“Perang G-IV tidak lagi mengandalkan senjata militer yang berbiaya mahal untuk pengerahannya. Perang ini lebih halus dan tak terlihat.JAKARTA -- Tanpa disadari, Indonesia saat ini berada dalam situasi perang Generasi Keempat (G-IV). Dalam perang ini, senjata yang digunakan bukanlah kecanggihan peralatan militer (hardpower) tetapi senjata nonmiliter (softpower) yang antara lain meliputi penghancuran budaya, ekonomi, perusakan moral generasi masa depan bangsa.
Selain berbiaya murah dibanding pengerahan senjata militer (hardpower), perang G-IV, yang biasanya disebut dengan istilah proxy war, tidak bertujuan jangka pendek tetapi berakibat fatal untuk jangka panjang di saat suatu bangsa sudah begitu terlambat menyadarinya.
Gaya hidup LGBT (Lesbian, Gay, Biseks, dan Transgender) adalah salah satu senjata (softpower) yang digunakan oleh negara adikuasa (hegemony countries) yang bersifat kolonialisme dan imperialisme untuk menghancurkan nilai budaya, ketahanan ekonomi dan karakter bangsa.
Demikian dijelaskan oleh Letjen TNI (P) Kiki Syahnakri, mantan Wakasad dan sekaligus Ketua Yayasan Jati Diri Bangsa di Jakarta, Kamis (25/2).
Disebut sebagai G-IV, karena perang ini tidak lagi mengandalkan kekuatan militer tetapi terlebih menggunakan kekuatan budaya dan ekonomi. Perang Generasi I (G-I) adalah perang tradisional dengan menyepakati hari perang dan perang Bharatayudha, sebagai contoh, adalah jenis perang G-I.
Letjen TNI (P) Kiki Syahnakri. (Foto: TribunNews) |
“Perang G-IV tidak lagi mengandalkan senjata militer yang berbiaya mahal untuk pengerahannya. Perang ini lebih halus dan tak terlihat. Namun dalam jangka panjang, suatu negara akan dicaplok oleh negara lain melalui penguasaan ekonomi ataupun budayanya. Dan, Indonesia tanpa disadari oleh bangsanya pada saat ini telah memasuki G-IV,” ujar Kiki Syahnakri.
Menurut Kiki, LGBT merupakan salah satu senjata yang digunakan negara adikuasa untuk menguasai negara lain dengan menghancurkan budaya asli dan menggantikan dengan budaya yang dapat menghancurkan negara tersebut dari dalam.
Memang lebih memakan waktu, Kiki mengurai lebih lanjut, dan sifatnya tidak menghancurkan secara fisik tetapi menghancurkan secara mental dan moral.
“Perang G-IV ini dimulai pada tahun awal tahun 2000-an, ketika bangsa Indonesia membiarkan dirinya diatur oleh konsultan asing dalam penyusunan undang-undang, termasuk amandemen UUD 1945.
Indonesia menjadi incaran dan destinasi perang G-IV, karena posisinya yang strategis, besar dan kaya akan sumberdaya alam. Indonesia saat ini sudah dikelilingi oleh negara-negara hegemoni baik secara militer ataupun ekonomi.
Papua yang saat ini menjadi target jika tidak diantisipasi dengan bijaksana di masa depan akan menjadi the missing continent,” ujar Kiki.[JM]
Sumber: Beritasatu.com