Presiden Suriah Bashar Al-Assad menghentikan masa gencatan senjata setelah adanya pengkhianatan yang dilakukan Amerika Serikat beserta koalisi, ISIS dan kelompok pemberontak. (Foto: express.co.uk) |
"Ini adalah tindakan pengecut dalam sejarah peperangan yang dilakukan negara yang mengaku sebagai yang terkuat (AS), mereka menyerang saat kami sedang sibuk membantu para korban perang,"DAMASKUS -- Setelah sempat mengizinkan pelaksanaan genjatan senjata di sejumlah titik konflik, Presiden Suriah, Bashar Al-Assad menghentikan genjatan senjata. Hal ini dilatarbelakangi pada sejumlah tindakan para teroris dan Amerika Serikat yang memanfaatkan masa gencatan senjata untuk memperkuat posisi masing-masing guna kembali menyerang pasukan pemerintah.
Presiden Assad menyalahkan kelompok pemberontak telah melanggar kesepakatan gencatan senjata yang berlangsung selama tujuh hari. Pemerintah Suriah mengklaim, kelompok pemberontak memanfaatkan waktu gencatan senjata untuk mengumpulkan senjata dan menyerang daerah yang dikuasai pemerintah.
Selain itu, Amerika Serikat dan koalisinya juga menyerang basis pertahanan pasukan Suriah di wilayah Deir ez Zor saat masa gencatan senjata masih berlaku. Bombardir pesawat tempur AS dan koalisi tersebut telah menewaskan 86 tentara Suriah dan mencederai ratusan lainnya.
AS kemudian menyatakan bahwa serangan tersebut tidak disengaja, tapi pasukan Inggris, Denmark, dan Australia yang bersatu dalam koalisi, mengaku pesawat mereka mengambil bagian dalam serangan udara yang menewaskan sedikitnya 62 tentara Suriah tersebut.
Namun alasan AS tersebut langsung dibantah Rusia dengan merekam sejumlah bukti yang ada. Dari tangkapan satelit dan kecanggihan pesawat tempur maupun persenjataan lain yang digunakan AS serta koalisi, Rusia menyatakan hampir mustahil adanya kekeliruan dalam serangan tersebut.
Dilansir dari Daily Mail, Assad mengatakan serangan AS terhadap pasukannya merupakan bentuk dukungan AS terhadap ISIS. Serangan AS disebut sebagai 'agresi terang-terangan' yang dilakukan AS terhadap pemerintahan resmi Suriah.
"Ini adalah tindakan pengecut dalam sejarah peperangan yang dilakukan negara yang mengaku sebagai yang terkuat (AS), mereka menyerang saat kami sedang sibuk membantu para korban perang," kata Presiden Assad.
Guna membalas tindakan AS tersebut, Presiden Assad menjalin kerjasama dengan Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Jaberi Ansari, untuk meminta bantuan pasukan. Ansari mengatakan Iran akan memberikan dukungan terhadap Suriah dalam menghadapi terorisme dukungan AS dan negara-negara koalisinya.
Anak-anak Suriah yang menjadi korban perang, sempat merasakan kedamaian saat gencatan senjata diberlakukan selama beberapa hari. (Foto: istimewa) |
Tapi gencatan senjata justru melahirkan kesialan bagi pemerintah Suriah. Para teroris ISIS dan pemberontak memanfaatkan masa damai tersebut untuk kembali mengkonsolidasikan kekuatan mereka, setelah sebelumnya sempat tercerai-berai dibombardir pesawat tempur Suriah, Rusia dan Iran. (*)