"Kami akan memimpin masuk ke Mosul karena kami terlatih dalam perang kota dan perang gerilya. Kami terlatih menerobos desa dan kota dengan sedikit jatuh korban,"MOSUL -- Kejatuhan sejumlah kota dan provinsi di Irak ke tangan kelompok teror ISIS cukup mengguncang dunia. Bagaimana tidak, sebuah negara berdaulat dan memiliki kekuatan militer yang sudah terorganisir dengan baik, dan dilengkapi sistem persenjataan yang canggih, mampu dikalahkan oleh kelompok teror yang asalnya pun tidak diketahui.
Dulu, ISIS mampu menguasai kota-kota strategis di Irak, seperti Kota Tikrit, Mosul, Kirkuk, dan kota-kota lainnya dengan sangat mudah, tetapi kini arah pendulum sudah berubah. Pasukan militer Irak saat ini justru sedang melakukan serangan penghabisan menumpas kelompok ISIS di sejumlah wilayah yang sebelumnya dikuasai ISIS.
Lalu apa yang membedakan pasukan pemerintah Irak kini dan dulu. Selain melakukan perombakan total dalam seluruh organisasi, struktur komando dan manajemen dalam kesatuan militer Irak, saat ini Irak juga memiliki sejumlah pasukan elit terlatih, yang membuat kelompok ISIS hampir "mati kutu" dalam setiap pertempuran.
Belajar dari kasus terdahulu, kini Irak berusaha membangun dan keluar dari zona pertikaian sektarian, dan pasukan khusus Irak yang saat ini sedang menggempur wilayah Mosul tersebut, merupakan pasukan profesional pertama Irak yang keluar dari batas-batas sektarian.
Pasukan elit CTS. Pasukan khusus Irak pertama yang lepas dari kepentingan sektarian. (Foto: AFP) |
CTS dibentuk oleh militer AS tidak beberapa lama setelah invasi 2003 sebagai unit komando elite yang bertugas memburu para pemimpin pemberontak dan terlibat dalam berbagai penyergapan yang rumit. Mereka dilatih, dipersenjatai dan dipasok oleh Pasukan Khusus AS (Baret Hijau) yang bersama-sama memerangi pemberontak.
Pasukan ini menjadi mitra yang lebih bisa diandalkan oleh AS ketimbang pasukan keamanan biasa Irak yang terkenal korup dan banyak unit tempurnya terafiliasi kepada partai politik dan milisi. Namun banyak warga Irak yang menilai pasukan khusus ini sebagai pasukan pendudukan dan menyebutnya sebagai "Divisi Kotor."
Ketika ISIS menyapu bagian utara dan tengah Irak pada 2014, pasukan keamanan Irak hancur remuk. Para perwiranya tunggang langgang, sedangkan serdadu-serdadunya lari terbirit-birit ketakutan sambil menanggalkan seragam mereka dan meninggalkan begitu saja senjata-senjata dan (kendaraan tempur) humvee-humvee mereka. Tetapi pasukan khusus tidak begitu. Mereka menolak menyerah sehingga menjadi sumber kebanggaan nasional.
Pasukan khusus CTS Irak, menjadi pasukan elit pertama yang menerapkan struktur komando dan pelatihan mengikuti standar Amerika Serikat dan NATO. (Foto: wikipedia) |
Pasukan yang juga dikenal dengan sebutan "Brigade Kesatu" itu kini tidak lagi disebut "kotor" seperti tentara reguler Irak lainnya yang sebelumnya lari dari medan pertempuran, melainkan luas dipanggil sebagai "Divisi Emas".
Ukuran pasukan ini bertambah besar dari tahun ke tahun dan meluas lebih dari sekadar pasukan komando yang di antaranya ambil bagian dalam pertempuran-pertempuran konvensional dan bahkan menjadi penjaga pos pemeriksaan. Sekarang mereka berjumlah 12.000 orang dan sekitar 2.600 orang turut dalam operasi merebut kembali Mosul.
Unit ini tidak digabungkan ke dalam Kementerian Dalam Negeri dan hanya menerima perintah langsung dari perdana menteri. Pada masa pemerintahan Perdana Menteri Nouri al-Maliki banyak yang menyebut pasukan ini sebagai pasukan bodyguard (praetorian guard) untuk makin menancapkan kekuasaan al-Maliki sebelum dia mengundurkan diri pada 2014.
Pasukan khusus Irak ini melancarkan serangan pertama mereka dalam Operasi Mosul Kamis pagi lalu dengan menduduki kota Bartella dibantu serangan udara helikopter, kendati menghadapi perlawanan sengit dari ISIS yang melepaskan sembilan serangan bom bunuh diri dengan sembilan truk berisi penuh bom. Salah satu truk ini menghantam sebuah Humvee bersenjata. Sisanya hancur sebelum mencapai target-targetnya.
"Kami akan memimpin masuk ke Mosul karena kami terlatih dalam perang kota dan perang gerilya. Kami terlatih menerobos desa dan kota dengan sedikit jatuh korban," kata Brigadir Jenderal Haider Fadhil dari pasukan khusus Irak ini.
Pasukan khusus diperkirakan bisa mengusir ISIS keluar dari Mosul dalam beberapa pekan atau bulan ke depan. Namun masalahnya mereka tidak bisa menjadi polisi untuk negaranya, sehingga begitu mereka selesai dalam tugasnya, maka urusan setelah itu menjadi tanggung jawab tentara dan polisi Irak, selain milisi Syiah dan para pejuang suku Sunni. Adalah tugas mereka untuk memastikan ISIS tidak kembali.
CTS dirancang sebagai pasukan yang non sektarian di mana anggotanya berasal dari orang Syiah, Sunni dan Kurdi yang tidak terafiliasi ke faksi politik atau milisi mana pun. Mereka memerangi pemberontak Sunni, namun juga menjadi pemimpin dalam ofensif melawan milisi Syiah pada 2008. Mayor Jenderal Fadhil al-Barwari yang menjadi panglima "Divisi Emas" adalah seorang Kurdi.
Catatan pelanggaran HAM mereka juga relatif sedikit, ketimbang pasukan lain yang berpartisipasi dalam Ofensif Mosul. Laporan Amnesti Internasional mengenai pelanggaran kemanusiaan di Anbar belakangan ini juga lebih banyak menyebut milisi Syiah, dan hanya sekali merujuk CTS.
Sejumlah pengamat militer Timur Tengah berpendapat, dengan rekam jejak yang baik, dan pengalaman tempur yang sangat banyak, pasukan khusus dari divisi emas (CTS), dapat menjadi percontohan, bagaimana seharusnya menciptakan sebuah pasukan elit yang profesional, bagi negara-negara di kawasan untuk bisa lepas dari pertikaian sektarian. (*)
Sumber: Jalumiliter/Antara/Foxnews