"Saat ini kita telah memasuki babak baru dalam hubungan ini, khususnya dalam bidang militer. Indonesia dan Rusia adalah dua negara yang bersahabat. Kita memiliki kerjasama tehnik militer yang sangat aktif."JAKARTA -- Pemerintah Federasi Rusia menyatakan siap dan bersedia untuk kembali memperkuat postur pertahanan Indonesia, hal ini disampaikan Atase Militer Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Kolonel Nikolay Nikolayuk, di Hotel Borobudur, Jakarta, dalam moment Perayaan Hari Pasukan Bersenjata Rusia.
Nikolayuk menegaskan, Rusia selalu siap mengembangkan dan memperkuat militer Indonesia sejauh yang Indonesia inginkan, karena kedua negara memiliki hubungan sejarah yang sangat panjang dan dalam. Dia menyebut, sejak awal kemerdekaan Indonesia, Rusia sudah memberikan dukungan dari segi politik maupun militer ke Indonesia.
"Berbicara mengenai sejarah hubungan bilateral antara Rusia dan Indonesia, saya ingin menyampaikan bahwa Rusia sudah menyediakan banyak dukungan militer dan politik kepada Indonesia sedari awal kemerdekaan (Indonesia)," ucap Nikolayuk, dilansir dari Sindonews.com, Senin (26/2/2018).
Nikolayuk mengatakan, saat ini hubungan kedua negara sudah mencapai babak baru, khususnya dalam bidang militer. Indonesia telah lama mengoperasikan berbagai alutsista dan persenjataan buatan Rusia, dan jika memungkinkan, Rusia akan memberikan bantuan kerjasama militer untuk Indonesia, hingga kembali menjadi yang terkuat di wilayah bumi bagian selatan.
"Saat ini kita telah memasuki babak baru dalam hubungan ini, khususnya dalam bidang militer. Indonesia dan Rusia adalah dua negara yang bersahabat. Kita memiliki kerjasama tehnik militer yang sangat aktif. Waktu demi waktu kita meningkatkan hubungan antar-militer. Dan sangat penting bagi kita untuk menggarisbawahi bahwa Rusia siap untuk mengembangkan proses ini sejauh yang Indonesia inginkan," ucapnya.
Namun, Rusia menyadari semuanya kembali ke pihak Indonesia dan bagaimana merespon tawaran yang diberikan Moskow. Sebab, kerjasama kedua negara akan tetap berjalan diberbagai bidang.
Atase Militer Kedutaan Besar Rusia di Jakarta, Kolonel Nikolay Nikolayuk. (Foto: Istimewa) |
Persahabatan Tak Lekang Oleh Zaman
Sejarah mencatat, hubungan Indonesia-Rusia atau dulu dikenal dengan Uni Soviet, hampir sama tuanya dengan umur Republik Indonesia. Uni Soviet sudah memberikan bantuan bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka. Soviet mendukung gerakan antikolonialisme di Asia dan tertarik dengan misi Soekarno untuk membebaskan seluruh Hindia Timur dari kolonial Belanda.
Pada Desember 1949, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia di seluruh bekas wilayah Hindia Belanda, kecuali Papua. Pemerintah Belanda beralasan bahwa pulau dan suku-suku yang mendiami Papua memiliki kebudayaan mereka sendiri yang berbeda dengan wilayah Indonesia lainnya.
Soekarno akhirnya memimpin gerakan kemerdekaan Indonesia, membuat misi untuk membebaskan wilayah yang saat itu disebut sebagai Irian Barat dari kekuasaan Belanda. Upaya S0ekarno untuk membebaskan Irian Barat dimulai dengan melakukan negosiasi bilateral langsung dengan Belanda.
Ketika langkah ini gagal, Indonesia kemudian mencoba untuk menggalang dukungan di Majelis Umum PBB. Namun, hal ini pun terbukti sia-sia. Pada tahun 1956, Presiden Soekarno, melakukan kunjungan pertamanya ke Moskow.
Di Moskow, sang presiden pertama RI membahas sengketa negaranya dengan Belanda. Pemimpin Soviet Nikita Khrushchev ketika itu, dengan cepat mengumumkan dukungannya terhadap Indonesia.
Moskow mulai mempersenjatai angkatan bersenjata Indonesia. Dari akhir 1950-an hingga akhir masa kepemimpinan Soekarno pada 1966, Uni Soviet telah memasok Indonesia dengan satu kapal penjelajah, 14 kapal perusak, 8 kapal patroli antikapal selam, 20 kapal rudal, beberapa kapal torpedo bermotor dan kapal meriam, serta kendaraan-kendaraan lapis baja dan amfibi, helikopter, dan pesawat pengebom.
Aktivitas militer Indonesia terus meningkat di wilyah yang dipersengketakan sampai pertengahan tahun 1962. AURI mulai beroperasi dari pangkalan di pulau-pulau sekitar Irian Barat dan pesawat pengebom Tupolev Tu-16 yang dikirim Soviet, lengkap dengan misil antikapal AS-1 Kennel/KS-1 Kome, dikerahkan untuk mengantisipasi serangan kapal HNLMS Karel Doorman milik Belanda.
“Situasi benar-benar berubah ketika Indonesia dipersenjatai oleh Soviet. Belanda sudah kalah perang dengan rakyat Indonesia dan tidak siap untuk berurusan dengan tentara Indonesia yang dilengkapi dengan senjata modern,” kata Clarice Van den Hengel, seorang peneliti dan ahli Indonesia yang tinggal di Den Haag, seperti dilansir dari RBTH.
Dengan dukungan persenjataan Soviet, Indonesia memulai kebijakan konfrontasi dengan Belanda pada tahun 1960. Tahap akhir konfrontasi memaksa invasi militer skala penuh, suatu rencana berisiko yang akan memaksa Amerika Serikat untuk campur tangan dan membantu Belanda.
Tetapi pihak sekutu yang ingin kembali mengangkangi Indonesia, sadar, bahwa kini Indonesia tidak mudah untuk ditaklukkan kembali. Bantuan militer skala penuh dari Uni Soviet ketika itu, akhirnya memaksa Belanda, Sekutu dan Amerika, segera angkat kaki dari wilayah Nusantara.[*JM]