Kuatnya citra TNI di kalangan masyarakat saat ini mendapat sorotan dari sejumlah pengamat asing, TNI dianggap mulai memperkuat pengaruhnya dalam ranah sipil di Indonesia. (Foto: istimewa) |
“Konsep ‘perang proksi’ milik TNI mengubah ancaman internasional menjadi bahaya domestik dan karenanya membenarkan peran militer di ranah domestik.JAKARTA -- Kebijakan yang dibuat TNI dalam beberapa waktu terakhir untuk ikut terlibat dalam masalah bersifat non militer yang banyak terjadi di Indonesia, ternyata juga dipantau oleh sejumlah pengamat Asing.
Adalah Sidney Jones, seorang pengamat yang diduga banyak kalangan sebagai salah satu antek agen CIA di Indonesia, kembali mengeluarkan pandangannya terhadap TNI. Bukan kali ini saja Jones mengkritisi TNI, pada era 1970-1980-an, ia aktif mengamati masalah pelanggaran hak asasi manusia oleh rezim Orde Baru, termasuk di Timur Loro Sa'e.
Begitu pun pada saat kerusuhan tahun 1997-1999, Sidney Jones banyak memberikan pandangan negatif terhadap TNI dan pemerintah Indonesia, serta komentarnya yang cenderung sinis terhadap pergerakan Islam di Indonesia.
Menurut Sidney Jones, militer Indonesia terus melebarkan pengaruh karena didorong ketidakpercayaan atas politisi sipil, kemuakan terhadap polisi, dan keyakinan bahwa Indonesia diserang asing melalui cara-cara nonmiliter.
Laporan lembaga kajian konflik, Institute for Policy Analysis of Conflict atau IPAC berjudul The Expanding Role of the Indonesian Military menyoroti perkembangan TNI selama beberapa bulan terakhir.
“Konsep ‘perang proksi’ milik TNI mengubah ancaman internasional menjadi bahaya domestik dan karenanya membenarkan peran militer di ranah domestik. Semuanya, mulai dari krisis asap sampai ke penyuaraan hak-hak LGBT menjadi bukti bahwa musuh asing berupaya melemahkan Indonesia dari dalam,” kata Jones, Direktur IPAC.
Laporan itu menakar seberapa jauh tekanan yang dilakoni TNI untuk melebarkan pengaruhnya, terutama di bidang antiterorisme. Jawabannya, dapat dilihat dalam serangan di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari lalu dan masih buronnya Santoso di Sulawesi Tengah.
Sidney Jones, Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict atau IPAC. (Foto: istimewa) |
Draf UU Antiterorisme
TNI juga tidak diberikan tambahan kekuasaan dalam draf Undang-Undang Antiterorisme yang tengah dibahas di parlemen.
Bagaimanapun, dalam draf itu terdapat pasal 43b yang menyatakan presiden akan menentukan kebijakan dan strategi nasional untuk mengatasi terorisme dan keduanya akan diterapkan oleh kepolisian, TNI, dan badan lainnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Fungsi TNI, menurut pasal itu, akan membantu kepolisian. Namun, batasan bantuan TNI ke kepolisian belum pernah dijelaskan secara rinci dan presiden bisa merumuskan strategi yang di dalamnya memberi keleluasaan bagi TNI. Keleluasaan itu tercermin dalam keterlibatan TNI dalam tugas-tugas non-militer, seperti di bidang pertanian.
Terlibat Dalam Tugas non-Militer
Pada Desember 2015, Menteri Pertanian, Dr Andi Amran Sulaiman, berterima kasih kepada 50.000 petugas Babinsa atas bantuan mereka dalam program ketahanan pangan. Lalu, pada awal Februari 2016, Komandan Korem di Merauke, Provinsi Papua, menekankan salah satu tugas utama Korem adalah membuka lahan di Merauke untuk penanaman padi.
Selain di bidang pertanian, TNI juga dilibatkan dalam upaya pemadaman kebakaran hutan seperti di Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Secara keseluruhan, menurut laporan IPAC, terdapat 5.000 tentara yang dikerahkan selama September-November 2015 di Sumatera dan Kalimantan.
Melebarnya peran TNI ke berbagai sektor menandakan perlunya suatu tinjauan independen terhadap kebijakan pertahanan, strategi, dan struktur kekuatan TNI. Sampai tinjauan rampung, menurut laporan IPAC, maka aktivitas TNI di ranah nonmiliter mesti berhenti dan pemerintah memastikan bahwa ada landasan hukum terkait tugas-tugas non militer yang dilakukan TNI.
Para anggota TNI saat membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera. (Foto: istimewa) |
“Hampir 18 tahun setelah demokrasi ditegakkan kembali, Indonesia masih perlu melembagakan sekat-sekat untuk memastikan adanya batasan terhadap pelebaran tugas militer yang kini berlangsung,” kata Jones.
Memasuki Ranah sipil
Pelebaran peran TNI ke berbagai ranah, termasuk ranah sipil, diamini peneliti LSM Imparsial, Al Araf. Hal ini menurutnya terlihat dari adanya ratusan memorandum of understanding (MoU) antara TNI dengan kementerian, lembaga, universitas, perusahaan, dan pemerintah daerah.
"Berbagai MOU tersebut membuat dinamika TNI masuk kembali ke dalam ranah sipil dan keamanan dalam negeri, seperti terlibat penjagaan stasiun, terminal, seperti masa Orde Baru," ungkapnya kepada BBC Indonesia.
Ditambahkannya, kesepakatan tersebut telah melanggar UU No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dia mengkhawatirkan, praktek seperti itu dapat menjadi celah bagi TNI untuk ‘bermain’ di ranah sipil-politik.
"Sebenarnya itu bukan tugas TNI. Tugas utama TNI adalah alat pertahanan negara," katanya.
Sebelumnya, mantan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam jumpa pers di Mabes TNI, Minggu (04/10), mengatakan pihaknya menyerukan agar anggota TNI 'tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya'.
"Karena reformasi internal, baik secara ritual maupun kultural, telah sepenuhnya tuntas kami laksanakan," tandas Gatot.
Di hadapan wartawan, Gatot Nurmantyo berharap agar prajurit TNI memiliki kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, informasi sipil, dan hak asasi manusia. Dia juga menegaskan, walaupun terdapat kekurangan, TNI saat ini berada dalam 'periodesasi kekuatan yang membanggakan'. (JM)
Sumber: bbc.com