Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Wing Loong I buatan perusahaan Aviation Industry Corporation of China (AVIC). (Foto: East News) |
“Kita atau orang China, orang manapun, beli pasti dia bedah itu, pelajari. Kita juga beli sedikit satu atau dua, kemudian kita pelajari untuk menambah kecanggihan. Semuanya begitu,”JAKARTA -- Indonesia telah memutuskan untuk mengakuisisi empat pesawat tanpa awak (drone) dari China, untuk memenuhi kebutuhan TNI Angkatan Udara. Empat unmanned aerial vehicle (UAV) Wing Loong I buatan perusahaan Aviation Industry Corporation of China (AVIC) tersebut, akan dioperasikan oleh Skadron Udara 51 TNI AU untuk operasi pengintaian.
Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksda Leonardi mengatakan, bahwa China telah menawarkan untuk memenuhi kebutuhan Jakarta dalam mempersenjatai TNI AU, dalam hal ini adalah dengan mengakuisisi UAV.
Leonardi mengungkapkan, drone yang bakal dibeli dari China akan menyesuaikan kebutuhan dari TNI AU yaitu Medium Altitude Long Endurance (MALE). Saat ini pengadaan drone tersebut masih terus berjalan setelah pihak pemerintah China memperbolehkan Indonesia memiliki drone dengan teknologi tersebut.
Kontrak pembelian telah ditandatangani pada tahun 2017. Beberapa sumber dari internal Markas Besar TNI di Cilangkap kepada IHS Jane's mengonfirmasi secara terpisah antara 22 dan 25 Februari 2018.
Menurut laporan IHS Jane’s, yang dikutip Selasa (27/2/2018), Skuadron Udara 51 saat ini mengoperasikan UAV atau sistem pesawat taktis nirawak buatan Aerostar dari Israel. Skuadron Udara 51 berbasis di dekat kota Pontianak di Kalimantan Barat. Unit tersebut memiliki landasan pacu di Bandara Internasional Supadio.
Dengan diperkenalkannya Wing Loong I, ini akan menjadi skuadron gabungan UAV pertama di Indonesia dengan dua jenis pesawat yang berbeda.
China memamerkan UAV Wing Loong I, dalam sebuah parade militer. (Foto: istimewa) |
“Kita atau orang China, orang manapun, beli pasti dia bedah itu, pelajari. Kita juga beli sedikit satu atau dua, kemudian kita pelajari untuk menambah kecanggihan. Semuanya begitu,” ujar Ryamizard di Bogor, Kamis (27/7).
UAS dilengkapi dengan sensor elektro-optik dan inframerah (EO/IR) yang distabilkan dengan gimbal untuk misi pengawas. Wing Loong I memiliki panjang 8,7 meter, tinggi 2,8 meter, dan memiliki lebar sayap 14 meter.
Pesawat nirawak ini memiliki berat maksimum saat lepas landas maksimum (MTOW) sebesar 1.150 kg dan kapasitas muatan 200 kg. UAV tersebut didukung oleh satu mesin piston dan memiliki jangkauan maksimum sekitar 200 km dan daya tahan terbang sekitar 20 jam. Beban yang bisa masuk ke Wing Loong I termasuk radar SAR; DH-3010, dan turbin AVIC Luoyang LE380 EO/IR.
Sejumlah pengamat militer mengatakan, Indonesia telah melihat China sebagai pilihan. Meskipun pesawat tanpa awak China jauh tertinggal dalam hal kecanggihan daripada yang diproduksi oleh Amerika Serikat atau Israel.
Namun pesawat tanpa awak China jauh lebih murah dari segi harga dibandingkan pesawat UAV lainnya, dan ini jauh lebih menarik bagi negara-negara yang memiliki anggaran terbatas seperti Indonesia. (*)