Anggota Pau An Tui dilatih menembak oleh anggota KNIL, Oktober 1947.(Foto: gahetna.nl) |
"Melihat fakta-fakta ini, saya bertanya-tanya mengapa Pao An Tui itu kemudian dijadikan pahlawan dan harus diagung-agungkan. Ingat Jenderal-jenderal Spoor dulu saja tak mau merangkulnya. Bahkan, Syahrir pun yang sempat mau merangkul mereka, tiba-tiba membatalan keputusannya,"JAKARTA -- Peresmian Monumen Laskar China oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membuat masyarakat Indonesia yang memahami sejarah kembali terusik dengan beberapa fakta sejarah yang ada. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak mengetahui jadi bertanya-tanya apa itu laskar China?
Banyak pengamat, golongan masyarakat dan sejarahwan yang menolak pendirian monumen laskar China karena ada unsur pemutarbalikkan sejarah dalam memahami kontribusi etnis China bagi kemerdekaan Indonesia.
Salah satu yang paling terkenal dan membekas dalam pergolakan kaum China di Indonesia adalah pengkhianatan laskar Po An Tui kepada Republik Indonesia yang saat itu benar-benar berada di titik nadir eksistensi memperjuangkan kemerdekaan.
"Pao An Tui adalah sisi kelam masyarakat Cina di era awal kemerdekaan Indonesia," kata Teguh, Wartawan Republika. Teguh mengatakan tidak tahu persis mengapa ada pejabat tinggi negara bersedia meresmikan monumen Laskar China di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. Sebab, ada milisi bersenjata, yakni Pao An Tui, yang bercitra buruk di mata rakyat Indonesia.
Laskar Po An Tui, adalah satuan bersenjata orang-orang Cina di Indonesia yang loyal kepada Belanda. Tugas laskar Po An Tui selain menjadi mata-mata juga untuk meneror pejuang pribumi. Kehadiran serta sepak terjangnya yang terkenal kejam menjadi salah satu penyebab pejuang membenci etnis Cina dan etnis Cina pun antipati terhadap para pejuang.
Sebagai mata-mata, anggota laskar Po An Tui selalu mengamati kegiatan para pejuang. Akibatnya gerak-gerik dan markas pejuang dapat diketahui. Setelah markas para pejuang diketahui, Belanda melakukan serangan gabungan dengan Inggris terhadap markas para pejuang.
Poh An Tui juga bertugas mengambil upeti dari petani-petani pribumi, memeras rakyat pribumi untuk diambil kekayaan dan disetorkan ke Belanda, bahkan mereka akan membunuh kalau ada pribumi yang menantang. Aksi Po An Tui bahkan lebih kejam dibanding dengan tentara Belanda.
Poh An Tui juga memusuhi sesama warga etnis Cina muslim. Jika ada China warga masuk Islam mereka aniaya, jika ada China anti-Belanda maka akan dimusuhi. Poh An Tui menganggap China muslim adalah pengkhianat dari golongan mereka yang harus diperangi seperti kaum pribumi lainnya.
Dalam sejarahnya, Poh An Tui juga selalu berkhianat. Saat Belanda pergi dari Indonesia Poh An Tui ikut Jepang, begitu Jepang hengkang dari Indonesia mereka ikut Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat pemberontakan PKI mereka ikut PKI, mereka ikut membunuh para ulama, mereka bunuh Kyai, dan mereka bunuh masyarakat pribumi.
Pao An Tui tidak punya jasa sama sekali dalam perjuangan Indonesia. Organisasi ini adalah simbol oportunistik Tionghoa Indonesia, yang hanya sibuk menjaga properti ketimbang membantu Indonesia memerdekakan diri. Mereka tidak peduli siapa yang akan berkuasa; Belanda atau Indonesia, yang penting properti usaha selamat.
"Melihat fakta-fakta ini, saya bertanya-tanya mengapa Pao An Tui itu kemudian dijadikan pahlawan dan harus diagung-agungkan. Ingat Jenderal-jenderal Spoor dulu saja tak mau merangkulnya. Bahkan, Syahrir pun yang sempat mau merangkul mereka, tiba-tiba membatalkan keputusannya," kata Teguh.
Pau An Tui Berdiri di Berbagai Kota
Laskar Po An Tui atau Pau An Tui (PAT), adalah sebuah milisi yang dibentuk secara 'nasional' sekitar pertengahan 1947 oleh kolonial Belanda. Pasukan ini dulu dilatih dan dipersenjatai oleh tentara Belanda (KNIL) di Cimahi, Jawa Barat.
PAT Jakarta dan seksi-seksinya di Bandung, Karawang, Sukabumi, Djatibarang, Cirebon, dikomandoi oleh Chung Hua Tsung Hui, organisasi Tionghoa pro nasionalis Kuomintang pimpinan Ciang Kai Sek. Pembentukannya dibantu Konsul Jenderal Cina di Jakarta.
Latihan perang laskar China, Pao An Tui yang anti Republik Indonesia. (Foto: gahetna.nl) |
Di tahun 1945, begitu Bung Karno dan Bung Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia, Poh An Tui di Sumatera Utara memberontak. China-china di kota Medan angkat senjata tidak mau bergabung dengan NKRI.
Di wilayah Balaraja Tangerang, Poh An Tui juga memberontak tidak mau bergabung dengan NKRI, akhirnya umat Islam marah terjadi perang di Balaraja, laskar China dibunuh oleh masyarakat.
Di Bandung, laskar Po An Tui aktif membantu NICA (Nederland Indische Civil Administration) menebar teror terhadap para pejuang, seperti pembunuhan, penculikan, pemerkosaan, dan penjarahan. Teror itu bertujuan agar pribumi segera pindah ke Bandung Selatan dan tidak mendukung RI.
Pao An Tui di Kota Surabaya juga terlibat membantu NICA dalam perang 10 November (lihat penelitian Andjarwati Noorhidajah yang terangkum dalam buku Tionghoa di Surabaya, serta memoir Soemarsono, komandan Pemuda Rakyat).
Pengkhianatan yang dilakukan warga etnis China tersebut membuat bung Tomo marah dan mengobarkan semangat anti-Tionghoa. Akibatnya, terjadi pembantaian masyarakat Tionghoa di Medan, Tangerang, Bagan Siapi-api, dan kota-kota di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Keterlibatan Pao An Tui Surabaya membantu NICA inilah yang diingkari banyak sejarawan masyarakat Tionghoa Indonesia. Pengingkaran itu terjadi sejak awal. Buktinya, ketika masyarakat Tionghoa Medan berupaya melindungi diri, mereka membentuk Pao An Tui dan meminta Jenderal TED Kelly, komandan pasukan Inggris, mempersenjatai mereka.
Membantu Pelarian Westerling dan Pasokan Senjata dari Jenderal Spoor
Poh An Tui juga bersekutu dengan Westerling, yang telah membantai puluhan ribu warga pribumi di Sulawesi. Setelah melakukan pembantaian di Makassar, Westeling melarikan diri ke Jakarta dan Jawa Barat dan ia dikejar oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di Jawa, Westerling menebar teror di Bandung dan berniat membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Anggota Pau An Tui dilatih menembak oleh anggota KNIL, Oktober 1947.(Foto: gahetna.nl) |
Tapi persembunyiannya di Jakarta (Tanjung Priok) akhirnya berhasil diendus oleh satuan CPM dari KMKBDR (Komando Militer Kota Besar Djakarta Raja), khususnya sub KMK Tanjung Priok.
Westerling pun tertangkap. Namun, saat hendak digelandang ke KMK, secara tiba-tiba Westerling dan ajudannya memberondong satuan CPM, dan melarikan diri ke arah Zandvoort (pantai Sampur).
Di pantai itu telah menunggu sebuah pesawat Catalina yang kemudian membawa Westerling kabur ke Singapura. Mudahnya Westerling kabur ke Singapura, karena ia memiliki hubungan istimewa dengan Laskar Pao An Tui.
Setiap melakukan aksinya, Pao An Tui dipersenjatai Jenderal Spoor, komandan NICA. Karena bantuan Pao An Tui tersebut, para Laskar China di Bandung diberi akses ke perdagangan gelap senjata di Singapura oleh Raymond Westerling.
Soekarno Nyaris Mengakui Pao An Tui
Presiden Soekarno nyaris mengakui Pao An Tui. Namun ia mengurungkan niatnya setelah sebagaian masyarakat Tionghoa, terutama kaum kiri dan nasionalis macam Lim Koen Hian gan SGT, menentangnya.
