Rusia menjawab tantangan perang dimasa depan dengan menciptakan berbagai jenis pesawat tanpa awak (done/UAV) untuk memperkuat strategi dan postur militer negara adidaya tersebut. (Foto: istimewa) |
Berikut sejumlah UAV yang telah dan sedang diciptakan Rusia, dan bahkan diantaranya ada yang sudah diujicoba langsung di medan perang.
1. UAV Orion
Ini merupakan salah satu drone yang telah berlaga di Suriah. Setelah diuji dalam pertempuran melawan kelompok militan di Suriah, drone Orion telah dikirim ke Tentara Rusia. Orion dipersenjatai empat buah peluru kendali dan nonkendali yang mampu menghancurkan target musuh pada jarak ratusan kilometer.
Drone baru ini dapat membawa empat rudal dengan bobot hingga 200 kg. Pada saat yang sama, Orion mampu mendaki ke ketinggian 7,5 km. Pesawat tanpa awak itu juga mampu melesat hingga 200 km/jam dan baterai yang tahan selama 24 jam. Setelah itu, drone perlu kembali ke hanggar untuk “mengisi bahan bakar”.
Kronstadt, perusahaan pengembang drone tersebut, belum mengomentari keberhasilan Orion baru-baru ini. Perusahaan itu pun enggan memberikan keterangan lebih rinci terkait pengiriman Orion ke pasukan Rusia. Selain mengutip “rahasia negara”, mereka masih harus menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia.
Menurut Viktor Murakhovsky, Pemimpin Redaksi Arsenal Otechestva, ada dua versi Orion yang digunakan di Suriah: satu untuk pengintaian, sedangkan yang lainnya untuk penyerangan.
UAV Orion buatan Rusia yang sudah diujicoba di medan perang Suriah. (Foto: Istimewa) |
2. UAV Sukhoi S-70 Okhotnik
Senjata mematikan lain yang akan segera memperkuat Tentara Rusia adalah drone tempur Okhotnik buatan Sukhoi. Dibuat dengan teknologi yang sama dengan pesawat tempur generasi kelima Su-57, drone ini merupakan prototipe pesawat tanpa awak masa depan.
Sebagaimana “abangnya” (Su-57), Okhotnik adalah pesawat tipe sayap terbang (flying wing), yang keduanya melindungi pesawat dari sistem pertahanan udara musuh dan memungkinkan drone membawa lebih banyak senjata.
Selain itu, drone seberat 20 ton tersebut dapat meluncur mencapai target dengan kecepatan supersonik hingga 1000 km/jam (hampir menyamai kecepatan suara). Apalagi, Okhotnik juga dilengkapi dengan salah satu komputer pertama yang terintegrasi dengan kecerdasan buatan.
Teknologi ini membuat si operator terbebas dari sebagian besar tugas pengoperasian kecuali keputusan untuk mengerahkan senjata. Beberapa teknologi dan amunisinya bahkan disatukan dengan Su-57.
“Persenjataan Okhotnik termasuk rudal udara-ke-darat dan sejumlah bom (misil kendali dan bersayap) yang disembunyikan di dalam tubuh drone demi mengurangi visibilitas pada radar musuh alih-alih menggantungnya pada sayap,” ujar Profesor Vadim Kozyulin dari Akademi Ilmu Militer Rusia kepada Rusia Beyond.
Di antara bom yang diangkut Okhotnik adalah bom berdaya ledak tinggi OFZAB-500 dan bom udara ODAB-500PMV, yang keduanya telah digunakan dalam kampanye militer di Suriah.
Salah satu UAV pertama Rusia kelak dapat menggunakan senjata pesawat tempur generasi kelima dan menyediakan platform untuk menguji teknologi pesawat masa depan. Foto-foto pertama drone terbaru Rusia, Okhotnik-B, yang diambil di lokasi uji coba di dekat Novosibirsk, dirilis di internet pada awal bulan ini.
Sebagaimana yang ditunjukkan foto-foto itu, drone tersebut adalah tipe drone bersayap yang dapat memberikan perlindungan lebih baik dari pertahanan udara musuh. Drone itu pun mampu membawa lebih banyak senjata. Teknologi kecerdasan buatan membuat drone ini sangat mandiri.
UAV Sukhoi S-70 Okhotnik. (Foto: Akela Freedom/artstation.com) |
Dalam istilah militer Rusia, “sepenuhnya berbasis robot” berarti tidak ada pilot dan mampu untuk membuat keputusan secara independen dari awal hingga akhir. “Mesin itu sudah melakukan siklus penuh operasi tempur, dengan pengecualian mengerahkan senjata dalam pertempuran. Fungsi ini ada pada operator,” tambahnya.
Menurut Kozyulin, badan pesawat itu terbuat dari bahan komposit dengan lapisan radio reflektif berbasis teknologi siluman.
3. UAV ZALA 421-16E2
Kalashnikov, perusahaan senjata Rusia yang terkenal akan senapan serbu legendaris AK-47, telah mulai memproduksi massal pesawat tak berawak (drone) canggih untuk penyelidikan dan pengintaian, ZALA 421-16E2. Pesawat ini memiliki fitur penerbangan tanpa suara.
“Sistem ZALA 421-16E2 tidak ada bandingannya baik di Rusia maupun di dunia dalam hal fungsionalitas, kesederhanaan, dan keandalan operasi. Ia juga memiliki fitur penerbangan tanpa suara, yang sangat berguna untuk badan-badan pertahanan dan keamanan,” ujar Nikita Zakharov, wakil CEO ZALA AERO (bagian dari Kalashnikov), seperti yang diberitakan TASS, Selasa (20/6).
