Kekurangan Anggota, ISIS Gunakan Anak-Anak untuk Senjata Bom Bunuh Diri - Jalur Militer

Kekurangan Anggota, ISIS Gunakan Anak-Anak untuk Senjata Bom Bunuh Diri

Menderita kekalahan hampir di semua medan pertempuran baik di Irak maupun Suriah dan kehilangan puluhan ribu pasukan, kini kelompok teroris ISIS mulai kekurangan anggota. Untuk menutupi kelemahannya, ISIS menggunakan anak-anak yang dipaksa untuk menjadi pasukan bom bunuh diri. Sejumlah anak tersebut mereka culik dari sejumlah kamp pengungsian. (Foto: Istimewa)
“Siapa yang akan mencurigai seorang anak kecil? Mereka (ISIS) telah melakukan hal ini kepada anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Otak mereka sudah dicuci,”
DAMASKUS -- Bangkitnya kekuatan militer pemerintah Suriah setelah mendapat bantuan dari Rusia dan Iran merubah peta pertarungan dalam menghadapi kelompok teroris ISIS dan kelompok pemberontak lainnya di Irak dan Suriah. 

Hingga kini dilaporkan lebih dari 170.000 para anggota ISIS telah telah di medan perang Suriah dan Irak, dan kini pemerintah Suriah dengan dibantu Rusia, Iran, Hizbullah, Hamas, dan kelompok relawan jihad lainnya serangan penghabisan untuk merebut kembali Provinsi Aleppo dan Raqqa dari tangan kelompok ISIS

Kekalahan hampir di semua medan pertempuran menyebabkan ISIS mulai kekurangan personelnya, selain itu di sejumlah kota yang berhasil direbut kembali pemerintah Suriah, banyak anggota ISIS yang menyatakan menyerah dan keluar dari ISIS. Berkurangnya anggota ISIS diakali oleh para petinggi ISIS dengan cara merekrut secara paksa anak-anak untuk dijadikan anggota baru.


Selain merekrut anak-anak dari kota-kota yang sebelumnya mereka rebut, ISIS juga kerap menculik anak-anak dari sejumlah kamp pengungsian untuk dijadikan senjata bom manusia.

Kelompok teroris dari ISIS pada hari Senin (25/04) merilis video propaganda baru menyerukan anak-anak dan orang tua untuk bergabung dan mendukung opersi melawan koalisi Barat. Video propaganda ini dirilis oleh media center yang mendukung ISIS, Wilayat al-Khayr di Deir ez-Zor.

Puluhan anggota ISIS tewas, setelah dibombardir pasukan pemerintah Suriah di Aleppo selatan. (foto: istimewa)
Video itu ditujukan untuk umat Islam di seluruh dunia, dan menghasut mereka untuk bergabung dengan kelompok ISIS untuk melawan "musuh-musuh Allah."

Setelah itu, video kemudian memunculkan anak laki-laki berusia 14 tahun, dan mengatakan ia bergabung ISIS untuk menjadi anggota pelaku bunuh diri di jajaran kelompok. Anak itu juga mengatakan bahwa jatuhnya kota Shaddadi di provinsi Hasakah dan kota bersejarah Palmyra di Suriah Tengah di tangan pemerintah, tidak terlalu penting, tapi "berkomitmen pada aturan Khilafah adalah hal penting," tegasnya.

Selanjutnya, seorang narator mengajak setiap orang untuk bergabung dengan ISIS untuk mendukung janda, anak yatim dan kaum tertindas. Terakhir, orang tua yang tadi muncul lagi dan menyerukan bahwa ia tidak akan mengampuni anak-anaknya yang tidak bergabung dengan ISIS dan bahwa ia siap "untuk mati demi Allah."


ISIS melakukan perekrutan besar-besaran terhadap para anak dan remaja di Irak dan Suriah. Catatan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, beralihnya perekrutan kepada anak-anak karena ISIS mengalami kesulitan merekrut orang dewasa.