Soekarno diminta untuk belajar dari sejarah pengkhianatan yang dilakukan PAT di Tungchow. Alkisah, PAT garnisun Tungchow yang dibentuk dan dilatih Jepang sebagai serdadu boneka, dan melayani Jepang selama periode gencatan senjata. Tetapi tiba-tiba PAT membokong dari belakang. PAT membantai 250 serdadu Jepang dan Korea di Tungchow. (lihat Japanese and China War, karya Robert Hunter Boyle).
Para anggota Pao An Tui ketika berlatih bersama tentara KNIL Belanda, di Cimahi, Oktober 1947. (Foto: gahetna.nl) |
Ketika taktik bumi hangus dalam perang kemerdekaan dijalankan, seluruh properti Tionghoa di desa-desa harus dimusnahkan. Di Karawang, dalam sepekan lima penggilingan padi milik etnis Tionghoa hancur dibakar, dan akses distribusi diputus. Akibatnya, pasokan pangan ke Jakarta, induk pasukan NICA hancur.
Pada peristiwa Tangerang Juni 1946, pembantaian melibatkan banyak pihak. Laskar liar yang terdiri dari para penjahat, kelompok jawara yang ingin mengambil tanah-tanah milik para Tuan Tionghoa, dan Laskar Hitam.
Fakta keterlibatan Laskar Hitam terlihat di Mauk, dengan menyelenggarakan sunat paksa terhadap semua lelaki Tionghoa di Mauk, Selapajang, Teluk Nata, dan lainnya.
Dari segi kepentingan taktik, pembantaian itu merupakan strategi bumi hangus untuk memutus jalur suplai makanan dari wilayah produksi. Tangerang saat itu adalah lumbung padi terdekat bagi Jakarta.
Menurut salah seorang putera pejuang kemerdekaan RI, masalah kekejaman Po An Tui sempat disinggung dalam persidangan Konstituante di tahun 1950-an. Ia menulis salinan penggalan pidato seorang pejuang yang menjadi anggota Konstituante.
Pidato yang disampaikan oleh Mado Miharna (organisasi Persatuan Rakyat Desa) di hadapan Sidang Pleno Konstituante tahun 1959 adalah sebagai berikut:
Saudara Ketua dan Madjelis Konstituante jang terhormat, dalam rangka pemandangan umum;Upaya Sistematis untuk Menutupi Pengkhianatan PAT
Saudara Ketua, bagi seluruh pedjuang bangsa Indonesia jang mengikuti dan mengalami pahit-getirnja perdjuangan sedjak Proklamasi 1945, lebih-lebih tentunja bagi perintis-perintis kemerdekaan bangsa, melihat keadaan dan penderitaan masjarakat dewasa ini, pasti akan sedih, sedih karena ini bukanlah tudjuan kita, bukan masjarakat sematjam sekarang jang kita idam-idamkan.
Seluruh lapisan masjarakat telah berdjuang tetapi baru beberapa gelintir orang-orang sadja jang senang. Beribu-ribu pedjuang kita dibunuh, tetapi golongan pembunuh jang menikmati keuntungan.
Para pedjuang kita ditangkap dan disiksa, tetapi hasilnja golongan jang menangkapi dan menjiksa para pedjuang masih berkuasa.
Pao An Tui sementara dari golongan Tionghoa jang membantu aktif tentara Belanda jang telah membunuh, membakar, menangkapi anak-anak buah kami, sampai sekarang masih bergelandangan, bukan sadja masih bergelandangan, tetapi berkuasa dan menguasai segala sektor penghidupan rakjat.
Golongan Po An Tui jang telah dengan kedjamnja membunuh dan membakar para pedjuang kemerdekaan termasuk anak-anak buah kami, karena mereka tidak mengungsi dan terus berada di kota bersama Belanda, mendadak menjadi kaja, sesudah Belanda tidak ada mereka menduduki bekas tempat Belanda.
Inilah bukan bajangan, bukan impian, tetapi kenjataan, lihatlah sadja di Bandung ….
Sayangnya, dalam penulisan sejarah, keberadaan dan tindak tanduk laskar Po An Tui cenderung diabaikan. Ada upaya sistematis untuk menghilangkan fakta sejarah ini. Mungkin tujuannya agar bangsa ini tidak mengetahui sejarah. Tapi para pejuang yang pernah menderita kekejamannya tentu tidak dapat melupakannya.
Menjadi pertanyaan, kenapa sejarah pengkhianatan Poh An Tui tidak dimasukkan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Kenapa tidak diceritakan, padahal ini adalah fakta sejarah. Kenapa PKI disebut penghianat sedangkan Poh An Tui tidak? Ini adalah fakta sejarah, tapi tidak diajarkan dalam buku-buku pelajaran sejarah di sekolah, kenapa disembunyikan?
Benny G Setiono, penulis buku Tionghoa dalam Pusaran Politik, mati-matian membersihkan nama Pao An Tui. Dia menulis; Pao An Tui tidak pernah menghambat revolusi Indonesia. Adalah benar ada anggota Pao An Tui yang berpihak ke NICA, mungkin karena sakit hati atau hal lain.
Fakta yang digunakan masyarakat Tionghoa Indonesia untuk membersihkan nama Pao An Tui adalah organisasi ini resmi dibentuk 28 Agustus 1947 di Jakarta atas restu PM Sutan Sjahrir.
Oey Tjoe Tat, mantan menteri keuangan era Soekarno, juga menggunakan fakta yang sama untuk mengatakan Pao An Tui bukan antek Belanda. Oey Tjoe Tat mengingkari keterlibatan Pao An Tui di Surabaya.
Menurut Teguh, bila kini ada pembelaan bahwa Pau An Tui adalah ‘pahlawan’ maka dasarnya hanya mengacu pada sebuah memoar yang ditulis Oei Tjoe Tat. Dia mengatakan bahwa Pao Aun Tui tidak menghalangi kemerdekaan Indonesa.
Padahal menurut Teguh, jika pada akhirnya PAT menjadi pro-Republik, itu terjadi ketika Belanda mulai terdesak di level diplomatik. Konsul Cina di Jakarta menyuplai informasi yang menjadi dasar bagi PAT untuk mengambil kebijakan politik.
"Memoar inilah yang banyak dikutip sejarawan China di Indonesia. Selain itu tak ada. Bahkan catatan sejarah lain menyatakan Pao An Tui pada peristiwa 10 November 1945 memihak pada tentara Belanda. Belanda telah memperkirakan semua itu, dan mereka tidak bernasib sama dengan Jepang," kata Teguh.
Data ini diperkuat berbagai foto perang kemerdekaan yang ada di arsip Belanda, yakni dalam situs gahetna.nl. Di sana jelas sekali terlihat fakta bahwa Pau An Tui dilatih oleh KNIL (tentara Belanda).
Bukan hanya itu, fakta Pao An Tui tidak berpihak pada Republik Indonesia juga dibuktikan dengan adan serangan laskar Pau An Tui di Medan ke pihak TNI yang saat itu di komandoi oleh Jamin Ginting.
Alasan penyerangan mereka adalah karena ingin membalas dendam kepada terhadap 'laskar liar'. Akibat penyerangan ini PAT balik dihabisi oleh pasukan TNI yang dipimpin Jamin Ginting.
Seorang anggota Pao An Tui ketika berlatih menembak bersama tentara KNIL Belanda, Oktober 1947. (Foto: gahetna.nl) |
Teguh juga mengkritisi banyaknya sejarahwan muda yang tidak mengetahui dan tidak memahami mengenai rekam jejak pengkhianatan Laskah Pau An Tui terhadap NKRI. Yang banyak justru adalah pengingkaran terhadap sisi kelam Pao An Tui. Hal inilah yang menyebabkan sejarah Pau An Tui hampir tidak pernah dibicarakan.
Padahal karena latar belakang inilah yang membuat Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan membatasi etnis China masuk dalam struktur pemerintahan, TNI dan Polri.
Karena Soeharto paham, PAT dibesarkan oleh Belanda, namun bisa mengkhianati Belanda dalam kondisi terdesak, kemudian beralih mendukung Jepang. Jepang kalah, mereka mengaku sebagai kaum nasionalis. Bukan tidak mungkin suatu saat jika mereka dan keturunannya kembali terdesak, mereka akan sukarela kembali mengkhianati NKRI. [*JM]