Baterai anti-misil S-300 di Suriah. (Foto: EAP) |
"Sistem ini murni defensif, jadi ketika AS mengatakan bahwa senjata defensif merusak keamanan nasional, itu tidak benar. Bahkan, tindakan seperti itu akan mengarah pada stabilisasi kawasan,"DAMASKUS -- Medan perang Timur Tengah dan Suriah khususnya, kembali memanas, setelah Rusia yang menjadi sekutu terkuat Damaskus, berencana menambah kekuatan sistem pertahanan udara S-300 di wilayah Suriah. Keputusan Moskow itu sebagai respons setelah pesawat mata-matanya ditembak jatuh sistem rudal S-200 Damaskus saat merespons serangan empat jet tempur F-16 Tel Aviv.
Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengumumkan bahwa Moskow akan menyediakan sistem pertahanan udara S-300 yang canggih kepada Suriah untuk meningkatkan keamanan prajurit Rusia yang ditempatkan di negara itu.
Keputusan Rusia ini langsung mendapat kecaman dan penolakan dari Amerika Serikat (AS) dan Israel. Tel Aviv dan Washington pada Senin malam mengeluarkan peringatan kepada Moskow untuk membatalkan keputusannya. Mereka menilai langkah Moskow akan semakin mengguncang kawasan dan meningkatkan ketegangan yang sudah memanas.
Bahkan, kabinet keamanan Israel langsung menggelar rapat pada Selasa (25/9/18) pagi. Pertemuan itu untuk membahas perkembangan terbaru yang menentukan hubungan Tel Aviv dengan Moskow.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan, walau Presiden Rusia Vladimir Putin telah menghubunginya melalui telepon terkait rencana tersebut, namun Israel tidak akan tinggal diam dan akan memberikan respon langsung jika merasa terancam.
"Perdana menteri mengatakan menyediakan sistem persenjataan canggih kepada aktor yang tidak bertanggung jawab akan memperbesar bahaya di wilayah tersebut, dan bahwa Israel akan terus mempertahankan diri dan kepentingannya," bunyi pernyataan kantor Netanyahu, seperti dikutip Times of Israel.
Jet tempur Angkatan Udara Israel yang dituduh menjadi dalang utama jatuhnya pesawat mata-mata milik Rusia di Suriah. (Foto: Istimewa) |
Amerika menyatakan bahwa sistem rudal S-300 dapat membahayakan jet-jet tempur Angkatan Udara AS yang beroperasi melawan kelompok Islamic State atau ISIS di Suriah.
"Membawa lebih banyak rudal anti-pesawat ke Suriah tidak akan menyelesaikan penembakan misil yang tidak profesional dan sembarangan dan tidak akan mengurangi bahaya bagi pesawat yang terbang di daerah itu," kata Bolton, seperti dilansir Channel 10 News.
"Kami pikir memperkenalkan S-300 kepada pemerintah Suriah akan menjadi eskalasi signifikan oleh Rusia dan sesuatu yang kami harap, jika laporan pers ini akurat, mereka akan mempertimbangkan kembali (keputusannya)," kata Bolton kepada wartawan.
Misil S-300 Lindungi Seluruh Wilayah Udara Suriah
Direktur Departemen Nonproliferasi dan Pengawasan Senjata Kementerian Luar Negeri Rusia, Vladimir Ermakov mengatakan, pasokan S-300 Rusia ke rezim Damaskus akan dapat menutup wilayah udara Suriah jika diperlukan. Menurutnya, permintaan agar Moskow tidak mengirim S-300 ke Suriah, tidak memiliki efek lagi, dan negara manapun tidak berhak mencegahnya.
Menanggapi pernyataan Penasihat Keamanan Nasional AS, John Bolton, bahwa pengiriman S-300 ke Suriah akan menjadi "eskalasi signifikan" oleh Moskow, Ermakov menyatakan bahwa sistem S-300 dimaksudkan untuk tujuan defensif.
Menurutnya, AS memalsukan fakta ketika mengatakan bahwa pasukan Rusia akan melanggar keamanan nasionalnya. Selain itu, Ermakov menyatakan bahwa langkah-langkah itu akan mengarah pada stabilisasi, bukan eskalasi.
"Sistem ini murni defensif, jadi ketika AS mengatakan bahwa senjata defensif merusak keamanan nasional, itu tidak benar. Bahkan, tindakan seperti itu akan mengarah pada stabilisasi kawasan, karena kita akan dapat menutup wilayah udara di mana itu diperlukan, dan, pertama-tama, prajurit kami yang memenuhi tugas internasional mereka atas undangan pemerintah Suriah akan dilindungi," Kata Ermakov, seperti dikutip Sputnik. Selasa (25/9/18).
Rudal S-300 Mampu Pecundangi AS, Israel dan Turki
Pakar militer dari kelompok think tank Al-Mustaqbal yang berbasis di Uni Emirat Arab, Dr Shadi Abdel Wahhab, mengatakan, Pengiriman sistem rudal pertahanan udara S-300 oleh Rusia ke tentara Suriah tidak hanya akan membuat Israel menjadi pecundang. Turki juga akan dibuat sama terkait kepentingannya di negara Bashar al-Assad tersebut.
"Pengiriman sistem S-300 Rusia ke Suriah akan membuat serangan di wilayah Suriah merupakan latihan yang sangat mahal bagi Israel, ini akan memperkuat posisi Iran dan kelompok Syiah pro-Iran, Hizbullah, yang fasilitasnya di Suriah menjadi sasaran serangan Israel," kata Abdel Wahhab, kepada Sputnik (24/9/18).
Menurut pakar tersebut, sistem S-300 menimbulkan ancaman bagi semua negara yang akan mengebom wilayah Suriah. Ancaman ini berlaku tidak hanya untuk Israel, tetapi juga untuk Amerika Serikat, serta negara-negara lain yang merupakan bagian dari koalisi Washington.
"Tapi Turki akan menjadi pecundang lain. Jika operasi militer di Idlib di timur laut Suriah dilanjutkan, serangan pesawat Amerika Serikat terhadap tentara Suriah akan terhalang jika (Damaskus) memiliki sistem S-300," ujarnya.
Pesawat mata-mata Ilyushin IL-20M milik Angkatan Udara Federasi Rusia. (Foto: Dmitry Terekhov) |
Moskow tidak menyalahkan Damaskus, namun menyalahkan Tel Aviv yang dianggap menjadikan pesawat IL-20 sebagai perisai jet tempur F-16 dari serangan balik sistem rudal S-200 Damaskus. Tuduhan ini didasarkan pada hasil penyelidikan Rusia yang menjelaskan data dan menit demi menit sebelum pesawat mata-mata tersebut tertembak jatuh.
Tuduhan Rusia tersebut langsung dibantah oleh AS dan Israel. Kedua negara itu bahkan menuduh Iran sebagai dalang utama dan kelalaian militer Suriah sendiri.
Dalam panggilan telepon dengan Netanyahu, Putin mengatakan dia tidak setuju dengan penjelasan versi Israel yang menyalahkan militer Suriah. Menurut Putin, tindakan pilot Israel telah menyebabkan pesawat Rusia ditargetkan oleh sistem pertahanan udara Suriah.
"Informasi yang diberikan oleh militer Israel bertentangan dengan kesimpulan dari kementerian pertahanan Rusia. Pihak Rusia melanjutkan dari fakta bahwa tindakan oleh angkatan udara Israel adalah alasan utama untuk tragedi itu," kata Kremlin mengutip pernyataan Putin dalam panggilan telepon dengan Netanyahu.[JM]
Sumber: Times of Israel/Sputniknews