS.
Pernyataan itu dilontarkan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Hassan Firouzabadi. Menurutnya, Washington telah memprovokasi Riyadh agar menginvasi Suriah.
”Menteri Pertahanan AS (Ashton) Carter mendukung dan memprovokasi Kerajaan Saudi untuk berbaris ke (medan) perang (di Suriah). Ini merupakan indikasi bahwa dia bingung. Ini juga membuktikan tanpa keraguan bahwa mereka telah gagal,” kata Firouzabadi pada hari Senin dalam menanggapi pengumuman Saudi untuk mengirim pasukan darat ke Suriah.
Saudi,
lanjut Firouzabadi, akan mengalami kekalahan politik terus-menerus di
arena internasional. Dia menyindir anjloknya harga minyak dunia telah
menghantam Saudi secara keras.
Jenderal Iran itu juga mengejek AS, Israel dan Saudi yang dia sebut sebagai kelompok kejahatan. ”Segitiga kejahatan AS, rezim Zionis (Israel) dan Al Saud menciptakan kekacauan di Asia Barat dan Afrika Utara, dan bahwa tidak ada negara Muslim yang aman,” katanya, seperti dikutip Sputniknews, Selasa (9/2/16).
"Quds diduduki rezim (Israel) yang juga bingung dan marah. Bersama dengan rekan-rekan Amerika dan Arab, mereka mencambuk kuda mati, tapi mereka tahu mereka pergi ke mana-mana,” sindir jenderal Iran itu.
Firouzabadi menambahkan, satu-satunya cara untuk menciptakan perdamaian di negara-negara Muslim adalah mencegah orang Amerika dan sekutunya campur tangan dalam urusan internal negara-negara di kawasan itu.
”Kerajaan Saudi dan Amerika Serikat tidak memiliki pilihan lain kecuali melepaskan agresi, pertumpahan darah dan ancaman kosong terhadap negara-negara regional. Mereka juga harus mengubah arah (kebijakan) untuk membantu memulihkan perdamaian dan stabilitas regional,” katanya. (*)
Sumber: Sputniknews/Merdeka/Sindonews/Haaretz
Amos Gilad, mantan Direktur Biro Urusan Politik-Militer Kementerian Pertahanan Israel, mengatakan bahwa kerjasama Israel dengan Mesir dan negara Teluk sangat unik. Ia juga mengatakan, ini adalah periode terbaik hubungan diplomatik Tel Aviv dengan Arab.
Pada November 2013, menurut radio Israel, Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi Amir Salman bin-Sultan dan dua pejabat lainnya diam-diam mengunjungi negeri Zionis itu. Perjalanan ke Israel itu juga dilaporkan oleh surat kabar bermarkas di Yerusalem, al-Manar. Dalam berita itu dikatakan informasi soal itu berasal dari sumber-sumber rahasia.
"Delegasi Saudi," kata sumber itu,"menemui pejabat militer Israel dan Bin-Sultan mengunjungi salah satu pangkalan militer Israel ditemani seorang pejabat militer senior."
Radio Israel tidak mengonfirmasi berita dari sumber itu, namun dilaporkan sejumlah surat kabar baru-baru ini sudah banyak melaporkan pertemuan rahasia antara pejabat Saudi dengan pejabat militer Israel.
Di bulan yang sama koran Iran melaporkan pihak Saudi dan Israel mengadakan pertemuan di sebuah negara di luar negeri. Sejumlah laporan dan pemberitaan media massa itu kian menguatkan hubungan mesra antara Israel dan Saudi.
Raja Arab Saudi saat bertemu dengan petinggi Zionis Israel. (Foto: Istimewa) |
Liberman menyatakan Jerusalem berhubungan dengan sejumlah negara Islam moderat untuk menggalang persatuan dalam menghadapi ancaman Iran. "Memang ada kontak dan perundingan. Dalam waktu setahun atau 18 bulan lagi semuanya akan menjadi bukan rahasia dan akan dibuka ke publik," kata dia.
Israel juga memberikan bantuan kepada Arab Saudi dan koalisinya dalam menaklukkan Yaman. Sejumlah laporan menyebutkan jet tempur Israel ikut serta dalam penyerangan para pejuang Yaman bersama dengan pesawat tempur Arab Saudi dan koalisinya.
"Ini pertama kalinya pasukan Zionis bergabung dengan koalisi negara Arab," ujar Sekretaris Jenderal Partai Politik Al-Haq, Yaman, Hassa Zayd dalam akun jejaring sosial Facebook, seperti dilansir Global Search, Ahad (29/3).
Dia mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sudah memerintahkan langsung Angkatan Udara Israel mengerahkan jet-jet tempur mereka buat mendukung serangan Saudi ke Yaman.
Pasukan Kerajaan Arab Saudi saat membombardir Sana'a, ibu kota Yaman, dalam invasi menaklukan para pejuang Yaman. (Foto: Istimewa) |
Di bidang ekonomi, November lalu, Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi menyatakan kesediaannya menjual minyak ke Israel.
"Yang Dipertuan Agung Raja Abdullah (ketika itu) selalu menjadi contoh tentang hubungan baik antara Saudi dengan negara lain." Dan negara Yahudi juga tanpa kecuali," kata Naimi kepada wartawan di Wina
Israel dan Arab Saudi Bahu-membahu Gempur Iran
Pejabat Uni Eropa di Brussels, Belgia, Februari lalu mengatakan kepada stasiun televisi Israel Channel 2, Arab Saudi sudah menawarkan wilayah udaranya untuk dilintasi pesawat-pesawat jet tempur Israel guna menyerang Iran jika diperlukan.
"Pihak berwenang Saudi sudah berkoordinasi penuh dengan pejabat Israel dalam soal Iran," kata pejabat Eropa itu, seperti dilansir Sputnik News, Kamis (26/2).
Jika jet-jet tempur Israel bisa melintasi wilayah udara Arab Saudi maka Negeri Bintang Daud itu bisa menyerang Teheran kapan saja tanpa perlu mengitari Teluk Persia. Channel 2 juga mengungkapkan pasukan intelijen Israel dan negara Arab juga sudah berbagi informasi soal program nuklir Iran.
Pesawat tempur Israel ikut ambil bagian bersama Arab Saudi menggempur rakyat Yaman. (Foto: Istimewa) |
Penyerangan itu merupakan langkah antisipasi jika pembicaraan di Jenewa, Swiss, antara Negara Barat dan Iran pekan ini gagal memaksa Iran menghentikan program nuklirnya, seperti dilansir surat kabar Haaretz, Ahad (17/11/13).
"Ketika perjanjian Jenewa ditandatangani maka pilihan untuk melancarkan serangan militer akan kembali dipertimbangkan. Pihak Saudi sangat marah dan bersedia mendukung penuh Israel," ujar Times mengutip sejumlah sumber.
Iran: Arab Saudi Segitiga Kekacauan Suriah
Menanggapi sikap Arab Saudi, militer Iran menyebut Amerika Serikat (AS), rezim Zionis Israel dan Arab Saudi sebagai segitiga kejahatan yang membuat kekacauan. Iran juga menilai kesediaan Saudi menginvasi Suriah mencerminkan kegagalan AS.
Pernyataan itu dilontarkan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Hassan Firouzabadi. Menurutnya, Washington telah memprovokasi Riyadh agar menginvasi Suriah.
”Menteri Pertahanan AS (Ashton) Carter mendukung dan memprovokasi Kerajaan Saudi untuk berbaris ke (medan) perang (di Suriah). Ini merupakan indikasi bahwa dia bingung. Ini juga membuktikan tanpa keraguan bahwa mereka telah gagal,” kata Firouzabadi pada hari Senin dalam menanggapi pengumuman Saudi untuk mengirim pasukan darat ke Suriah.
Peta rencana serangan pesawat tempur Zionis Israel melalui ruang udara Arab Saudi untuk menyerang Iran. (Gambar: Istimewa) |
Jenderal Iran itu juga mengejek AS, Israel dan Saudi yang dia sebut sebagai kelompok kejahatan. ”Segitiga kejahatan AS, rezim Zionis (Israel) dan Al Saud menciptakan kekacauan di Asia Barat dan Afrika Utara, dan bahwa tidak ada negara Muslim yang aman,” katanya, seperti dikutip Sputniknews, Selasa (9/2/16).
"Quds diduduki rezim (Israel) yang juga bingung dan marah. Bersama dengan rekan-rekan Amerika dan Arab, mereka mencambuk kuda mati, tapi mereka tahu mereka pergi ke mana-mana,” sindir jenderal Iran itu.
Firouzabadi menambahkan, satu-satunya cara untuk menciptakan perdamaian di negara-negara Muslim adalah mencegah orang Amerika dan sekutunya campur tangan dalam urusan internal negara-negara di kawasan itu.
”Kerajaan Saudi dan Amerika Serikat tidak memiliki pilihan lain kecuali melepaskan agresi, pertumpahan darah dan ancaman kosong terhadap negara-negara regional. Mereka juga harus mengubah arah (kebijakan) untuk membantu memulihkan perdamaian dan stabilitas regional,” katanya. (*)
Sumber: Sputniknews/Merdeka/Sindonews/Haaretz