“Meskipun kebanyakan barang yang dijualbelikan adalah senjata ringan tradisional, pistol hingga senapan manual dan senapan mesin, terdapat juga sistem persenjataan yang lebih signifikan, yang dapat memberi dampak di medan perang atau digunakan teroris,"TRIPOLI -- Jika di Indonesia media sosial ternama Facebook bisa sangat ketat dalam menyeleksi dan memblokir akun-akun yang dianggap menyalahi aturan, lain halnya kondisi di Libya. di negara tersebut senjata berat untuk perang justru dijual melalui media Facebook.
Studi terbaru menunjukkan bahwa perdagangan senjata ilegal di Libya dilakukan melalui media sosial, khususnya Facebook. Studi yang dilakukan selama 18 bulan itu menemukan penjualan berbagai senjata, dari pistol hingga granat berpeluncur roket. Kebanyakan ditawarkan di grup Facebook secara “tertutup” atau “rahasia”.
Laporan studi itu menggunakan data yang dikumpulkan oleh Armament Research Services (ARES) dari total 1.346 transaksi jual-beli. Peneliti yakin ini hanya sebagian kecil dari jumlah perdagangan di media sosial yang sebenarnya. Laporan itu dirilis pada Kamis (07/04), namun BBC Newsnight menerima telah menerima salinannya terlebih dahulu.
Jumlah anggota dalam satu grup bervariasi, dari 400 hingga hampir 1.400 anggota. Beberapa grup punya nama yang jelas, seperti The Libians Firearms Market (Pasar Senjata Libia) yang kini telah ditutup, dan banyak grup yang masih aktif selama 18 bulan waktu studi, hal ini mengisyaratkan, kata peneliti, bahwa grup seperti ini jarang dilaporkan ke pengelola situs.
Perdagangan gelap senjata melanggar persyaratan layanan Facebook, dan juru bicara Facebook mengatakan bahwa mereka menganjurkan pengguna untuk melaporkan hal seperti itu.
Peneliti yakin perdagangan di media sosial mulai populer pada 2013, dan pasarnya terus tumbuh. Mereka menelusuri perdagangan senjata ringan di situs-situs media sosial termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, dan Telegram. Alhasil, volume penjualan terbesar ditemukan di Facebook.
Sebagian besar senjata yang dijualbelikan adalah pistol atau senapan. Jenis senapan paling populer ialah Kalashnikov, yang terjual seharga rata-rata 1800 dinar Libia (Rp17 juta).
Salah satu tampilan grup penjual senjata berat di Libya melalui media sosial Facebook. |
“Manpad adalah sistem anti-pesawat udara. Kami tak hanya menemukan sejumlah sistem yang komplet, tapi juga komponen individunya. Senjata ini tidak begitu ampuh melawan pesawat tempur modern, tapi ancaman besar terhadap pesawat sipil.” Peneliti menemukan sistem anti-pesawat udara dibanderol hingga 85.000 dinar Libia (sekitar Rp816 juta).
Salah satu tawaran meliputi senapan anti-udara yang dilengkapi satu unit truk. 'Tertutup' dan 'Rahasia' Kebanyakan perdagangan berpusat di kota-kota besar, terutama Tripoli, Benghazi, dan Sabratha. Pembelinya adalah gabungan dari milisi yang membeli senjata untuk berperang, dan milisi yang hendak menyingkirkan senjata mereka karena sudah tak terpakai.
Kebanyakan penjual berusia 20 atau 30-an, dan transaksi sering diselesaikan lewat pesan pribadi atau telepon.
Seorang anak kecil Libya saat sedang mempelajari menggunakan sebuah senapan AK47. Perang yang berkepanjangan yang terjadi di Libya saat ini memaksa anak-anak juga turut andil ke medan perang untuk mempertahankan diri mereka. (Foto: istimewa)
Mendiang Moammar Khadaffy dikenal sebagai pembeli senjata yang obsesif dan mengendalikan pasar senjata dengan ketat. Selama 40 tahun berkuasa, diperkirakan dia membelanjakan lebih dari 30 miliar dollar AS atau sekitar Rp 395 triliun untuk senjata. Ketika pasukan pemberontak menggulingkan rezimnya pada 2011, timbunan senjata milik Khadaffy dijual bebas ke pasar gelap.
Kebanyakan perdagangan berpusat di kota-kota besar, terutama Tripoli, Benghazi, dan Sabratha. Pembelinya adalah gabungan dari milisi yang membeli senjata untuk berperang, dan milisi yang hendak menyingkirkan senjata mereka karena sudah tak terpakai. (*JM)
Sumber: BBCIndonesia