Anggota separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) saat unjuk kekuatan di Jakarta Pusat. (Foto: istimewa) |
“Hari ini wajah Indonesia di Papua telah tercoreng. Terjadi pembungkaman ruang demokrasi dengan cara menghadang aksi massa oleh aparatur negara, padahal ini aksi damai,"JAKARTA -- Gerombolan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali berbuat onar. Kepolisian Daerah DKI Jakarta dan Kepolisian Daerah Jayapura, direpotkan dengan aksi demonstrasi ilegal yang dilakukan sejumlah kecil pendukung separatis OPM yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi (GEMA DEMOKRASI), (15/16)
Unjuk rasa yang dilakukan para pengkhianat bangsa itu dalam rangka untuk memperingati New York Agreement yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962, yang mana di tanggal tersebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan sah mengembalikan tanah Papua kedalam pangkuan NKRI. Namun dalam pandangan para pendukung separatis OPM bergabungnya Papua dalam bingkai NKRI tidak sah dan batal secara hukum.
Pihak kepolisian awalnya berusaha mengakomodir para pengunjuk rasa, tapi karena berusaha membuat rusuh, akhirnya pihak kepolisian terpaksa membubarkan paksa aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan para anggota separatis OPM baik di Jakarta dan Jayapura, Papua.
Selain di Jakarta dan di Jayapura, sebelumnya para anggota separatis OPM juga membuat onar di kota Yogyakarta, namun bisa dihentikan oleh aparat kepolisian daerah setempat. Aparat kepolisian menangkap 100 orang di Jayapura dan 22 orang di Jakarta karena berusaha menjadi aksi unjuk rasa itu menjadi sebuah kerusuhan besar hingga menarik pemberitaan media massa.
Menanggapi sikap tegas polisi, para pendukung OPM pun marah dan menuduh polisi ingin membunuh mereka. Bahkan di kota pendidikan Yogyakarta, para anggota separatis OPM membuat cerita palsu bahwa terdapat sejumlah perempuan anggota OPM dipukuli hingga babak belur dan ada yang terkena serempetan peluru tajam yang ditembakkan oleh polisi.
Tindakan pihak kepolisian dengan membubarkan secara paksa para pendukung OPM serta melarang untuk berkumpul dan berpendapat, dianggap oleh para separatis telah melanggar UUD 1945 yang secara prinsip menjamin kebebasan setiap orang untuk menyampaikan pendapatnya.
“Hari ini wajah Indonesia di Papua telah tercoreng. Terjadi pembungkaman ruang demokrasi dengan cara menghadang aksi massa oleh aparatur negara, padahal ini aksi damai,” ujar Jeffry Wenda aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang tergabung juga dalam GEMA DEMOKRASI.
Para pendukung separatis OPM yang tergabung dalam organisasi ilegal tersebut berusaha memplintir dan merekayasa UUD 45 sebagai dasar hukum Indonesia, dengan menyebutkan bahwa pemerintah telah mengabaikan hak kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat yang konstitusional dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Pemerintah juga dianggap telah melanggar Hak untuk menyampaikan pendapat warga Papua yang secara tegas dijamin di Pasal 19 ICCPR (International Convenant On Civil Political Rights) yang telah diratifikasi menjadi Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
“Tindakan sewenang-wenang dengan menangkap warga Papua tanpa alasan yang jelas melanggar asas peradilan yang adil. Pasal 6 huruf D Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Hak untuk Bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penghilangan secara paksa,” kata Pratiwi Febri, narahubung GEMA DEMOKRASI.
Para pengunjuk rasa anggota separatis OPM mengklaim bahwa mereka didukung lebih dari 70 organisasi dan individu yang peduli pada demokrasi Indonesia. Sejumlah tuntutan yang mereka ajukan kepada pemerintah Indonesia antara lain:
1. Segera menghentikan tindakan kekerasan pada setiap aksi damai yang dilakukan oleh warga Papua untuk menyatakan pendapatnya.
2. Secepatnya menghentikan provokasi dalam bentuk pengerahan massa tidak dikenal yang melakukan pembakaran dan menstigma warga Papua yang melakukan aksi damai.
3. Lekas menarik pasukan bersenjata dari bumi Papua untuk menghindari konflik kekerasan lebih lanjut.
4. Mencabut Maklumat Kapolda Papua Tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum tanggal 1 Juli 2016 karena melanggar Hak Asasi warga Papua sebagai warga negara yang berdaulat.
5. Mendesak Indonesia segera menarik seluruh unsur aparatur pemerintahannya dari Papua dan memberikan kemerdekaan kepada rakyat Papua.
LSM Bayaran Membanjiri Papua
Tanah Papua sebagai salah satu wilayah kedaulatan Indonesia saat ini menjadi zona pertarungan para agen intelijen asing. Setidaknya dalam beberapa kejadian baik TNI maupun Polri sudah beberapa kali menangkap agen intel asing yang beroperasi di Papua. Mereka umumnya memasuki Papua dengan cara menyamar, seperti menjadi seorang wartawan atau misionaris Kristen dan Pendeta.
Tanah Papua yang kaya dengan sumber daya alam sudah lama menjadi incaran bangsa asing, sebut saja Amerika Serikat, Inggris, Belanda, dan Australia adalah sejumlah negara yang secara terang-terangan atau rahasia mendukung lepasnya Papua dari kedaulatan NKRI. sebagai suatu contoh, saat ini markas pusat kelompok separatis OPM yang tergabung dalam ULMWP bertempat di Inggris.
Bahkan saat PM Inggris David Cameron masib berkuasa, petinggi OPM Benny Wenda sudah beberapa kali bertemu muka dengannya. OPM juga mendapat bantuan dana dari Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru dalam untuk menjalankan aksi propagandanya.
Di Provinsi Papua sendiri, walau pemerintah pusat terus menggenjot pembangunan sejak tahun 2001 dalam segala bidang, para pemberontak OPM tetap tidak berpuas hati, bahkan berusaha mengganggu pembangunan yang dilakukan pemerintah dengan menyebarkan teror dan intimidasi kepada rakyat Papua lainnya. Sehingga tidak terhitung berapa banyak rakyat asli Papua yang ditembak mati oleh kelompok bersenjata separatis OPM itu.
Saat ini OPM juga berusaha melakukan strategi baru dengan cara mendekati dan mempengaruhi para pemuda Papua dengan informasi dan berita bohong. OPM kini mulai memasuki kampus-kampus, perguruan tinggi dan universitas di sejumlah daerah di Papua.
Dengan bantuan dana tanpa batas dari sejumlah negara asing, saat ini sejumlah pemuda dan mahasiswa Papua berhasil dibeli dan menjadi antek asing, mereka umumnya kemudian mulai melakukan propaganda ke kampus-kampus atau universita guna merekrut anggota baru.
Komite Nasional Pembebasam Papua Barat (KNPB) sebagai salah satu sayap politik kelompok separatis OPM terus melakukan propaganda melepaskan Papua dari kedaulatan NKRI. (Foto: istimewa) |
Bahkan tidak jarang setiap melakukan demonstrasi, kelompok KNPB misalnya, sering menarik dan memaksa anak-anak sekolah dasar untuk ikut serta agar timbul kesan bahwa kelompok separatis itu mendapat dukungan dari rakyat Papua.
Namun, apapun yang dilakukan kelompok separatis OPM dan LSM-LSM bayarannya, rakyat Papua yang saat ini sudah semakin cerdas, kritis dan rasional mulai membenci dan menjauh dari para pengacau tersebut.
Mayoritas rakyat Papua menganggap apa yang dilakukan separatis OPM dan organisasi ilegal lainnya hanyalah usaha memperkaya kelompok mereka sendiri, alih-alih membantu kemajuan pembangunan di tanah Papua dalam bingkai NKRI.[*JM]
Sumber: tabloidjubi