Turki Manfaatkan Konflik AS-Rusia untuk Dapatkan Rudal S-400 dan Patriot - Jalur Militer

Turki Manfaatkan Konflik AS-Rusia untuk Dapatkan Rudal S-400 dan Patriot

Ujicoba misil pertahanan udara Patriot buatan Amerika Serikat. Turki berencana juga akan membeli rudal Patriot, selain juga membeli misil tandingan S-400 dari Rusia. (Foto: defpost.com)
"Turki Mencari kepemimpinan di Timur Tengah, Turki mencoba menggunakan konflik antara negara-negara kuat seperti AS dan Rusia untuk kepentingannya sendiri,"
ANKARA -- Setelah mendapatkan ancaman sanksi dari Amerika Serikat (AS) karena membeli rudal pertahanan udara S-400 buatan Rusia, kini Turki mengisyaratkan juga akan membeli misil pertahanan Patriot dari Amerika.

Rencana Turki untuk membeli sistem pertahanan rudal Patriot AS disampaikan Juru bicara Presiden Erdogan beberapa waktu lalu. "Turki tidak harus memenuhi kebutuhannya dari satu sumber, karena Turki adalah negara besar," kata juru bicara Erdogan.

Namun, sejumlah pengamat dari Rusia menyatakan langkah Erdogan tersebut hanya memanfaatkan konflik yang terjadi antara Rusia dengan musuh bebuyutannya, yaitu Amerika, untuk mendapatkan sekaligus rudal canggih S-400 dan Patriot dengan harga murah.

"Turki Mencari kepemimpinan di Timur Tengah, Turki mencoba menggunakan konflik antara negara-negara kuat seperti AS dan Rusia untuk kepentingannya sendiri," kata Nikita Danyuk, wakil direktur Institute for Strategic Studies and Predictions yang berbasis di Moskow, dilansir dari Russia Today, Sabtu (24/11/2018).

Nikita menyatakan, memegang negosiasi dengan beberapa mitra dagang secara bersamaan sejalan dengan taktik Presiden Erdogan untuk menggunakan kesepakatan senjata sebagai alat tawar-menawar. 


"Dengan menjajaki kesepakatan itu, ada kemungkinan bahwa Erdogan ingin mendorong Moskow untuk memberikan konsesi tertentu dalam hal kerja sama militer," kata analis itu.

selain itu, Turki juga menjadikan perseteruan Washington dan Moskow di Timur Tengah sebagai nilai tawar dengan Amerika. Dengan membeli rudal Patriot, Erdogan mengharapkan kesepakatan untuk menghalangi Presiden Donald Trump menekan Turki dalam memotong hubungan ekonominya dengan Iran.

Erdogan juga mengharapkan Amerika akan segera menyerahkan pentolan oposisi Turki, Fethullah Gulen, yang kini bermukin di AS dan menggeser kebijakan Amerika pada kaum Kurdi Suriah.

Para perwira tentara AS berdiri di depan sistem pertahanan rudal Patriot AS, selama latihan militer gabungan Israel-AS "Juniper Cobra" di Hatzor Airforce Base Israel pada 8 Maret 2018. Rudal Patriot yang dimiliki Israel, menjadi alasan kuat Turki untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia. (Foto: AFP / JACK GUEZ)
Seperti diketahui, Pentagon selama ini telah membantu kelompok paramiliter YPG Kurdi di Suriah utara dengan senjata dan pelatihan. Sedangkan Ankara menganggap YPG sebagai organisasi teroris dan meluncurkan beberapa operasi militer terhadap milisi Kurdi.

"Turki membuat isyarat niat baik, mengharapkan AS untuk mengubah pendiriannya terhadap Kurdi di Suriah. AS menghadapi dilema; terus mendukung Kurdi atau membiarkan Erdogan menghancurkan otonomi mereka," kata Peneliti kebijakan luar negeri Rusia, Konstantin Truyevtsev.

Truyevtsev, yang bekerja di Institute of Oriental Studies of the Russian Academy of Sciences Rusia, berpendapat bahwa Presiden Erdogan tidak mungkin berhasil mengubah strategi Amerika di kawasan itu, tetapi dia akan terus berusaha.

Integrasi S-400 dengan Patriot Mustahil Dilakukan

Jika rencana Turki untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 dan misil Patriot terealisasi, Ankara setidaknya harus melakukan pengintegrasian teknologi pada dua misil pertahanan terkuat di dunia tersebut.

Hal inilah yang disanksikan oleh sejumlah pengamat militer. Pasalnya, basic atau dasar teknologi dari kedua senjata canggih tersebut sangat berbeda. Ahli militer Aleksey Leonkov mengatakan, akan sulit untuk membuat sistem rudal Patriot kompatibel dengan S-400 buatan Rusia, jika Turki memutuskan untuk menyebarkan keduanya.

"Ini diragukan bahwa rudal Patriot dapat berintegrasi dalam satu sistem kontrol dengan S-400. Amerika tidak akan mengizinkannya, karena khawatir teknologi yang sangat rahasia akan bocor ke Moskow," katanya.

Upaya pencurian teknologi kemungkinan besar terjadi dan akan dilakukan oleh dua negara adidaya tersebut, untuk mencari titik lemah masing-masing. Nilai tawar Turki akan menjadi penentu, apakah hegemoni Ankara mampu menggoyahkan kedua negara raksasa tersebut.

Sanksi Amerika jadi 'Senjata makan Tuan'

Kebijakan yang diterapkan oleh rezim Donald Trump untuk memberikan sanksi atau hukuman kepada setiap negara yang membeli senjata dari Rusia, ternyata menjadi 'senjata makan tuan' yang sangat merepotkan bagi Washington.

Truk militer Belanda membawa sistem pertahanan rudal Patriot NATO untuk melindungi Turki jika tetangga Suriah meluncurkan serangan, yang diturunkan di pangkalan Incirnik, dekat Adana, Turki, Kamis, 24 Januari 2013. Sebagai sesama anggota NATO, Turki memang mendapat bantuan 'pinjaman' rudal Patriot, namun, kebijakan NATO terhadap Turki dianggap sering tidak tulus dan penuh dengan kepentingan tertentu. (Foto: AP / Rob van Eerden , Kementerian Pertahanan Belanda, HO)
Seperti diketahui, negara-negara yang membeli senjata dari Moskow berisiko terkena sanksi AS di bawah undang-undangnya yang bernama Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).

Namun, penerapan sanksi tersebut tidak berjalan mulus di lapangan. Bahkan sejumlah sanksi, jika benar-benar diterapkan, akan menciptakan musuh baru bagi Amerika. 


Seperti rencana AS yang akan memberikan sanksi kepada India, karena membeli sejumlah alutsista canggih buatan Rusia, seperti misil S-400, jet tempur Sukhoi SU-35 dan kapal selam.

Amerika akhirnya menganulir kembali rencananya untuk menjatuhkan sanksi kepada New Delhi, karena berpotensi akan menciptakan konflik tingkat tinggi dengan India. Status India dianggap sebagai 'pengecualian.'

Hal yang sama juga berlaku untuk Indonesia, yang berencana membeli jet tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia. Rencana Amerika yang akan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia, juga dianulir tanpa alasan yang jelas.

Militer Turki juga sebelumnya berada dalam ancaman Sanksi Amerika. Tapi sikap 'ngotot' rezim Erdogan membuat AS juga serba salah. Turki sempat menyatakan akan melawan segala sanksi dan ancaman yang dilontarkan oleh Amerika.

Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar pada hari Kamis mengatakan, pembelian sistem pertahanan canggih buatan Rusia itu merupakan kebijakan nasional mereka dan akan disebar untuk melindungi wilayah negaranya mulai Oktober 2019.

Akar mengatakan Turki menghadapi ancaman rudal, namun tidak tidak menyebut asal ancaman tersebut. "Kita harus melawan ancaman itu," ujarnya. Akar menegaskan, kontrak untuk kesepakatan S-400 sudah ditandatangani dengan Rosoboronexport, agen ekspor senjata utama Rusia.

Rudal S-400 buatan Rusia, yang rencaananya akan dibeli India dan Turki, merupakan sistem pertahanan udara canggih terkuat di muka bumi yang hingga kini belum bisa dilampaui oleh Amerika dan NATO sekalipun. (Foto: Vasily Fedosenko / Reuters)
“Jadwal yang disepakati bergerak maju sesuai jadwal. Program tersebut saat ini sudah masuk pada tahap "memilih personel" untuk penyebaran dan pengoperasian sistem S-400," katanya.

Seperi diberitakan, Turki menandatangani kontrak senilai USD2,5 miliar dengan Rusia pada bulan Desember 2017, terkait pembelian sistem pertahanan canggih rudal S-400. Kesepakatan itu memicu kemarahan Amerika.

Para anggota parlemen AS memberikan suara untuk menghentikan sementara penjualan jet tempur F-35 Lockheed Martin ke Turki. Padahal, Ankara telah komitmen untuk membeli 100 unit jet tempur siluman F-35.


Bahkan negosiasi yang sebelumnya sudah terbentuk dengan tim perusahaan Amerika, yakni Raytheon, Lockheed Martin dan Eurosam, menjadi buntu di tengah jalan. (jm)

Sumber:
Russia Today / Reuters
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus