Ironi Rusia: Digdaya di Bidang Militer, Jadi Pecundang di Sepakbola - Jalur Militer

Ironi Rusia: Digdaya di Bidang Militer, Jadi Pecundang di Sepakbola

Tentara Rusia menyaksikan prajurit Ukraina bermain sepakbola di Belbek Sevastopol International Airport di wilayah Crimea, yang berada dalam zona konflik. Tim dari wilayah Crimea sekarang akan bermain di liga Rusia. (Foto: Istimewa)
MOSKOW -- Jika berbicara teknologi perang dan kekuatan militer, Rusia adalah jagoannya. Hingga kini, Amerika Serikat, NATO dan seluruh bangsa-bangsa di dunia sangat berhati-hati jika berurusan dengan Rusia. 

Bahkan, setelah runtuhnya Uni Soviet, Moskow sempat diprediksi akan tamat, tapi ternyata negara itu hanya berganti wajah. Kini Rusia dipandang menjadi negara adidaya yang lebih "bijaksana."

Masalah militer, Rusia boleh saja paling unggul, namun tidak dalam urusan olahraga sepakbola. Dalam masalah olahraga paling diminati sejagad itu, Rusia dipandang hanya jadi pecundang di benua Eropa bahkan di tingkat dunia.

Tim sepak bola nasional Rusia menggoreskan performa yang buruk pada Euro 2016. Terbilang sulit untuk melakukan perubahan besar dalam waktu dua tahun menjelang Piala Dunia. 


Meski masyarakat mencela kegagalan Rusia dalam Euro 2016, pemerintah tak mengambil langkah sistematis untuk memperbaiki situasi tim nasional. Menteri Olahraga Rusia Vitaly Mutko mengaitkan buruknya performa tim dengan kekurangan jumlah pemain.

Masalah terbesar dalam sepak bola Rusia sesungguhnya adalah adanya ‘lubang neraka’ antara pemain sepak bola profesional dan amatir. Piramida sepak bola, salah satu prinsip utama FIFA, pada dasarnya dihancurkan di Rusia.

Jumlah minimal klub profesional yang akan bepartisipasi dalam tiga divisi Rusia pada musim 2016 – 2017 ialah 94 (hanya 12 di antaranya dari Siberia dan Timur Jauh).

Dua orang suporter timnas Rusia terlihat berwajah murung, setelah menyaksikan pertandingan babak penyisihan grup antara Rusia dan Wales pada Euro 2016. (Foto: Vladimir Pesnya / RIA Novosti)
Jumlah penonton juga menyedihkan: jumlah rata-rata penggemar yang menonton pertandingan Liga Primer Rusia pada musim 2015 – 2016 ialah 11.046 (dalam Bundesliga Jerman terdapat 43.300 penonton dan Liga Primer Inggris 36.452).

Sepak bola profesional di Rusia semakin hari semakin elit. Pemain berbakat dari daerah sulit menembus tim besar. Hanya anak-anak dari keluarga terhormat yang diterima di akademi klub penting. 


Padahal, hanya di situ pemain muda berkesempatan mengembangkan karir profesional mereka. Daerah-daerah di Rusia tak punya liga sepak bola anak-anak. Mereka juga kekurangan pelatih yang mau dibayar murah.

Buruknya kondisi persepakbolaan Rusia, mendapat kecaman seluruh lapisan rakyat di negara itu. 


Salah satu bentuk kemarahan para pecinta sepak bola Rusia diperlihatkan dengan munculnya petisi untuk membubarkan tim nasional Rusia, yang telah ditandatangai oleh hampir satu juta pengguna internet.

Namun kemarahan tersebut tak menghasilkan apa-apa karena setelah turnamen utama tim nasional memang selalu dibubarkan dan kemudian dibentuk kembali dengan pelatih baru.

Buruknya Manajemen

Terdapat sejumlah masalah besar yang membuat sepak bola Rusia menjadi salah satu yang terburuk dibanding negara Barat lainnya. Diantaranya adalah buruknya manajemen. Sejumlah masalah seperti;


Pertama, masalah pelatih. Pelatih utama tim nasional Rusia saat ini, Stanislav Cherchesov, dikenal akan metode kerasnya dalam menangani pemain. Di Rusia, banyak pihak yang melihat ini sebagai keuntungan. 


Ada pandangan bahwa pemain bola Rusia hanya paham metode ‘cambuk’. Namun anehnya, Cherchesov, mantan kiper tim nasional Rusia, sukses melatih di Eropa. Pada musim lalui ia memenangkan Liga Polandia bersama Liga Warsawa.
"Di Amerika, Anda menendang bola. Di rusia soviet, sepak bola menendang Anda!" Adalah sebuah sindiran bernada ejekan yang sering disematkan kepada Rusia, jika berbicara dunia sepak bola. Negeri Beruang Merah tersebut seakan menjadi pesakitan dalam hal olahraga si kulit bundar ini. (Foto; Istimewa)
Sementara, pengunduran diri pelatih utama Leonid Slutsky menciptakan kekacauan taktik dan memicu cedera di kalangan pemain utama. 

Apalagi, perhatian publik tak hanya fokus pada masalah tim nasional, melainkan pada tingkah ‘tak pantas’ dua pemain, Alexander Kokorin dan Pavel Mamaev, yang setelah turnamen menghamburkan uang sebesar 250 ribu euro dengan menggelar pesta sampanye di sebuah klub di Monte Carlo.

Kedua, timnas butuh kesempatan. Bahkan jika tak ada perubahan besar dalam sepak bola Rusia, tim nasional masih bisa tampil baik berkat situasi yang mendukung. 

Dalam sepak bola, di mana rata-rata 1 – 2 gol dicetak per pertandingan, kesempatan berperan besar. Dan dukungan dari penggemar tuan rumah dapat menciptakan keajaiban.

Khususnya karena kondisi awal tim Rusia terbilang bagus. Menjadi tuan rumah, Rusia tak perlu melakukan pertandingan kualifiasi dan akan ditaruh pada gawang pertama dalam pertandingan, yang berhadapan dengan pesaing lemah di grupnya.


Pada kenyataannya, Rusia memang digdaya dan adikuasa dibidang penguasaan dan penciptaan senjata-senjata canggih, memiliki militer terkuat di muka bumi, namun, soal si 'kulit bundar' ternyata si 'Beruang Merah' seakan tidak memiliki taring.

Akankah ada sebuah gerakan revolusi dalam perkembangan olahraga sepak bola Rusia, dan membuktikan dirinya sebagai negara yang unggul dalam segala hal? mungkin hanya waktu yang bisa menjawab.(JM)

Sumber: rbth.com
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus