"Ada upaya-upaya dari kelompok separatis, tujuannya mereka ingin masuk tetapi mereka kan bukan negara, hanya NGO. Ya tidak bisa lah,"JAKARTA -- Organisasi Separatis Papua Merdeka (OPM) setelah tidak mendapat sambutan dan tempat di tengah-tengah masyarakat Papua, sepertinya tak patah arang.
Saat ini kelompok pengacau keamanan itu melalui sayap politiknya di luar negeri terus berusaha mempengaruhi negara-negara lain bahwa rakyat Papua ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jualan bahasa propaganda yang selalu mereka usung adalah bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat di Provinsi Papua yang dilakukan oleh TNI dan pemerintah Indonesia.
Selain itu masalah kemiskinan dan ketimpangan pembangunan di tanah Papua juga dijadikan senjata untuk menyudutkan pemerintah Indonesia di kancah internasional.
Kini salah satu propaganda yang ingin diusung para separatis Papua adalah perbedaan ras antara Melayu dan Melanesia.
Melalui organisasi sayap politik Gerakan Pembebasan Papua Barat (UMLWP) yang didanai oleh negara-negara barat, masalah perbedaan ras mendapat sambutan dalam organisasi negara-negara kecil yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG).
Dalam organisasi yang beranggotakan negara-negara tertinggal di kepulauan Pasifik ini, ULMWP berusaha menjadi anggota dan bergabung dengan organisasi itu, sebagai upaya legitimasi bahwa keberadaan mereka diakui di kancah internasional.
MSG ialah organisasi lintas pemerintah yang terdiri dari empat negara yakni Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu; Front Pembebasan Nasional Sosialis dan Kanak Kaledonia Baru –aliansi partai-partai politik prokemerdekaan Kaledonia Baru.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan Indonesia mewaspadai potensi gerakan separatis dalam pertemuan tingkat tinggi Kelompok Negara-Negara Melanesia (MSG) yang akan berlangsung di Kepulauan Solomon, 14-16 Juli 2016.
"Ada upaya-upaya dari kelompok separatis, tujuannya mereka ingin masuk tetapi mereka kan bukan negara, hanya NGO. Ya tidak bisa lah," ujar dia saat ditemui usai menggelar rapat tentang "Crisis Centre" pembebasan sandera WNI ABK di Jakarta, Jumat malam (1/7).
Saat ini Indonesia merupakan salah satu anggota tidak tetap. Dalam upaya menaikkan status dari kelompok peninjau menjadi anggota penuh MSG, UMLWP dianggap tidak memiliki legitimasi dan tidak mewakili masyarakat Papua.
Menurut Luhut, tudingan Indonesia kerap menganaktirikan Papua dengan tidak mengindahkan kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di pulau tersebut tidak terbukti.
Pasalnya, pemerintah Indonesia telah mengupayakan penanganan dan penyelesaian masalah HAM di Papua secara holistik melalui pembentukan tim terpadu yang bertugas menghimpun data, informasi, dan analisa, kemudian melaporkan hasilnya kepada Presiden Joko Widodo.
Tim terpadu yang dibentuk Kemenkopolhukam ini bertujuan mempercepat penuntasan penyelidikan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat, yang telah diinisiasi Komnas HAM pada 2011.
Dengan tidak melakukan intervensi terhadap kinerja tim terpadu, Luhut menegaskan siapa pun yang diketahui bersalah dalam kasus pelanggaran HAM di Papua akan diproses hukum.
Untuk mendukung proses penyelidikan yang transparan, Menteri Luhut juga mengundang Dubes Selandia Baru untuk Indonesia Trevor Matheson, Dubes Solomon untuk Indonesia Salana Kalu, Dubes Fiji S T Cavuilati dan Dubes Papua Nugini Peter Ilau sebagai pengamat.
"Keempat dubes itu memberi tanggapan positif atas kebijakan ini. Semua mengapresiasi pemerintahan Presiden Joko Widodo," katanya. (JM)