Bendung Dominasi China, Prancis Kirim Kapal Induk ke Samudera Hindia - Jalur Militer

Bendung Dominasi China, Prancis Kirim Kapal Induk ke Samudera Hindia

Jet tempur Dassault Rafale Angkatan Udara Prancis, mengawal kapal induk Charles de Gaulle dari udara. Prancis menyatakan akan menempatkan kapal induk berkekuatan nuklir di kawasan Samudera Hindia untuk membendung ekspansi dan dominasi militer China. (Foto: Marine nationale)
"Prancis selalu berdiri di garis depan dalam membela hak kebebasan navigasi yang tak teralienasi di perairan internasional. Setiap kali ada pelanggaran prinsip dasar hukum internasional ini, seperti yang saat ini terjadi di (Laut) China Selatan, kami akan menunjukkan kebebasan kami untuk bertindak dan berlayar di perairan seperti itu,"
MARSEILLE -- Pembangunan kekuatan militer China yang sangat masif dalam beberapa dekade terakhir, kini menjadi ancaman bagi negara-negara di kawasan Asia dan bahkan dunia. Dalam sejumlah analisis, kekuatan militer China diprediksi akan mampu memblokade jalur perairan internasional di Samudera Hindia dan kawasan Laut China Selatan pada tahun 2045 nanti.

Hal ini juga menjadi perhatian yang sangat serius bagi Prancis yang memiliki kepentingan untuk mengamankan jalur pelayaran di Samudera Hindia. Prancis menyatakan siap mengirim kapal induk bertenaga nuklir, Charles de Gaule, ke Samudera Hindia tahun depan. Langkah itu untuk membela kebebasan navigasi pada saat dominasi China meningkat di perairan Laut China Selatan yang disengketakan.

"Prancis selalu berdiri di garis depan dalam membela hak kebebasan navigasi yang tak teralienasi di perairan internasional. Setiap kali ada pelanggaran prinsip dasar hukum internasional ini, seperti yang saat ini terjadi di (Laut) China Selatan, kami akan menunjukkan kebebasan kami untuk bertindak dan berlayar di perairan seperti itu," kata Parly kepada koran La Provence, Sabtu (20/10/2018).

Kapal induk bertenaga nuklir, Charles de Gaule hingga saat ini masih menjalani renovasi dan perbaikan di selatan Toulon. Menteri Pertahanan Florence Parly, mengatakan kapal tersebut harus siap berlayar ke Samudra Hindia awal 2019.

Tentara Pembebasan Rakyat Cina berpatroli di Woody Island, di Kepulauan Paracel, yang dikenal di Tiongkok sebagai Kepulauan Xisha, 29 Januari 2016. China menguasai dan menganekasi pulau-pulau kecil di kawasan Laut China Selatan secara sepihak, dan mengganti nama-nama pulau tersebut sesuai dengan keinginan mereka sendiri. (Foto: Thomson / Reuters via businessinsider.in)
Sebelumnya, Pada bulan Mei, kapal induk Prancis, Dixmude, berlayar di Laut China Selatan, sedangkan skuadron udara Prancis terbang di atas wilayah tersebut pada bulan Agustus. Presiden Prancis Emmanuel Macron, saat dalam perjalanan ke Australia, mengatakan bahwa tidak ada negara yang diizinkan untuk mendominasi wilayah tersebut.

Menurut Macron, Prancis, Australia dan India memiliki tanggung jawab untuk melindungi kawasan itu dari "hegemoni", sebuah referensi sindiran untuk China.

Prancis diketahui memiliki sejumlah pulau di Samudra Pasifik. Namun, negara tersebut tidak terlibat sengketa di kawasan Laut China Selatan. Negara-negara yang bersengketa atas wilayah Laut China Selatan adalah China, Filipina, Malaysia, Vietnam, Brunei, Taiwan dan Indonesia. [*JM]
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus