"Iran tidak hanya mengirim senjata, mereka memindahkan pengetahuan di rudal balistik ke Yaman. Keahlian tersebut mungkin bisa diturunkan kepada milisi Suriah, atau juga kepada al-Qaeda dan ISIS,"RIYADH -- Kerajaan Arab Saudi semakin cemas dan ketakutan melihat perkembangan program nuklir Iran, dan semakin meningkatnya pengiriman rudal dari negeri paramullah tersebut ke zona konflik di Yaman.
Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir dalam sebuah pidato di hadapan Parlemen Eropa di Brussels bahwa kesepakatan nuklir saat ini tidak cukup untuk mengubah perilaku Iran. Dia yakin Teheran dapat membuat sebuah bom nuklir dalam 8 tahun.
”Kami percaya bahwa 'sunset clause' memungkinkan Iran untuk memperkaya (uranium) sebanyak yang dia inginkan delapan atau sepuluh tahun dari hari ini sangat berbahaya,” katanya.
Sunset clause adalah suatu kondisi atau ketentuan dalam undang-undang atau kesepakatan yang menetapkan suatu titik tertentu pada saat kesepakatan tertentu itu tidak berlaku lagi. Klausul itu merupakan salah satu inti dari kesepakatan nuklir antara Iran dan enam kekuatan dunia yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Saudi juga meyakini, Iran secara teoritis dapat memiliki 50.000 atau 60.000 sentrifugal sehingga dapat memperkaya uranium yang cukup untuk membuat sebuah bom nuklir dalam beberapa minggu saja.
”Pada saat mereka mengusir inspektur dan pada saat penghukuman berakhir, mereka akan memiliki satu bom. Pada saat mereka mendapatkan resolusi di PBB, mereka akan memiliki tiga bom dan pada saat resolusi berjalan di tempat, mereka akan memiliki selusin bom. Dan kita berada tepat di sebelah mereka,” lanjut Jubeir, seperti dikutip Arab News, Jumat (23/2/2018).
Jubeir juga mengingatkan Iran bahwa Revolusi Islam ala Iran yang dicetuskannya pada tahun 1979 sudah berakhir dan mendesak Teheran untuk menghentikan tindakan yang bisa memicu terjadinya perlombaan senjata di kawasan.
Sebaran Rudal Iran Semakin Meningkat di Yaman
Selain masalah program nuklir Iran, rezim dinasti Al-Saud di Riyadh juga mencemaskan peran Iran di Yaman dan semakin meningkatnya keberadaan rudal-rudal buatan Teheran di wilayah konflik itu. Saudi pun mendesak PBB dan negara Barat menghentikan tindakan Iran tersebut.
Selain itu menurut Jubeir, milisi Houthi yang didukung Iran telah menyebabkan kelaparan di Yaman dan menanam ranjau di mana-mana. Kelompok pemberontak itu, kata dia, juga menghalangi bantuan makanan dan air untuk warga sipil di kota-kota dan daerah pedesaan yang mereka kuasai.
Arab Saudi beralasan, rudal yang dikirimkan oleh Iran ke Yaman, untuk mendukung pemberontak Houthi bisa jatuh ke tangan al-Qaeda dan juga memiliki kemungkinan untuk jatuh ke tangan ISIS.
Duta Besar Arab Saudi untuk Yaman, Mohammad Al Jabir menyatakan bahwa bukan hanya rudal saja yang bisa jatuh ke tangan teroris, tapi juga pengetahuan bagaimana untuk membangun dan mengembangkan rudal bisa tersampaikan kepada teroris di Yaman.
"Iran tidak hanya mengirim senjata, mereka memindahkan pengetahuan di rudal balistik ke Yaman. Keahlian tersebut mungkin bisa diturunkan kepada milisi Suriah, atau juga kepada al-Qaeda dan ISIS," kata Jabri, seperti dilansir Al Arabiya pada Minggu (28/2).
Arab Saudi selama ini memang selalu menuduh Iran memberikan dukungan senjata kepada Houthi. Namun, Teheran dalam beberapa kesempatan selalu membantah bahwa mereka memberikan dukungan senjata kepada pemberontak Yaman tersebut.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ekspansi militer Arab Saudi di Yaman justru menjadi bumerang bagi kerajaan tersebut. Ambisi Saudi menguasai Yaman untuk menghapus pengaruh Iran di negara itu, justru berbalik menjadi ajang mempercundangi kekuatan militer Riyadh.
Pasukan Saudi yang memiliki peralatan militer serba canggih dari Barat, Israel dan Amerika Serikat, dipermalukan oleh para pejuang Yaman yang hanya menggunakan senjata-senjata tua seadanya.
Saudi pun kemudian menyalahkan Iran dan menuduhnya telah mengirimkan sejumlah rudal dan senjata canggih lainnya kepada para milisi Yaman. Namun, sejumlah pengamat internasional menyatakan, tindakan Saudi tersebut hanya sebagai bentuk aksi kambing-hitam untuk menutupi rasa malu akibat sejumlah kekalahan yang dialami Riyadh di Yaman. (*)