Beberapa badan pemerintah, perusahaan, dan perdagangan telah memesan sistem ZALA 421-16E2. Kalashnikov berharap drone ini dapat diuji coba tahun ini dan didemonstrasikan pada Pertunjukan Udara dan Aviasi Internasional 2017 di Moskow pada Juli 2017 dan pameran Army 2017 pada Agustus mendatang.
Drone ZALA 421-16E2 buatan Rusia. (Foto: Istimewa) |
Drone ini dapat mengirimkan informasi video di tengah kondisi cuaca yang sulit dengan jarak lebih dari 30 kilometer dan radius kendali lebih dari 50 kilometer. Selain itu, ZALA 421-16E2 juga dapat terbang terus-menerus selama empat jam dan diluncurkan dengan tangan.
4. UAV T-16 Eleron
Biro Desain Eniks, perusahaan asal Kazan, sedang mengembangkan drone T-16 yang didesain untuk keperluan militer. Pesawat tersebut memiliki dua ekor dengan konfigurasi kanard, serta dilengkapi dengan strake di tepi muka sayap serta sayap kecil yang mengarah ke bawah
Rusia sedang menguji coba T-16, pesawat tanpa awak (UAV/drone) bersenjata buatan lokal, demikian dilaporkan kantor berita Interfax, mengutip seorang sumber di sektor pertahanan.
“UAV ini dapat membawa muatan hingga 6 kilogram,” ujar sang sumber. “Ia dapat mengirim amunisi di pylon bawah sayapnya.” Ia tidak menjelaskan lebih detail mengenai karakteristik teknis persenjataannya, yang diketahui berasal dari pihak ketiga.
T-16 memiliki bobot lepas landas sekitar 20 kilogram, menurutnya. Pesawat tersebut memiliki dua ekor dengan konfigurasi kanard, serta dilengkapi dengan strakedi tepi muka sayap serta sayap kecil yang mengarah ke bawah. Baling-baling pendorong drone tersebut digerakkan oleh akumulator dengan kebisingan rendah atau motor elektrik bertenaga bensin.
UAV terbaru ini sedang dikembangkan oleh Biro Desain Eniks, perusahaan spesialis perancangan UAV dan objek udara berukuran kecil asal Kazan. Proyek perusahaan ini sebelumnya termasuk UAV Tipchak-RN, yang dikirim untuk penyelidikan proyektil yang diluncurkan dari sistem peluncur roket Smerch, serta berbagai macam modifikasi UAV Eleron 3 dan Eleron 10 untuk badan-badan keamanan Rusia.
Eleron 10 sendiri bertindak sebagai platform untuk UAV Valdai yang digunakan oleh Layanan Keamanan Federal Rusia untuk berpatroli di Olimpiade 2014 di Sochi. Di halaman situs webnya, Eniks mengatakan bahwa mereka memiliki lapangan uji coba UAV sendiri.
Drone T-16 belum terdaftar dalam katalog produk Eniks. Namun begitu, tahun lalu di sumber-sumber internet tertentu beredar foto-foto contoh T-16 yang diambil di acara Konferensi Sains Militer “Perobotan Angkatan Bersenjata Rusia”.
Sumber tersebut menyorot kesamaan penampilan T-16 dengan UAV Orbiter 3b buatan perusahaan asal Israel, Aeronautics Defense Systems, yang telah tersedia sejak 2014.
Sepuluh hingga 15 tahun yang lalu, hanya UAV berkelas MALE yang mampu membawa senjata, ujar Denis Fedutinov, pakar sistem tanpa awak dan pemimpin redaksi situs web UAV.ru.
UAV T-16 Eleron buatan Rusia. (Foto: Istimewa) |
Predator, yang lebih kecil dari Reaper, membawa misil udara-ke-darat antiserangan, AGM-114 Hellfire, di penyimpanan senjata bawah pesawat. Sedangkan Reaper mampu membawa Hellfire dan bom berpemandu laser GBU 12 Paveway II dan GBU 38 JDAM. Kedua tipe bom sudah berkali-kali digunakan untuk serangan presisi oleh Angkatan Bersenjata AS di Irak, Afghanistan, dan Yaman.
Semakin kecil
“Penerapan yang berhasil untuk operasi penyelidikan dan tempur ini tidak dilewatkan begitu saja oleh negara-negara lain,” ujar Fedutinov. “Tiongkok, India, Afrika Selatan, dan Rusia telah mengembangkan UAV mereka sendiri, dengan taraf kesuksesan yang berbeda. Negara lain biasanya membeli sistem dari pihak ketiga yang ada di pasar atau mengembangkan UAV yang lebih kecil.”
Fedutinov mengatakan bahwa kemajuan teknologi berujung pada penciptaan sistem-sistem UAV yang lebih kecil dan peningkatan parameter teknis dalam pembuatan pesawat tersebut.
Fedutinov mengestimasi bahwa T-16 akan memiliki ketahanan yang baik. Dikombinasikan dengan kebisingan rendah dan mobilitas tingginya, T-16 diperkirakan akan menjadi sistem yang efektif dalam upaya antiterorisme, penyelidikan, dan sabotase.
Menurutnya, fakta bahwa ada perusahaan Rusia yang telah mengembangkan UAV bersenjata dengan ukuran kecil mengindikasikan bahwa entitas lain di Rusia akan ikut mengembangkan sistem-sistem tanpa awak taktis berkelas MALE lainnya.(jm)
Sumber: rbth.com