"Pemimpin Korut Kim Jong-un mengatakan bahwa tombol nuklirnya selalu berada di atas meja setiap waktu. Adakah seseorang dari rezimnya yang kelaparan itu bisa memberitahu dia bahwa saya juga memiliki tombol nuklir yang lebih besar dan lebih kuat dari miliknya, dan tombol saya bekerja dengan baik!"WASHINGTON DC -- Sebagai negara adidaya, Amerika Serikat (AS) juga menjadi negara memiliki musuh terbanyak di muka bumi. AS setiap saat terpaksa harus waspada dengan segala kemungkinan ancaman serangan dari musuh-musuhnya tersebut.
Untuk itu, setiap Presiden Amerika Serikat yang terpilih, diberikan otoritas tertinggi untuk menggunakan seluruh akses militer salah satunya adalah senjata nuklir. Kemana pun Presiden AS pergi, selalu disertai dengan tombol nuklir yang dibawa oleh para ajudannya.
Seperti saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyambangi China dalam rangka tur Asia pada 8 November 2017. Sebuah laporan mengungkap “keributan” antara agen Secret Service AS, dengan petugas keamanan China saat Presiden Donald Trump berkunjung ke Beijing November lalu.
Petugas keamanan China mencegah ajudan militer Trump membawa tombol nuklir atau “nuclear football” saat menemani presiden AS masuk ke sebuah ruang pertemuan.
Kejadian itu diungkap Axios dalam laporannya pada hari Minggu (19/2/2018). Sekadar diketahui, “nuclear football” berwujud koper atau tas kerja yang nyaris tak pernah lepas dari tangan ajudan militer presiden AS.
Sesuai protokol, koper berisi tombol-tombol perintah serangan nuklir itu wajib selalu berada di dekat presiden AS di mana pun dan kapan pun. Dengan koper itu, seorang presiden AS setiap saat bisa meluncurkan serangan nuklir dengan memencet tombol perintah yang terhubung langsung ke eksekutor nuklir Pentagon.
Insiden di Beijing itu membuat Kepala Staf Gedung Putih, John Kelly, turun tangan. Menurut laporan, Kelly sempat “ribut” dengan seorang petugas keamanan China yang mencegah ajudan militer Trump membawa “nuclear football” masuk ke ruangan untuk berada di belakang Trump.
Para ajudan Presiden Donald Trump tetap membawa The Nuclear Football saat pemimpin negara adidaya itu mengunjungi China. (Foto: zerohedge.com) |
"Lalu terjadilah keributan, seorang petugas keamanan China memegang Kelly, kemudian Kelly dorong orang itu. Kelompok petugas dari pihak Trump menjelaskan prosedur keamanan pada keamanan China sebelum datang. Tapi seseorang (di pihak China) tidak mengerti," kata seorang sumber pada Axios.
Tak tinggal diam, petugas Dinas Rahasia AS membalas dengan melumpuhkan petugas keamanan China. Insiden itu terjadi dalam waktu singkat. Pihak AS maupun China pun diminta untuk menutup mulut soal ketegangan yang terjadi.
Lebih lanjut, pihak China menegaskan bahwa mereka tidak merebut atau bahkan menyentuh koper tombol nuklir itu. Setelah dijelaskan bahwa “nuclear football” AS tidak pernah berhubungan dengan seorang pejabat asing dan detail keamanannya, pihak China juga telah meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi.
Tombol Nuklir dan Perang Retorika Jong Un Versus Trump
Perang retorika bernada ancaman juga pernah terjadi terkait tombol nuklir antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dengan Donald Trump. Hal ini terjadi saat Kim dalam pidato tahun barunya sesumbar, dengan menyatakan tombol nuklirnya lebih besar dan dapat menghancurkan AS hingga rata dengan tanah. Dia siap menekan tombol nuklir yang selalu ada di atas mejanya jika Korut terancam.
Kim juga menegaskan bahwa negaranya akan terus mengembangkan senjata nuklir dan rudalnya. Dia mengatakan bahwa negaranya adalah "kekuatan nuklir pecinta damai yang bertanggung jawab."
"Bahwa saya punya tombol nuklir di meja saya adalah kenyataan, bukan ancaman. Seluruh daratan Amerika Serikat dalam jangkauan serangan nuklir kami," kata Kim dalam pidatonya, Senin (1/1).
Rudal nuklir Korea Utara. (Foto: Reuters) |
"Pemimpin Korut Kim Jong-un mengatakan bahwa tombol nuklirnya selalu berada di atas meja setiap waktu. Adakah seseorang dari rezimnya yang kelaparan itu bisa memberitahu dia bahwa saya juga memiliki tombol nuklir yang lebih besar dan lebih kuat dari miliknya, dan tombol saya bekerja dengan baik!" kicau Trump melalui akun Twitternya, Rabu (3/1).
Namun, banyak orang merasa tidak aman dan khawatir akan terjadinya perang akibat perseteruan dua kepala negara ini. Tidak sedikit netizen yang kemudian membalas cuitan Trump tersebut dengan nada kesal, karena dianggap melibatkan dan mengorbankan kepentingan publik yang tidak tahu apa-apa.
Apa itu Tombol Nuklir dan Seperti Apa Bahayanya?
Sebagai orang nomor satu di Negeri Paman Sam, Donald Trump punya wewenang untuk meluncurkan senjata nuklir ke pihak lawan yang dianggap mengancam keselamatan AS.
Akan tetapi, meluncurkan senjata pemusnah massal itu tak sesederhana memencet tombol untuk mengganti saluran televisi. Di Amerika, meluncurkan sebuah serangan nuklir merupakan proses yang rahasia dan rumit yang melibatkan sebuah tas kantor (koper) berwarna hitam yang digunakan oleh presiden AS untuk memerintahkan penggunaan senjata nuklir atau yang disebut dengan "nuclear football" seberat 20 kilogram.
Koper berisi tombol perintah serangan nuklir AS tersebut dikenal sebagai “tas darurat presiden”. Berbeda dengan bayangan banyak orang, tak ada tombol di dalamnya, apalagi jam yang bisa diatur berdetak hingga ke momentum ledakan.
Perang retorika antara Donald Trump dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. (Foto: Twitter) |
Koper hitam yang merupakan modifikasi dari tas merek Zero Halliburton itu, dibawa langsung oleh perwira tinggi militer. Personil yang membawa ‘nuclear football‘ dirotasi untuk mencerminkan beberapa cabang angkatan militer yang ada.
CNN dalam sebuah laporannya menyebutkan, ‘nuclear football‘ sebenarnya berisi 4 hal : folder manila tentang prosedur ‘Emergency Broadcast System’ untuk berkoordinasi dengan personel militer lain, buku hitam terkait pilihan serangan nuklir yang ada, buku tentang tempat-tempat persembunyian rahasia yang dapat dipakai untuk mengamankan presiden, dan yang terakhir kartu plastik berisi kode autentifikasi disebut ‘nuclear biscuit‘.
Presiden tidak perlu persetujuan dari pihak lain, termasuk Kongres dan Angkatan Bersenjata, untuk mengeluarkan otorisasi serangan nuklir. Seandainya Trump memerintahkan serangan nuklir, dia harus mengidentifikasi dirinya kepada pejabat militer dengan sebuah kode, yang disebut “biscuit,” dan dibawa oleh presiden setiap saat.
Pada 1980, Bill Gulley, mantan direktur Kantor Militer Gedung Putih, mengatakan, ada tiga pilihan serangan balasan yang ada dalam tas tersebut: rare, medium, atau well done. Dan "Biscuit" mewakili kartu-kartu yang berisi kode yang harus dibawa setiap saat oleh presiden. Kartu-kartu tersebut tak disimpan di dalam tas "nuclear football".
Setelah mengidentifikasi dirinya dengan menggunakan kode yang ada dalam "biscuit", presiden meneruskan perintah ke Pemimpin Kepala Staf Gabungan Militer AS (Chairman of the Joint Chiefs of Staff), jabatan tertinggi dalam militer Negeri Paman Sam.
Kemudian, pejabat militer tersebut meneruskannnya kepada Pentagon di Washington DC dan Markas Komando Strategis AS (US Strategic Command) di Pangkalan Udara Offutt, Nebraska.
Perintah lalu disampaikan ke tim di lapangan, di darat, laut, maupun udara. Perintah untuk menembak dikirim melalui kode, yang urutannya harus sesuai dengan kode yang terkunci di brankas tim peluncur senjata nuklir.
Pasca disumpah jadi presiden, ABC News bertanya ke Trump soal bagaimana perasaannya setelah menerima "biskuit" tersebut. "Saat mereka menjelaskan apa yang terwakili di balik itu dan kehancuran yang bisa diakibatkannya, momentum itu sangatlah serius. Ini sangat, sangat menakutkan, dalam arti tertentu," kata Trump.
Bisakah Perintah Presiden Ditolak?
Presiden adalah panglima tertinggi di tubuh militer AS. Dengan kata lain, apa yang dititahkannya merupakan perintah. Namun, kemungkinan ada celah untuk menolak perintah tersebut. Masalah penggunaan senjata nuklir bukanlah perkara main-main. Hingga kini bahkan aksi peluncuran senjata nuklir sebenarnya masih dianggap ilegal.
Gen. John Hyten, komandan dari US Strategic Command bahkan mengatakan jika presiden benar-benar memerintahkan militer untuk meluncurkan serangan nuklir, ia akan memilih untuk memberikan nasihat pada presiden.
“Jika presiden memerintahkan melakukan hal ilegal, saya akan berkata: Pak Presiden, tindakan ini ilegal,” kata Hyten kepada CNN.
Seorang perwira tinggi AS membawa tombol nuklir (Foto: AP/ Cliff Owen) |
Pada November 2017, untuk pertama kali dalam 40 tahun, Kongres meninjau kewenangan presiden untuk meluncurkan serangan nuklir. Salah seorang pakar yang dihadirkan adalah C Robert Kehler, komandan Komando Strategis AS pada kurun 2011-2013.
Kepada Kongres, dia mengatakan bakal mengikuti perintah presiden untuk melancarkan serangan nuklir, tapi hanya jika perintah itu sah secara hukum. Dalam kondisi-kondisi tertentu, menurutnya, 'Saya akan mengatakan, saya tidak siap melanjutkan'. Kehler berpendapat bahwa perintah penggunaan tombol nuklir oleh presiden seharusnya bisa ditolak.
Setelah tragedi Hiroshima dan Nagasaki, senjata nuklir jadi instrumen militer paling berbahaya dan ditakuti di dunia. Bahkan hanya ada lima negara yaitu; Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Perancis, dan Cina, secara legal diakui dan diperbolehkan memiliki senjata nuklir dalam perjanjian Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT).
Ajudan Presiden Rusia, Vladimir Putin, selalu membawa 'Cheget,' tombol nuklir negari Beruang Merah yang merupakan rival utama negeri paman Sam. (Foto: istimewa) |
Di Rusia tombol nuklir serupa dinamai ‘Cheget’ dan terdapat acara penyerahan resminya tiap kali pergantian presiden. Di Perancis, meskipun tak hanya mengatur peluncuran senjata nuklir saja, ada tas yang disebut ‘mobile base‘.
Sedangkan Inggris dan China sangat menyembunyikan dan merahasiakan keberadaan dan bentuk tombol nuklir yang mereka miliki ke khayalak umum.
Negara yang memiliki senjata nuklir, masing-masing memiliki sistemnya sendiri untuk memulai sebuah serangan nuklir, tapi, kebanyakan bergantung kepada pemimpin sebuah negara sebelum otorisasi serangan diberikan.(*)