Di Era SBY, Indonesia Pembeli Senjata Terbesar Nomor 10 di Dunia - Jalur Militer

Di Era SBY, Indonesia Pembeli Senjata Terbesar Nomor 10 di Dunia

Indonesia mendapat peringkat 10 pembeli senjata terbesar di dunia periode 2008 hingga 2013. Di kawasan ASEAN Indonesia menyandang gelar sebagai negara pengimpor terbesar di regional tersebut.
”Namun negara-negara Amerika Serikat dan Eropa tetap menjadi eksportir senjata utama di wilayah tersebut dan memasok lebih dari 98 persen senjata yang diimpor oleh Arab Saudi,”
JAKARTA -- Indonesia tercatat sebagai importir senjata nomor 10 terbesar di dunia. Data negara pengekspor dan pengimpor senjata terbesar di dunia ini telah dirilis The Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Senin (12/3/2018). 

Data ekspor dan impor senjata ini merupakan hasil riset periode tahun 2013-2017 dan perbandingannya dengan periode 2008-2013.

Menurut data SIPRI, negara pengekspor senjata terbesar di dunia masih ditempat Amerika Serikat (AS). Eksportir kedua terbesar ditempati Rusia, kemudian urutan selanjutnya ditempati oleh Prancis, Jerman, China, Inggris, Spanyol, Israel, Italia, dan Belanda.

Sedangkan sepuluh importir senjata terbesar di dunia secara berurutan adalah; India, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, China, Australia, Aljazair (Algeria), Irak, Pakistan dan Indonesia.

Untuk kawasan Asia, pembeli senjata terbesar adalah India berada di urutan pertama, sedangkan Arab Saudi di urutan kedua. Temuan baru dalam penelitian tersebut adalah hampir setengah dari ekspor senjata AS selama lima tahun terakhir mengalir ke Timur Tengah.

Transfer senjata global dalam periode 2013-2017 juga meningkat 10 persen dibandingkan dengan periode lima tahun sebelumnya. AS tercatat memasok senjatanya ke 98 negara di seluruh dunia, yang mencakup lebih dari sepertiga ekspor global. Sedangkan angka ekspor senjata Rusia mengalami penurunan sebesar 7,1 persen.

Helikopter Apache AH-64 buatan Amerika Serikat. Helikopter canggih ini merupakan salah satu alutsista yang dibeli pada akhir kepemimpinan Presiden SBY. Pengumuman pembelian delapan helikopter Apache dilakukan pada 2012 oleh Menteri Luar Negeri AS saat itu, Hillary Clinton, setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Washington pada 20 September 2012. Kontrak pengadaan mencapai 295,8 juta dollar AS. (Foto: Istimewa)
Turunnya ekspor senjata Rusia diduga karena Amerika mengeluarkan kebijakan embargo kepada negara-negara yang membeli senjata buatan Rusia. 

Ditambah lagi saat ini rezim pemerintahan Donald Trump sudah mengesahkan (UU) Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), dimana aturan ini akan otomatis menjatuhkan sanksi pada setiap negara yang membeli alutsista dari Rusia.

”Berdasarkan kesepakatan yang ditandatangani selama pemerintahan Obama, pengiriman senjata AS pada 2013-2017 mencapai tingkat tertinggi sejak akhir 1990-an. Kesepakatan dan kontrak utama yang ditandatangani pada 2017 ini akan memastikan bahwa AS tetap merupakan eksportir senjata terbesar di tahun-tahun mendatang,” kata Dr Aude Fleurant, direktur program pengeluaran senjata dan militer SIPRI, yang dikutip The Guardian.

Meski tak berada di urutan puncak, Arab Saudi mendapat ulasan khusus sebagai importir senjata terbesar nomor dua di dunia. Daftar belanja Arab Saudi tercatat mencakup 78 pesawat tempur, 72 helikopter tempur dan 328 tank.

