"Selama ini kami memakai satelit asing untuk kepentingan keamanan negara. Itu seharusnya kita bisa punya sendiri yang bisa kita atur operasionalnya secara bebas karena ini menyangkut ketahanan dan pertahanan negara,"JAKARTA -- Butuh waktu lebih dari setengah abad bagi Indonesia untuk meyakinkan diri memiliki satelit pertahanan sendiri. Padahal satelit militer memiliki peran yang sangat besar dan vital bagi sebuah negara berdaulat di era moderen saat ini. Ditambah lagi ancaman yang merongrong kedaulatan Indonesia juga semakin kompleks.
Namun, meski terlambat, setidaknya Indonesia sebentar lagi akan memiliki satelit militer sebagai salah satu alat yang akan digunakan untuk memperkuat pertahanan Indonesia.
DPR RI telah menyetujui pembelian Satelit Pertahanan yang sejatinya telah direncanakan sejak era pemerintahan Orde Baru. Banyak persoalan, pergantian kepemimpinan, maupun rendahnya anggaran pertahanan Indonesia membuat rencana tersebut terus saja tertunda hingga kini.
Wakil Ketua Komisi I DPR Asril Tanjung mengatakan DPR dan pemerintah sepakat membeli satelit pertahanan negara yang pengadaannya paling lambat tahun 2018. Pembelian satelit pertahanan dinilai sangat penting.
"Intinya selama ini kami memakai satelit asing untuk kepentingan keamanan negara. Itu seharusnya kita bisa punya sendiri yang bisa kita atur operasionalnya secara bebas karena ini menyangkut ketahanan dan pertahanan negara," kata Tanjung, seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (28/9/2016).
Dia mengatakan, kesepakatan itu diambil berdasarkan rapat kerja yang beberapa kali diadakan. Menteri Keuangan selaku pengucuran dana dan Menteri Komunikasi dan Informatika selaku pengatur hak patennya juga sepakat akan pembelian itu.
Menurut dia, apabila Indonesia masih menyewa satelit pertahanan dari negara lain, maka negara lain yang mengoperasikannya. Hal ini berbahaya untuk untuk keamanan nasional Indonesia.
"Perlu dipercepat pengadaannya agar Indonesia tidak kehilangan orbit satelit," ujarnya.
Selama ini, Indonesia meminjam satelit negara lain seperti Australia dan Amerika Serikat dengan sistem sewa. Indonesia juga kerap memanfaatkan satelit komunikasi Garuda-1 milik Asia Cellular Satellite buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat.
Menurut dia, persoalannya saat ini ada di pendanaan. Untuk itu, Asril berharap adanya kearifan dari Kementerian Keuangan untuk segera merealisasikan ajuan anggarannya. Alokasi anggaran untuk satelit pertahanan juga sempat tidak disetujui karena masalah harga. Kementerian Pertahanan saat ini mengajukan anggaran sebesar 699 Juta dollar AS dari semula diajukan sebesar 849 juta dolar Amerika Serikat.
Sebenarnya sudah sejak dulu Komisi 1 DPR RI mendesak pemerintah mengalokasikan anggaran lebih besar untuk memperkuat pertahanan Indonesia. Bahkan sejumlah pengamat militer meyakini, jika Indonesia tidak segera mewujudkan satelit militer sendiri, maka akan sangat berbahaya bagi kedaulatan Indonesia.
Ditambah lagi saat ini, wilayah Asia Pasifik semakin memanas semenjak China melakukan invasi melebarkan wilayahnya, hingga menyentuh wilayah Indonesia di Natuna. Indonesia juga harus mewaspadai pangkalan militer Amerika Serikat yang telah mengelilingi Indonesia.
Mewaspadai penguatan militer Australia di perbatasan Papua, dan permainan sejumlah negara-negara pasifik yang saat ini secara terang-terangan menjadi sponsor utama kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Satelit pertahanan menjadi salah satu modal utama bagi Indonesia agar mampu memantau seluruh wilayah kedaulatan NKRI dengan baik. Ditambah lagi, semakin canggih dan pesatnya perkembangan teknologi pertahanan yang dimiliki sejumlah negara saat ini, menjadi hal yang wajib bagi Indonesia untuk memiliki satelit pertahanan sendiri. (*)