Provokasi Rusia, NATO Galang Latihan Militer Terbesar Pasca Perang Dingin - Jalur Militer

Provokasi Rusia, NATO Galang Latihan Militer Terbesar Pasca Perang Dingin

Gabungan pasukan Marinir dari AS, Portugal dan Inggris melakukan pendaratan kapal ke pantai, selama bagian akhir dari latihan Trident Juncture yang digelar NATO. "Trident Juncture", latihan militer terbesar sejak akhir Perang Dingin, diluncurkan di Norwegia pada 25 Oktober dan akan berlangsung hingga 7 November. Sekitar 50.000 tentara mengambil bagian dalam latihan, termasuk 24.000 personel angkatan laut dan 20.000 tentara. (Foto: Michaels S. Darnell)
"Ada ancaman perang yang lebih besar. Presiden AS mengancam lomba persenjataan nuklir terhadap Rusia dan China serta membatalkan perjanjian perlucutan senjata nuklir,"
OSLO -- Benua Eropa kembali memanas setelah negara-negara anggota NATO melakukan latihan perang besar-besaran. Latihan terbesar sejak berakhirnya Perang Dingin tersebut dimulai Rabu (24/10) dan dijadwalkan akan berlangsung hingga tanggal 7 November
di ruang udara dan laut di seluruh di Norwegia.
 
Sekitar 50.000 tentara bergabung dalam latihan perang untuk menguji pertahanan aliansi melawan "agresor fiktif." Jerman adalah peserta terbesar kedua. Jerman mengirim kontingen militer, dalam rangka mempersiapkan diri untuk memimpin pasukan gerak cepat NATO.

Militer Jerman Bundeswehr berpartisipasi dalam manuver dengan sekitar 10.000 tentara dan 4.000 kendaraan. Selain itu, Bundeswehr mengerahkan pesawat tempur Tornado dan Eurofighter dan tiga kapal perang.

Latihan perang "Trident Juncture" melibatkan sekitar 10.000 kendaraan, 250 pesawat dan 65 kapal perang dari semua 29 anggota aliansi, ditambah Swedia dan Finlandia.

Tujuan dari latihan ini adalah untuk menguji dan melatih "Very High Readiness Joint Task Force" (VHRJTF) NATO, yang nantinya akan berada di bawah komando Jerman. Pasukan gabungan gerak cepat ini dirancang untuk mempelopori pertahanan negara anggota aliansi yang menghadapi serangan dari luar.

VHRJTF NATO dirancang aliansi pertahanan Atlantik Utara itu pada tahun 2014 setelah aneksasi Rusia di Semenanjung Krimea. Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, mengatakan bahwa latihan itu akan mengirim “pesan yang jelas kepada negara-negara kami dan kepada musuh potensial”.

“Dalam beberapa tahun terakhir, lingkungan keamanan Eropa telah memburuk secara signifikan. NATO tidak mencari konfrontasi, tetapi kami siap untuk membela semua sekutu terhadap ancaman apa pun,” kata Stoltenberg kepada para wartawan, saat konferensi pers pada Rabu (24/10).

Tentara Inggris saat mengikuti latihan militer Trident Juncture 2015 yang digelar oleh NATO. (Foto: act.nato.int).
Latihan militer NATO dan Amerika Serikat (AS) langsung meningkatnya ketegangan antara aliansi keamanan transatlantik tersebut dengan Rusia. Namun, NATO bersikeras bahwa operasi yang sedang berlangsung tidak bertujuan untuk mensimulasikan konflik dengan Rusia, yang berbatasan dengan Norwegia.

Reporter Al Jazeera Alex Gatopoulos, melaporkan dari Norwegia, mengatakan bahwa meski tidak ada yang menyebut Rusia, namun “semua orang melihat ke timur”. “NATO jelas melatih untuk menanggapi ini, tidak hanya untuk membela negara-negara garis depan, tetapi juga untuk merebut kembali negara-negara tersebut jika ada konflik di masa depan,” ujar Gatopoulos.

Latihan tersebut dimulai hanya beberapa minggu setelah Rusia melakukan latihan militer terbesarnya sendiri sejak berakhirnya Perang Dingin. Tahun lalu, Rusia juga melakukan latihan perang bersama Belarus, di dekat perbatasan timur Uni Eropa dan negara-negara anggota NATO, Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia.

Latihan Militer NATO Dapat Memicu Perang Dingin Jilid II

Rusia menyatakan, latihan militer NATO dalam skala besar tersebut bersifat provokatif dan dapat memicu perang dingin jilid II. Ditambah lagi latihan dilakukan di Norwegia yang berbatasan langsung dengan negeri beruang merah tersebut.