”Namun negara-negara Amerika Serikat dan Eropa tetap menjadi eksportir senjata utama di wilayah tersebut dan memasok lebih dari 98 persen senjata yang diimpor oleh Arab Saudi,” kata Pieter Wezeman, peneliti senior program pelelangan senjata dan pengeluaran militer SIPRI.


Indonesia Terbesar di ASEAN

Sementara untuk ruang lingkup Asia Tenggara, periode 2008 hingga awal tahun 2014, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara pembeli senjata terbesar di kawasan tersebut.


Hal ini disebabkan, pada periode akhir kepemimpinannya, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat itu membeli sejumlah alutsista secara besar-besaran untuk semua matra angkatan, yang terangkum dalam Rencana Strategis (Renstra) untuk mencapai kekuatan minimum TNI atau MEF 1 yang berakhir pada tahun 2014.
Sistem pertahanan udara Oerlikon Sksyshield, merupakan salah satu alutsista canggih yang dibeli pada era pemerintahan SBY. Perisai udara buatan pabrik Rheinmetall Air Defence di Swiss tersebut merupakan meriam yang terintegrasi dengan radar pangkalan udara. Oerlikon Skyshield MK II menggunakan meriam kembar berukuran amunisi 35 milimeter dan rudal anti-serangan udara jarak pendek. Kemampuan meriam memuntahkan seribu peluru dalam satu menit dianggap efektif menghancurkan ancaman pesawat tempur dan rudal musuh. Oerlikon Skyshield menggunakan amunisi khusus buatan Rheinmetall bernama Advanced Hit Efficiency and Destruction (AHEAD). Jika ditembakkan peluru ini mampu menyebar membentuk perisai. Sehingga presisi tepat sasaran mencapai lebih dari 90 persen. Alutsista canggih yang kini dioperasikan salah satunya oleh Denhanud 471 Wing I Paskhasau tersebut, dibeli Inodnesia dengan harga US$ 202 juta, sebanyak Enam unit. (Foto: Istimewa)
MEF disusun sebagai antisipasi Indonesia menghadapi berbagai jenis ancaman di tengah situasi geopolitik dunia yang terus berubah dan berkembang.

Seperti diketahui di era akhir kepemimpinannya, SBY memperkuat postur TNI dengan membeli sejumlah alutsista canggih dari berbagai negara. 

Alutsista tersebut diantaranya satu skuadron jet tempur Sukhoi SU-30, 18 unit KH179, 12 Pesawat coin Super Tucano, 8 Jet tempur F16 blok 52, 4 UAV Heron, 2 Pesawat angkut berat Hercules, 5 Pesawat angkut sedang CN295 dan 6 Helikopter serbu Cougar.

Tidak hanya itu, pemerintahan SBY juga membeli 20 Helikopter serbu 412EP, 4 Radar, 11 Heli Anti Kapal Selam, 3 Kapal Korvet Bung Tomo Class, 3 Kapal Cepat Rudal 60m PAL, 3 LST, 2 BCM, 40 Tank Leopard, 40 Tank Marder, 50 Panser Anoa, 36 MLRS Astross II, 37 Artileri Caesar, sejumlah peluru kendali SAM, sejumlah peluru kendali anti kapal, Simulator Sukhoi, 3 kapal selam Changbogo, dan lain-lain.


Walau pembelian dilakukan pada Renstra MEF I, namun sejumlah alutsista seperti kapal selam, jet tempur, helikopter serbu, dan lain-lain, baru akan dikirim pada periode MEF II tahun 2015 hingga 2019. Sedangkan MEF III berlanjut pada periode 2020 hingga 2024.

SBY juga membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) sesuai amanat Undang-Undang, untuk membantu pertumbuhan industri pertahanan dalam negeri. Selain itu juga berperan terlaksanakanya Litbang dan Transfer of Technology serta Program Nasional dalam setiap pembelian alutsista.[*JM]
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus