"Kalau beli dari luar negeri kan kami keluarkan letter of credit (LC), bentuknya pinjaman,"JAKARTA -- Memburuknya kondisi perekonomian Indonesia sejak tahun 2014, membuat pengadaan sejumlah alat utama sistem senjata (Alutsista) menjadi terhambat. TNI dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) akhirnya terpaksa melakukan berbagai cara untuk bisa tetap peremajakan sejumlah persenjataan. Salah satunya melalui mekanisme pinjaman atau hutang.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo bakal menarik pinjaman luar negeri sebesar Rp 11,7 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 3,5 triliun untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) di tahun 2018. Nantinya, total pinjaman sebesar Rp 15,2 triliun tersebut akan masuk anggaran Kemenhan.
Secara rinci, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan pinjaman luar negeri yang sebesar Rp 11,7 triliun akan digunakan untuk membeli kapal Perusak Kawal Rudal (PKR), Anti-Submarine Warfare (ASW) Helikopter, korvet, kapal selam, roket, pesawat multipurpose amphibious, kendaraan taktis (rantis) khusus armed AVRMD dan AVFCU, radar GCI, dan kapal mine counter measure.
"Kalau beli dari luar negeri kan kami keluarkan letter of credit (LC), bentuknya pinjaman," kata Suahasil di Gedung DPR, Senin (25/9).
Di sisi lain, pinjaman dalam negeri yang sebesar Rp 3,5 triliun akan digunakan untuk membiayai alutsista dan alat material khusus (alamatsus) yang diproduksi oleh industri pertahanan dan keamanan dalam negeri. Adapun saat ini, Kemenhan dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sudah mencatat daftar pembelian dalam daftar kegiatan prioritas pinjaman dalam negeri (DKP PDN) 2018.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara(Foto: Kompas.com/Andri Donnal Putera) |
Secara total, pemerintah berencana menarik pinjaman luar negeri sebesar Rp 51,46 triliun tahun depan. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 27,21 triliun di antaranya ditujukan untuk kegiatan kementerian atau lembaga (K/L).
Terdapat lima K/L yang menjadi pengguna terbesar pinjaman luar negeri, yaitu Kemenhan sebesar Rp 11,7 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 6,4 triliun, Kepolisian RI sebesar Rp 3,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 2,4 triliun, dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebesar Rp 1,5 triliun.
Selain menarik pinjaman luar negeri Rp 51,46 triliun, pemerintah juga akan melakukan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp 70,08 triliun. Ini artinya, secara keseluruhan pinjaman luar negeri tahun depan negatif Rp 18,62 triliun.
Memburuknya perekonomian nasional juga menjadikan sejumlah program penguatan postur militer TNI yang sudah dirancang sejak era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mencapai Minimum Essential Force (MEF), menjadi terhambat. Salah satunya seperti terhambatnya pembelian jet tempur Sukhoi SU-35 dan sejumlah alutsista lainnya yang hingga kini belum juga jelas kelanjutannya.[*JM]
Sumber: katadata.co.id