"Aktivitas militer NATO dekat perbatasan kami telah mencapai tingkat tertinggi sejak masa Perang Dingin," kata Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu hari Rabu (24/10). Dia menambahkan, Trident Juncture adalah "simulasi tindakan militer ofensif."

Pada Rabu (24/10), Kedutaan Besar Rusia di Oslo mengatakan, pihaknya menganggap Trident Juncture 18 sebagai latihan “anti-Rusia”. “Kegiatan seperti itu tampak provokatif, bahkan jika Anda mencoba untuk membenarkannya sebagai latihan yang murni defensif,” katanya.

Komentar itu muncul setelah juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova yang berbicara pada awal Oktober mengecam apa yang disebutnya sebagai “ancaman militer” NATO.

Angkatan Darat dari aliansi militer NATO, menyusuri Sungai Pasvik yang terletak diantara perbatasan antara Norwegia dan Rusia. (Foto: Thomas Nilsen via thebarentsobserver.com)
“Semua persiapan NATO ini tidak dapat diabaikan, dan Federasi Rusia akan mengambil tindakan pembalasan yang diperlukan untuk menjamin keamanannya sendiri. Tindakan yang tidak bertanggung jawab seperti itu pasti akan mengacaukan situasi militer dan politik di utara,” kata Zakharova kepada kantor berita TASS (2/10/2018).
 
Kecaman juga datang dari Wakil pemimpin Partai Kiri, "Die Linke" di parlemen Jerman, Dietmar Bartsch, mengeritik latihan gabungan itu sebagai "menggelikan, berbahaya, dan provokatif terhadap Rusia."

"Ada ancaman perang yang lebih besar. Presiden AS mengancam lomba persenjataan nuklir terhadap Rusia dan China serta membatalkan perjanjian perlucutan senjata nuklir," kata Dietmar Bartsch kepada harian Jerman Neue Osnabrcker Zeitung.

Ketegangan Militer NATO dan Amerika VS Rusia

Selama berbulan-bulan, Moskow telah kesal oleh kehadiran militer Barat yang semakin meningkat di kawasan itu, di mana Amerika Serikat dan Inggris meningkatkan penempatan pasukan di Norwegia, dengan alasan untuk mengkondisikan pasukan mereka dalam pertempuran cuaca dingin.

Saat Donald Trump memegang tampuk kekuasaan di Gedung Putih, militer NATO semakin agresif setelah Trump dalam KTT NATO di Brussels, Belgia, pada Rabu, 11 Juli 2018, mengancam akan menarik AS keluar dari NATO, jika aliansi pertahanan itu tidak menaikkan anggaran belanja pertahanan sebesar 2% dari GDP masing-masing negara anggota.

Trump juga mengancam akan membuat AS bertindak secara unilateral dalam mengambil langkah-langkah keamanan global tanpa bekerja sama lagi dengan NATO. Sejauh ini hanya lima negara yang memenuhi target belanja pertahanan 2% dari GDP, Amerika Serikat, Inggris, Yunani, Polandia dan Estonia.

Tentara Denmark mengendarai sebuah tank tempur mengamati garis depan di area pelatihan di Chinchilla, Spanyol pada 22 Oktober 2015 selama latihan NATO Trident Juncture 2015. (Foto: Photo: act.nato.int)
"Selama delapan tahun terakhir, Amerika Serikat membelanjakan anggaran pertahanan lebih besar dibanding jumlah keseluruhan negara-negara anggota NATO. 23 dari 28 anggota masih belum membayar sebagaimana semestinya untuk kepentingan pertahanan mereka. Ini tidak adil bagi rakyat dan pembayar pajak Amerika Serikat dan banyak negara tersebut berhutang besar dari tahun-tahun sebelumnya karena tidak membayar sumbangan," tegasnya.

Ancaman Trump tersebut cukup membuat NATO kalang kabut dan memaksa seluruh anggota itu menuruti keinginan negara adi-kuasa itu. Kini dominasi AS lebih kuat mengendalikan pakta pertahanan tertua di dunia tersebut.

Ketegangan antara AS dan Rusia semakin meningkat, setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa ia akan mundur dari perjanjian era Perang Dingin, Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF), yang berupaya menyingkirkan rudal nuklir berbasis darat dengan melarang semua rudal nuklir dan konvensional dengan kisaran 500 hingga 5.500 km.

Washington dan Moskow telah sering melontarkan kritik terhadap kesepakatan itu dalam beberapa tahun terakhir, menuduh satu sama lain pada beberapa kesempatan melanggar ketentuan perjanjian.[*JM]

ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus