"Semua orang tahu bahwa Hamas merupakan pergerakan yang memerangi pendudukan Zionis di tanah Palestina dan Hamas hanya memiliki agenda rakyat Palestina (saja),”GAZA -- Hubungan antara Arab Saudi dan organisasi pejuang Hamas, memasuki babak baru. Pada Minggu 10 Juli 2016, kelompok Hamas di Palestina mengutuk pernyataan dari salah satu pangeran di Arab Saudi yaitu Turki al-Faisal yang mengatakan, Hamas dan Kelompok Harakat al-Jihad al-Islami fi Filasthin telah menyebarkan kekacauan.
“Ini adalah sebuah bentuk kebohongan dan pernyataan tanpa dasar,” ujar Hamas melalui pernyataan yang dikutip dari Quds Press, sebagaimana dilansir dari Middle East Monitor, Senin (11/7/16).
Dilaporkan, kelompok Hamas menegaskan bahwa pergerakan yang selama ini mereka lakukan adalah demi memukul mundur okupasi Israel di wilayah Palestina.
“Semua orang tahu bahwa Hamas merupakan pergerakan yang memerangi pendudukan Zionis di tanah Palestina dan Hamas hanya memiliki agenda rakyat Palestina (saja),” papar Kelompok Hamas.
Dilaporkan, Hamas juga menuduh pernyataan dari Al-Faisal sebagai bentuk dalih yang memberikan alasan lebih kepada Israel untuk melancarkan agresi kepada rakyat Palestina.
Pangeran Arab Saudi Turki al-Faisal. (Foto: Istimewa) |
Tolak Perintah Saudi, Hamas Dilucuti
Kebencian Kerajaan Arab Saudi kepada para pejuang Hamas semakin menjadi-jadi ketika kelompok pembebasan Palestina tersebut menolak ajakan Arab Saudi untuk ikut ambil bagian menyerang Yaman, yang dianggap membangkang kepada dinasti Al-Saud.
Kemarahan Saudi semakin bertambah ketika melihat bahwa Hamas justru semakin dekat dengan Republik Islam Iran, yang merupakan rival abadi kerajaan Arab Saudi.
Menurut laporan Panorama Middle East, Muhammad bin Salman, Menteri Pertahanan dan pangeran mahkota Arab Saudi dalam pertemuan dengan Khaled Meshal, meminta pengerahan 700 pasukan dan pejuang Palestina yang mendapat latihan dengan taktik Hizbullah Lebanon, ke Arab Saudi agar mereka dapat dikirim untuk menghadapi militer dan komite rakyat Yaman.
Mereaksi tuntutan Muhammad bin Salman itu, Khaled Meshal mengatakan, “Jika 700 personil dari pasukan Hamas direlokasi dari Jalur Gaza menuju Arab Saudi, maka akan tercipta kekosongan keamanan dimana masalah ini menciptakan masalah politik.
Kepala Biro Politik Hamas ini mengusulkan kepada Salman bahwa gerakan ini siap untuk melatih militer Arab Saudi berdasarkan taktik Hizbullah daripada merelokasi pasukan Palestina ke dalam wilayah Arab Saudi.
Luas wilayah negara Palestina yang dijajah Israel dari masa ke masa. (Gambar: Istimewa) |
Selain itu Riyadh menutup pintu bagi Hamas, karena tidak ingin penguasa Jalur Gaza itu menjadi cabang Ikhwanul Muslimin. Lebih dari itu, Arab Saudi berniat melucuti kelompok perlawanan Palestina berapa pun biayanya.
Menurut situs Al-akhbar, Riyadh menyusun proposal baru dengan maksud melucuti Hamas dan Jihad Islam. Perlucutan dilakukan dengan cara mengirim tentara ke Rafah, dengan iming-iming uang. Semua itu dibungkus dengan semangat rekonsiliasi. Jika Hamas bersedia, Riyadh berusaha membayar kompensasi seluruh korban tewas dan terluka.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas melihat apa yang sedang dilakukan Arab Saudi adalah melemahkan perlawanan Palestina dan memicu perang saudara antara Hamas dan Jihad Islam. Abbas mengatakan serangan Israel tidak dimaksudkan untuk melemahkan rekonsiliasi, tapi memaksa Hamas menerima usulan gencatan senjata yang diajukan Arab Saudi dan Mesir. (*)
Sumber: Middle East Monitor/Okezone/Merdeka.com