"Tercatat sejak awal tahun 2015, hanya 120 orang dewasa yang bergabung dengan mereka, " ungkap Kepala Observatorium yang berbasis di Inggris, Rami Abdulrahman seperti dilansir dari Reuters, Selasa (24/3).

Propaganda ISIS yang menggunakan anak-anak untuk menjadi anggota baru mereka. Propaganda ini mereka siarkan di Youtube dan sejumlah media sosial lainnya untuk mearik simpatik umat Islam dari seluruh dunia. (Foto: Istimewa)
ISIS mengalami kesulitan dalam perekrutan, lantaran kontrol yang lebih ketat di perbatasan Turki yang menyebabkan pejuang asing sulit untuk masuk ke Suriah. Demi mendapatkan pejuang, ISIS pun mendorong orang tua di Suriah untuk menyekolahkan anak mereka di kamp-kamp pelatihan. Ada pula anak-anak di Suriah yang direkrut tanpa persetujuan dari orangtuanya.

"Perekrutan ISIS sering memikat mereka (anak-anak) karena adanya tawaran uang," kata Observatorium, yang melacak konflik menggunakan sumber di lapangan. Adapun, di kamp-kamp pelatihan, kata dia, anak-anak belajar menggunakan senjata api peluru tajam. Mereka diajarkan berperang di pertempuran dan mengemudi.


Observatorium menambahkan, ISIS juga merekrut anak-anak sebagai informan dan sebagai penjaga untuk kantor pusat. Anak-anak yang cacat sejak lahir pun diterima dengan tangan terbuka oleh ISIS.

Anak-Anak Dijadikan Senjata Bom Bunuh Diri

Demi menarik minat anak-anak di berbagai negara di Timur Tengah, ISIS sering menampilkan anak-anak dalam video-video propaganda mereka. Anak-anak yang dijuluki "Anak Singa Khalifah" ini dilatih menggunakan senjata dan bom. Dalam beberapa video, mereka terlihat melakukan eksekusi mati tawanan.

"Perekrutan anak di kawasan itu meningkat. Anak-anak mengambil peran lebih banyak, mereka dilatih menggunakan senjata berat, menjaga pos pemeriksaan di garis depan, bertugas menjadi sniper, dan dalam kasus yang ekstrem menjadi pengebom bunuh diri, kata juru bicara regional UNICEF, Juliette Touma.

ISIS sudah melatih dan mengajarkan anak-anak yang masih balita, menggunakan bom, roket ataupun senapan mesin lainnya. Biasanya prajurit anak-anak mereka tempatkan di barisan paling depan pertempuran sekaligus untuk menjadi tameng hidup. (Foto: istimewa)
Hisham al-Hashimi, penasihat keamanan pemerintah Irak mengatakan ISIS tahun ini telah mengaktifkan Brigadi Pemuda Surga menyusul kekalahan di beberapa wilayah.

"Pemuda paling mudah direkrut untuk misi bunuh diri, terutama saat tengah menderita atau putus asa akibat kehilangan orang tercinta. Mereka juga tidak menarik perhatian dan kecurigaan dibanding orang dewasa," kata Hashimi. 

Studi Pusat Pemberantasan Terorisme akademi militer West Point di AS pada Februari lalu menunjukkan setidaknya ada tiga pengeboman bunuh diri yang dilakukan anak-anak ISIS antara Januari 2015 dan 2016.

Seperti peristiwa yang terjadi baru-baru ini. Seorang anak sangat ketakutan saat polisi kota Kirkuk di Irak meringkusnya hari Minggu lalu. Sabuk peledak seberat 2 kg melingkar di pinggangnya, dia hendak meledakkan diri di dekat sebuah masjid Syiah. 


Kepolisian Irak mengatakan ISIS kini terpaksa menggunakan para pengantin bom bunuh diri berusia remaja karena semakin berkurangnya jumlah militan mereka. Menurut mereka, tidak akan ada yang curiga kepada anak-anak sehingga mereka bebas keluar masuk suatu wilayah.
Seorang anak yang menggunakan bom bunuh diri berhasil ditangkap aparat di Suriah, saat hendak meledakkan dirinya di pusat keramaian. (Foto: Istimewa)
“Siapa yang akan mencurigai seorang anak kecil? Mereka (ISIS) telah melakukan hal ini kepada anak-anak baik laki-laki maupun perempuan. Otak mereka sudah dicuci,” ujar Gubernur Kirkuk Najmiddin Karim, seperti dimuat Washington Post, Selasa (23/8/16).

“Sangat mudah untuk meracuni pikiran anak kecil,” ucap salah satu pejabat Kepolisian Kirkuk Brigadir Jenderal Sarhad Qadir. Jenderal Sarhad Qadir yakin remaja yang ditangkap di Kirkuk itu dibawa oleh seseorang dari Mosul beberapa hari lalu. Ia juga yakin remaja itu diberikan obat bius oleh ISIS untuk menjalankan aksinya.

Anak yang diperkirakan berusia antara 11-15 tahun ini bukan yang pertama digunakan sebagai "bom berjalan" oleh kelompok militan, bahkan cara ini kian dipilih untuk menyerang lawan. Dalam ledakan di Turki yang menewaskan lebih dari 50 orang, aparat juga mengatakan pelakunya adalah pengebom bunuh diri anak. 


ISIS disebut meneruskan metode yang dipakai oleh pendahulu mereka, Al Qaeda di Irak. Kelompok pimpinan almarhum Osama bin Laden itu sering menggunakan anak kecil sebagai pengantin bom bunuh diri. Anak-anak kecil itu disebut sebagai “Burung-Burung dari Surga”.

Selain itu di Afghanistan, militan Taliban juga telah lama menggunakan anak-anak sebagai serdadu perang. Pada tahun 2012, remaja berusia 14 tahun meledakkan diri di Kabul yang menewaskan enam orang. Dua tahun kemudian remaja lainnya meledakkan diri di pusat kebudayaan Perancis, juga di Kabul.
Anak-anak korban peperangan di Timur Tengah. ISIS biasanya menculik anak-anak yang tanpa memiliki orang tua atau tanpa pengawasan dari sejumlah kamp pengungsian di Irak, Suriah dan Turki. Anak-anak tersebut selanjutnya mereka doktrin agar setia dan bersedia melakukan apapun yang mereka perintahkan. (Foto: Istimewa)
Taktik ini diikuti oleh kelompok militan di Afrika Barat. PBB mencatat sebuah bom bunuh diri yang diledakkan anak gadis berusia 10 tahun di kota Maiduguri, Nigeria, tahun lalu yang menewaskan 16 orang. Aparat mengatakan saat itu, bahan peledak melingkar di tubuh anak tersebut. Boko Haram di Nigeria menurunkan anak-anak lelaki dan perempuan yang mereka culik untuk menjadi pengebom. 

Dalam laporannya bulan April lalu, UNICEF mengatakan serangan yang melibatkan pengebom bunuh diri anak antara 2014 dan 2016 meningkat empat kali lipat di timurlaut Nigeria, basis Boko Haram, dan negara tetangganya seperti Kamerun, Niger dan Chad.

Pada Maret lalu, seorang gadis berusia 12 tahun gagal meledakkan bom di tubuhnya di Kamerun. Kepada polisi dia mengaku diculik Boko Haram di desanya setahun sebelumnya. Laporan UNICEF menyebutkan, hampir sepertiga pengebom bunuh diri anak adalah perempuan.

Dalam enam bulan pertama tahun ini saja, UNICEF mendata ada 38 pengebom anak di Afrika Barat. "Ini adalah hal yang membedakan konflik kali ini," kata Thierry Delvigne-Jean, staf UNICEF di Afrika. (*)

Sumber: CNN/Okezone/Reuters
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus