“Hari ini baca, Sukanto Tanoto, dia bilang Indonesia cuma bapak angkatnya, bapak kandungnya China. Coba, dia lahir disini, gede disini, kawin disini, bisnis disini, ngemplang pajak juga disini. Begitu dia di Cina, dia bilang bapak angkat gue tuh Indonesia, bapak kandungnya China,"JAKARTA -- Sejak era pemerintahan Presiden Joko widodo, banyak membawa angin perubahan di tengah masyarakat, salah satunya adalah mulai kembali timbul suara-suara ketidakpuasan, keresahan dan kebencian rakyat Indonesia pribumi terhadap warga etnis keturunan Cina.
Keresahan rakyat pribumi Indonesia bukan tanpa alasan, pasalnya kini etnis Cina yang menguasai mayoritas kekayaan negara ini dianggap semakin semena-mena dan sering menghina maupun melecehkan bangsa Indonesia, tempat dimana warga Cina itu mencari makan dan kehidupan.
Seperti halnya terjadi baru-baru ini, rakyat Indonesia dibuat gempar dengan pernyataan berani dan menghina yang dilakukan seorang konglomerat Cina pemilik The Royal Golden Eagle International Sukanto Tanoto. Pengusaha tajir keturunan Cina ini terang-terangan menghina Indonesia dengan menyebut NKRI tak lebih sebagai negara kedua dan negara persinggahan baginya.
Pernyataan Sukanto Tanoto bos besar Asian Agri yang pernah tersangkut kasus penggelapan pajak ini terekam saat tampil sebagai narasumber dalam sebuah acara televisi di Cina. Wawancara Sukanto Tanoto itu langsung ramai dibicarakan di tanah air dan menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia.
“Saya lahir dan besar di Indonesia. Menempuh pendidikan, menikah dan memulai bisnis juga di sana. Tetapi Indonesia adalah ayah angkat bagi saya, karena itu ketika pulang ke Cina saya merasa menemukan ayah kandung. Itu karena saya masih merasa orang Cina,” ujar Sukanto Tanoto saat itu.
Tak ayal lagi pengakuan Sukanto Tanoto itu langsung menghebohkan tanah air, yang umumnya mengecam dan mempertanyakan kesetiaan dan nasionalisme Sukanto Tanoto kepada NKRI.
Bahkan bukan hanya masyarakat umum, para tokoh nasional dan pejabat negara pun mengeluarkan komentar pedas mengecam pengusaha Cina itu, yang dianggap telah menginjak-injak harkat dan martabat serta kedaulatan Indonesia.
Sukanto Tanoto saat diwawancarai sebuah televisi Cina, yang menyebutkan Indonesia tak lebih hanya sebagai negara persinggahan baginya, dan Cina tetaplah ayah kandungnya. |
“Hari ini baca, Sukanto Tanoto, dia bilang Indonesia cuma bapak angkatnya, bapak kandungnya China. Coba, dia lahir disini, gede disini, kawin disini, bisnis disini, ngemplang pajak juga disini. Begitu dia di Cina, dia bilang bapak angkat gue tuh Indonesia, bapak kandungnya China,” tuturnya, saat menghadiri Deklarasi Rumah Amanah Rakyat di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
Dalam deklarasi itu turut hadir sejumlah tokoh nasinal. Diantaranya Rizal Ramli, Yusril Ihza Mahendra, Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, Irjen Pol (Purn) Mayjend TNI (Purn) Prijanto, KRT Permadi Satrio Wiwoho (Permadi), Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edi Purdjiatno, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lulung Lunggana, Hatta Taliwang, Ferdinan Hutahaean, Lily Chodidjah Wahid, aktifis HAM Ratna Sarumpaet, Sasmito Hadinegoro, Marsda TNI (Purn) Amirullah Amin, Muhammad Rifki atau Eki Pitung, Lieus Sungkarisma dan Marwan Batubara.
Sebagai generasi yang lahirnya sama dengan kemerdekaan Republik Indonesia, Ruki mengajak seluruh komponen bangsa bergerak memperbaiki keadaan. Tidak lagi diam dan membiarkan Jakarta diubah seperti Singapura. Dimana penduduk aslinya, Melayu, cuma menjadi orang nomor dua.
“Masuk di Hong Kong kita dianggap kelas kuli, masuk di Arab didagangin, pergi ke Malaysia dianggap tukang kebon. Tidak punya lagi martabat, itu Indonesia. Anda mau? Jakarta mau jadi kayak Singapura. Gimana orang Melayu sekarang, paling banyak jadi tukang parkir, paling banyak jadi sopir taksi,” jelas dia.
Tak hanya Ruki, Anggota DPD, Gede Pasek Sardika meretweet berita, terkait pengakuan Sukanto Tanoto itu, dengan menambahkan komentar: "Manusia Model begini diberikan kekayaan di republik ini?"
Sementara pakar Imam B Prasojo dalam akun facebooknya menshare video tersebut dan mempertanyakannya nasionalisme Sukanto Tanoto: INDONESIA HANYA SEKADAR "AYAH ANGKAT"?
Pengusaha Cina Merendahkan TNI
Sikap hampir sama juga dilakukan pengusaha Cina, Tommy Winata, yang menyebut TNI lebih rendah dibandingkan Satuan Pengamanan (Satpam). Peristiwa itu terjadi ketika Tommy Winata berbicara dengan Gubernur DKI Jakarta keturunan Cina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Tommy Winata pamer kepada Ahok bahwa ia memiliki kedekatan dengan mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dengan menceritakan kehebatan Satpam Tommy Winata yang mampu menjaga hutan di pulau pribadinya seluas 60.000 di kepulauan seribu.
"Jumlah satpam saya yang menjaga hutan tersebut sebanyak 300 orang yang dipersenjatai, hasilnya hutan utuh, sedangkan Panglima TNI punya tentara 2 batalyon menjaga 60.000 hektar hutan, hasilnya gundul semua," kata Tommy Winata saat itu.
Bukan hanya itu, bahkan Tommy Winata terang-terangan akan membunuh siapapun warga Indonesia yang berani mengganggu dan mengusik dirinya maupun property kekayaannya. Hal ini diakuinya disampaikan langsung Tommy Winata ketika ia berbicara di depan Panglima TNI dan Kapolda.
Tommy Winata mengatakan telah memerintahkan seluruh anak buahnya, wajib Membunuh jika ada orang yang ingin menyerang maupun mengganggu dirinya, oleh karena itu anak buahnya dilengkapi dengan senjata laras pendek berpeluru Tajam, bahkan senjata itu lebih canggih daripada yang dimiliki pasukan kepolisian sekalipun.
Mendengar komentar Tommy Winata tersebut, Sambil tertawa Gubernur Ahok meminta Tommy Winata untuk membantunya dengan memerintahkan anak buahnya yang bersenjata itu untuk membasmi pedagang kaki lima yang berjualan di lapangan Monas. Saat ini, setidaknya rekaman percapakan Ahok dan Tommy Winata itu telah tersebar ke sejumlah media sosial.
Etnis China dan Nasionalisme Semu
Terkait peristiwa ini, sejumlah pakar dan tokoh nasional meyakini, semakin berani dan tidak beradabnya sikap yang ditunjukkan pengusaha Cina saat ini tak lepas dari faktor penguasa. Seperti diketahui bahwa naiknya Presiden Joko Widodo menduduki kursi RI-1 tak lepas dari bantuan dana dan dukungan dari para pengusaha dan konglomerat Cina.
Pengusaha Cina, Tommy Winata saat bersama Gubernur Ahok. (foto: Youtube) |
Para warga dan pengusaha Cina yang memiliki jasa besar kepada Jokowi, merasa berhak meminta balas budi dengan memberikan akses kemudahan dan perlindungan lebih kepada mereka.
Hal inilah yang menjadi latar belakang kenapa para pengusaha Cina seakan merasa paling berkuasa di negara ini bahkan dibandingkan presiden maupun TNI sekalipun, dengan menginjak-injak harkat, martabat dan kedaulatan rakyat pribumi dan NKRI.
Selain itu, pengakuan terbuka konglomerat Cina Sukanto Tanoto yang menyatakan bahwa Indonesia tak lebih hanyalah rumah kedua dan negara singgahan baginya, semakin memperkuat kecurigaan berbagai kalangan bahwa etnis China di Indonesia menerapkan nasionalisme ganda dalam bernegara.
Di satu sisi mereka mengaku sebagai warga negara Indonesia, tetapi disisi lain mereka secara turun temurun tetap tidak mau lepas dari tanah leluhur mereka di Cina daratan, dan jika ada sebuah peristiwa terjadi di Indonesia yang dapat mengancam kemakmuran mereka, dengan mudah mereka akan langsung ke Cina.
Hal ini pernah disinggung oleh wakil Presiden Jusuf Kalla, yang mengkritik, jika etnis Cina benar-benar mencintai Indonesia, seharusnya mereka tidak lagi membawa-bawa nama Cina dan kepentingan Cina di Indonesia.
"Kalau tadi disebutkan suku-suku Hokkian, Hakka, Kanton dan sebagainya, maka ke depan Tionghoa Indonesia tak perlu selalu dikait-kaitkan dengan suku-suku leluhurnya di sana. Kalau mau konsekuen sebut saja Tionghoa Medan, atau Tionghoa Indonesia bukan lagi dikait-kait dengan leluhur," kata Wapres Jusuf Kalla saat menghadiri sebuah perayaan Cap Go Meh di Jakarta.(*JM)
*Berbagai sumber