China dan Amerika Serikat terlibat perang siber untuk mencuri informasi kekuatan masing-masing, maupun untuk mengetahui kelemahan dan strategi lawan. (Gambar: thetelegraph) |
”Intelijen China telah berulang kali menyusup ke dalam entitas Badan Keamanan Nasional AS dan mengekstraksi informasi dengan konsekuensi serius bagi keamanan nasional AS, termasuk informasi tentang rencana dan operasi pasukan militer AS dan desain serta sistem senjata AS”WASHINGTON DC -- Perseteruan antara negara adidaya Amerika Serikat (AS) dengan salah satu musuh terkuatnya, China, bukan hanya terjadi di kawasan Laut China Selatan. Di Dunia maya, China terus berusaha menerobos sistem keamanan AS dengan tujuan untuk mencuri informasi penelitian senjata terbaru AS, atau untuk mengetahui strategi perang negeri paman sam tersebut.
Intelijen China berulang kali menargetkan sistem komputer Badan Keamanan Nasional (NSA) dan akun e-mail pejabat AS, sebagai upaya untuk mencuri informasi data senjata nuklir, investigasi FBI dan rencana perang AS.
Pemerintah AS menduga intelijen China berupaya mencuri informasi rahasia tentang pesawat drone MQ-9 Reaper, yang telah menjadi senjata terkuat AS saat serangan udara AS di Irak, Afghanistan dan Pakistan selama dua dekade terakhir.
”Intelijen China telah berulang kali menyusup ke dalam entitas Badan Keamanan Nasional AS dan mengekstraksi informasi dengan konsekuensi serius bagi keamanan nasional AS, termasuk informasi tentang rencana dan operasi pasukan militer AS dan desain serta sistem senjata AS,” bunyi draft laporan "U.S.-China Economic and Security Review Commission" tahun 2016, seperti diberitakan Washington Free Beacon, (28/10/16).
Menurut draft laporan itu, peretasan oleh intelijen China memungkinkan Beijing untuk mendapatkan wawasan operasi AS dan pendekatan operasional pasukan AS di kawasan Asia Pasifik. Selain mengincar informasi data senjata nuklir, mata-mata China dilaporkan melakukan peretasan untuk mengintai jaringan listrik dan jaringan keuangan AS.
“Washington menghadapi ancaman besar dan berkembang untuk keamanan nasionalnya dari operasi pengumpulan intelijen China. Entitas infrastruktur penting AS adalah target utama operasi maya China, dan China mampu secara signifikan mengganggu atau merusak badan ini," lanjut bunyi draft laporan tersebut.
Dalam operasinya, intelijen China sering merekrut para akademisi AS. Salah satunya, seorang mahasiswa AS di China, Glenn Duffie Shriver. Shriver telah dihukum atas tuduhan berkonspirasi untuk memata-matai AS untuk kepentingan China pada tahun 2010, dan dibebaskan pada tahun 2013.
”Di antara informasi yang diambil adalah 5,6 juta sidik jari, beberapa di antaranya dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyamaran agen pemerintah AS atau untuk membuat duplikat data biometrik untuk mendapatkan akses ke daerah rahasia,” rilis laporan tersebut.
Beberapa organisasi yang diduga berkontribusi dalam operasi intelijen China di antaranya, Kementerian Keamanan Negara (MSS), Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), militer Partai Komunis, serta Departemen Politik Umum PLA. Pemerintah China belum merespons terkait munculnya laporan bahwa intelijennya melakukan serangan cyber terhadap AS. China sudah berulang kali dituduh serupa oleh AS, namun Beijing selalu membantahnya.
China dalam tiga dekade terakhir berhasil mencuri sejumlah rahasia pengembangan teknologi militer Amerika Serikat. Salah satu contoh keberhasilan China adalah berhasil mencuri sebagian teknologi pesawat tempur siluman F-35 Lightning yang hingga saat ini masih dalam proses pengembangan. China kemudian menciptakan pesawat tempur serupa dan dinamai pesawat tempur J-31. (*)
Sumber: Washington Free Beacon