"Ini bukanlah hal yang baru bagi kami, ini merupakan gaya diplomasi Amerika Serikat terhadap Iran sejak 30 tahun yang lalu. Itu bukan hal yang baru bagi kami,"JAKARTA -- Sebagai sebuah negara adidaya, Amerika Serikat ternyata hingga kini belum juga bisa menyentuh negara yang paling dibencinya di Timur Tengah, yaitu Iran. Walau AS dan negara-negara sekutunya sudan menjatuhkan sanksi berkali-kali kepada negara para mullah tersebut, Iran bukannya melemah tapi justru semakin kuat dan mandiri.
Salah satu yang dikagumi kalangan internasional saat ini terhadap Iran adalah kemandirian dalam membangun dan menciptakan teknologi terbaru terutama dalam hal persenjataan dan sistem pertahanan.
Meski beribu sanksi menghadang, Republik Islam Iran mampu menciptakan inovasi dan peralatan tempur secara mandiri, walau AS, Israel dan sekutunya tetap berusaha menghalangi upaya Iran tersebut.
Berita terheboh saat ini mengenai Iran adalah pembelian sistem pertahanan udara S-300 dari Rusia. AS, Israel dan para sekutunya selama ini terus berusaha menghalangi Iran memiliki sistem pertahanan canggih tersebut. Karena dikhawatirkan akan mengancam hegemoni Amerika dan Israel di kawasan Timur Tengah.
Atase Militer Kedutaan Besar Iran di Jakarta, Kolonel Shahriar Dasin mengatakan, dirinya sudah tidak merasa aneh dengan sikap Amerika Serikat (AS) yang coba menjegal upaya Iran membeli jet tempur Su-30 dari Rusia. Menurutnya, hal semacam itu sudah dilakukan AS sejak tiga dekade lalu.
"Ini bukanlah hal yang baru bagi kami, ini merupakan gaya diplomasi Amerika Serikat terhadap Iran sejak 30 tahun yang lalu. Itu bukan hal yang baru bagi kami," ucap Dasin pada Jumat (15/4).
Daya jangkau sistem pertahanan udara S-300 yang dibeli Iran dari Rusia, jika ditempatkan di kawasan Timur Tengah. (Gambar: istimewa) |
S-300 Membuat Iran Kebal dari Serangan
Terkait pembelian sistem pertahan udara S-300 itu, analis politik asal Turki, Hakan Gunes menuturkan, sistem pertahanan udara S-300 akan membuat Iran kebal dari ancaman Israel dan Arab Saudi, dua rival terbesarnya di Timur Tengah.
"Israel dan Arab Saudi lebih dari sekali membuat pernyataan tentang serangan rudal jarak menengah pada infrastruktur Iran. Pernyataan-pernyataan ini menjadi tidak relevan sekarang, bila melihat fakta Iran telah menerima S-300," kata Gunes, seperti dilansir Sputnik pada Jumat (15/4).
Dirinya juga menuturkan, S-300 sejatinya bukanlan senjata yang ditujukan untuk menyerang, tapi senjata yang didesain untuk bertahan. Sehingga, S-300 pada faktanya tidak akan memberikan ancaman kepada negara lain.
Namun, lanjut Gunes, akibat pernyataan-pernyataan yang kerap dibuat Saudi dan Israel, S-300 kemudian terlihat seperti yang mengancam. Inilah yang pada akhirnya akan membuat hubungan antara Iran dengan negara-negara anti-Iran lainnya, seperti Turki dan Qatar akan terus memburuk.
"Terus memburuknya situasi terkait dengan pengiriman S-300 buatan Rusia ke Iran tidak lepas dari provokasi yang dibuat Arab Saudi dan Israel. S-300 adalah senjata defensif, dan bukan senjata ofensif," tutur Gunes.
Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin, saat bertemu sekutunya Presiden Iran Hassan Rouhani. (Foto: istimewa) |
Dirinya menyebut penjualan senjata itu melanggar resolusi DK PBB 2231, yang terkait dengan kesepakatan nuklir dengan Iran. Rusia sendiri mengatakan, tidak ada satupun resolusi DK PBB yang melarang penjualan jet tempur tersebut.
Selain itu, Rusia juga menyebut, bahwa mereka tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan dan mendapatkan izin dari DK PBB untuk melakukan kesepakatan penjualan Sukhoi SU-30 dengan Iran.(*JM)
Sumber: Okezone/Antaranews