Paspampres Indonesia Terlibat Transaksi Senjata Ilegal di AS - Jalur Militer

Paspampres Indonesia Terlibat Transaksi Senjata Ilegal di AS

Sebuah senjata yang khusus dipakai pasukan pengaman presiden. Pengadilan di Amerika Serikat memberitakan Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) RI terlibat transaksi senjata ilegal di negara tersebut. (Foto: Istimewa)
“Tetapi kalau dilihat dari cara penjualan senjatanya memang ada yang nggak betul, kenapa bisa urusannya kayak personal,"
CONCORD -- Berita tidak mengenakkan datang dari negara penjual senjata terbesar di dunia, Amerika Serikat menyatakan Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) Republik Indonesia terlibat transaksi senjata ilegal di negara tersebut.

Paspampres RI diduga membeli senjata secara ilegal dari Amerika Serikat (AS). Padahal, lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan untuk melakukan transaksi jual-beli senjata. Kabar ini diketahui dari media asing di AS.

New York Times mengulas Audi Sumilat (36) adalah anggota angkatan darat Negeri Paman Sam yang bertanggung jawab atas kasus penyelundupan senjata ini. Tidak hanya ke Indonesia, tetapi ia juga mendistribusikannya ke sejumlah negara, seperti Ghana, Kanada, dan Meksiko.

Sumilat mengaku, dia dan tiga anggota Paspampres itu membuat rencana tersebut pada Oktober 2014, saat keempatnya berlatih bersama di Fort Benning, Georgia. Setahun setelah pertemuan di Fort Benning, Sumilat kemudian membeli sejumlah senjata api di Texas. Dia kemudian mengirimkan berbagai jenis senjata tersebut ke kawannya, Feky R Sumual, di New Hampshire.

Selanjutnya, Sumual mengantarkan senjata-senjata itu ke beberapa anggota Paspampres yang sedang berdinas di Washington DC dan markas besar PBB, New York. Perjalanan dinas beberapa anggota Paspampres itu bersamaan dengan kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS.

Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) sedang melakukan latihan simulasi pengamanan. (Foto: Istimewa)
Kasusnya ini sekarang ditangani Pengadilan Negeri New Hampshire. Jika terbukti bersalah, maka Sumilat terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan sanksi administratif USD250 ribu atau Rp3,2 miliar. Vonisnya akan dijatuhkan pada Oktober 2016.

Bill Morse, asisten jaksa yang menangani perkara ini, mengungkapkan Sumilat sudah mengakui kesalahannya di persidangan. Dia juga mengaku bahwa dalam menjalankan aksinya dibantu oleh tiga anggota lain. Seorang dari mereka telah dijadwalkan lebih dulu, yakni pada 19 Juli 2016.

Penyelundupan itu direncanakan pada 2014, ketika mereka sama-sama diposkan dalam pelatihan militer di Fort Benning, Georgia. Senjata-senjata itu dibeli dari Texas untuk kemudian dia selundupkan ke dalam perahu dan dibawa kepada seorang rekannya yang sudah menunggu di New Hampshire.

Dari sana, senjata tersebut diantarkan ke penjaga yang hendak berkunjung ke Washington DC dan penjaga lain yang akan melakukan perjalanan ke Majelis Umum PBB yang berbasis di New York. Dari situlah, senjata-senjata itu diselundupkan keluar AS.

“Kasus ini merupakan yang pertama kalinya, dan dikhawatirkan pihak yang diuntungkan dari perdagangan tersebut adalah perwakilan dari pemerintah asing,” ujar Morse, dikutip dari Army Times, Kamis (7/7/16).
Paspampres RI saat mengawal Presiden Joko Widodo. (Foto: Istimewa)
Morse menjelaskan, di AS pun ada peraturan bagi anggota militer dalam menjual senjata. Setiap pengekspor diwajibkan memiliki lisensi sebagai penjual. Izin tersebutlah yang faktanya tidak dimiliki oleh Sumilat.


Jaksa Agung New Hampshire, Emily Gray Rice, mengatakan konsekuensi dari perdagangan senjata internasional ini sangat besar. “Senjata api yang diekspor ke luar negeri secara ilegal dapat dengan mudah berakhir di tangan yang salah,” tegasnya.

“Penyelundupan senjata (dalam skala) internasional bisa dituntut semaksimal mungkin, guna melindungi orang yang tidak bersalah dari penggunaan pidana senjata AS di luar negeri. Hukum ini berlaku, baik korbannya adalah warga AS maupun orang asing,” timpalnya.

Menurut pengamat militer Connie Bakrie, pengadaan senjata api setiap tahunnya diajukan TNI ke Kementerian Pertahanan untuk dijadikan anggaran. “Tetapi kalau dilihat dari cara penjualan senjatanya memang ada yang nggak betul, kenapa bisa urusannya kayak personal," kata Connie Bakrie tanpa berkomentar lebih lanjut.

Audi Sumilat akan didakwa 11 Oktober mendatang. Dia menghadapi dakwaan maksimal lima tahun penjara dan denda US$250.000 (Rp3,3 miliar). Rekan Sumilat, Feky R Sumual, akan diajukan ke pengadilan 19 Juli mendatang.


DPR Desak Pengusutan Kasus

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Meutia Hafidz meminta agar isu pembelian senjata api ilegal oleh cepat diklarifikasi. Sebab, menurut dia, tugas Paspampres menyangkut keamanan Presiden.
Komandan Pasukan Pengamanan Presiden Brigadir Jenderal Marinir Bambang Suswantono. (Foto: Istimewa)
"Jika tidak benar, saya rasa perlu dibantah, karena menyangkut nama baik Pasukan Pengamanan Presiden, kesatuan yang amat elite dengan tugas yang paling utama," ujar Meutia melalui pesan singkat, Sabtu (9/7/16).

Menurut Meutia, isu pembelian senjata api ilegal tersebut perlu diklarifkasi kebenarannya, apalagi hal itu diketahui hanya berdasarkan keterangan yang disampaikan dalam persidangan di Amerika Serikat.

Sementara itu, Komandan Pasukan Pengamanan Presiden Brigadir Jenderal Marinir Bambang Suswantono mengatakan tidak tahu ihwal dugaan penyelundupan senjata oleh anggotanya. Dalam pesan singkat yang diterima Tempo ia menjawab singkat," Maaf, saya tidak tahu," kata Bambang, Kamis malam 7 Juli 2016.[JM]

Sumber: BBC Indonesia/Tempo
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus