Sejumlah kapal perang TNI AL kembali ditempatkan di perairan Natuna, guna mewaspadai segala potensi konflik dan kegiatan ilegal di kawasan tersebut. (Foto: istimewa) |
"Perbandingannya yang jelas di daerah aman itu satu kapal, tapi di daerah rawan itu bisa empat atau tiga. Kalau memang eskalasinya meningkat kita pun bisa menambah armada sampai bisa lima atau enam kapal,"RANAI -- Pergerakan militer China yang semakin kuat di kawasan Laut China Selatan membuat sejumlah negara ASEAN yang terlibat konflik di kawasan itu mulai resah. Indonesia yang sebelumnya pasif dalam menyikapi konflik klaim wilayah itu, kini mulai mewaspadai segala kemungkinan terburuk jika terjadi perang terbuka dengan negara komunis itu.
Guna mengimbangi China dan sebagai upaya preventif, Indonesia menambah sejumlah kekuatan persenjataan dan armada militer di Natuna, yang sebagian perairannya juga masuk dalam klaim wilayah sepihak yang dilakukan China.
Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) TNI AL menempatkan lebih banyak kapal patroli hingga empat unit untuk memantau perairan yang rawan pelanggaran laut. Sebelumnya di sana juga telah siaga sejumlah kapal perang TNI AU yang selalu waspada memantau pergerakan armada militer China.
"Perbandingannya yang jelas di daerah aman itu satu kapal, tapi di daerah rawan itu bisa empat atau tiga. Kalau memang eskalasinya meningkat kita pun bisa menambah armada sampai bisa lima atau enam kapal," kata Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI, Aan Kurnia, Selasa (18/10/16).
Dia mengatakan pihaknya sudah memerhatikan indikasi kerawanan setiap wilayah perairan dalam menempatkan petugas patroli dan armada. Di perairan rawan pelanggaran, seperti Perairan Natuna, pihaknya mewaspadai kegiatan ilegal, termasuk penangkapan ikan oleh kapal-kapal asing tanpa izin dari pemerintah Indonesia.
Kapal penjaga pantai China yang dipersenjatai sering melakukan patroli untuk melindungi para nelayan China yang melakukan pencurian ikan di perairan Natuna. (Foto: istimewa) |
Potensi eskalasi kegiatan ilegal juga menjadi perhatian Koarmabar dalam mengerahkan personelnya untuk melakukan pemantauan di setiap wilayah. "Kita punya eskalasi di mana yang paling potensial timbulnya kegiatan ilegal, misal ikan di perairan Natuna, ya di Natuna kita tempatkan. Jadi, sesuai eskalasi," ujarnya.
Kemudian, dalam menanggulangi kekurangan armada, pihaknya berkolaborasi dengan sejumlah instansi, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Bea Cukai dan Polisi Perairan (Polair).
Sebelumnya, beberapa kali kapal perang TNI AL terlibat dalam pengejaran kapal nelayan China yang sedang mencuri ikan di perairan Natuna. Namun, TNI selalu mengalami kesulitan dalam membekuk para pelaku yang selalu saja dilindungi armada kapal penjaga pantai China.
China mengklaim bahwa mereka hanya melakukan kegiatan tangkap ikan diperairan tradisional mereka di kawasan itu. Sebuah pengakuan yang secara tegas ditolak Indonesia, karena nyata-nyata para nelayan China telah menerobos dan melakukan aksi penanggakap ikal ilegal di dalam perairan Natuna.
China memasukkan sebagian kawasan perairan Natuna dalam peta negara mereka. Walau Indonesia telah memprotes dan mendesak China menghapus peta tersebut, namun China tak bergeming, hal ini ditanggapi Indonesia bahwa China ingin menginvasi Natuna masuk dalam wilayah mereka.(*)