AS Setujui Pergantian Nama Laut China Selatan yang Diusulkan Indonesia - Jalur Militer

AS Setujui Pergantian Nama Laut China Selatan yang Diusulkan Indonesia

Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu dan Menteri Pertahanan AS James Mattis terlihat dalam sebuah acara penyambutan di Jakarta. (Foto: Reuters)
"Tentu saja Indonesia, sebagai titik tumpu, titik tumpu maritim di wilayah Indo-Pasifik, sangat penting. Kami dapat membantu menjaga kesadaran wilayah maritim di Laut Cina Selatan, Laut Natuna Utara. Ini adalah sesuatu yang kami harapkan bisa dilakukan,"
JAKARTA -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Mattis menerima usulan Indonesia untuk mengubah nama wilayah Kepulauan Natuna, yang sebelumnya dianggap sebagai bagian dari Laut Cina Selatan, menjadi Laut Natuna Utara. 

Kepala Pentagon itu juga menyatakan kesiapan untuk memakai dan mensosialisasikan nama yang diusulkan Indonesia itu ditingkat internasional.

"Tentu saja Indonesia, sebagai titik tumpu, titik tumpu maritim di wilayah Indo-Pasifik, sangat penting. Kami dapat membantu menjaga kesadaran wilayah maritim di Laut Cina Selatan, Laut Natuna Utara. Ini adalah sesuatu yang kami harapkan bisa dilakukan," kata Mattis dalam sebuah konferensi pers setelah bertemu dengan Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu.

Pada bulan Juli, pemerintah Indonesia meluncurkan peta nasional yang diperbarui di mana zona ekonomi eksklusif negara di utara Kepulauan Natuna telah diubah namanya menjadi Laut Natuna Utara, dari yang sebelumnya adalah bagian dari Laut Cina Selatan.

Pada tahun 2002, Indonesia berganti nama menjadi bagian Laut Cina Selatan dalam Zona Ekonomi Eksklusifnya di Laut Natuna, kecuali di perairan utara Kepulauan Natuna. Dengan perubahan nama terbaru tersebut, Laut China Selatan sudah tidak lagi digunakan untuk wilayah perairan teritorial Indonesia.

Zona ekspansi militer China (lihat garis titik merah), yang menjangkau wilayah kedaulatan Indonesia. (image: istimewa)
Sementara China mengakui kedaulatan Indonesia atas Kepulauan Natuna, negara tersebut berkeras bahwa kedua negara memiliki klaim yang tumpang tindih terhadap kepentingan dan kepentingan maritim di wilayah yang masih harus dipecahkan, sebuah klaim yang ditolak Indonesia.

Segera setelah perubahan nama, China menyatakan penolakannya terhadap tindakan tersebut, dengan mengatakan bahwa mengubah "nama yang diterima secara internasional" mengakibatkan "komplikasi dan perluasan perselisihan, dan mempengaruhi perdamaian dan stabilitas" dan tidak akan "kondusif" untuk hubungan damai antara Jakarta dan Beijing.

Indonesia bersikeras, bagaimanapun, bahwa mereka memiliki hak untuk menyebutkan perairan teritorialnya dan Laut Natuna Utara berada di dalam wilayahnya.

Perjalanan Mattis datang ke Indonesia, diduga selain membicarakan permasalahan regional dan kawasan, juga menjadi ajang untuk menjual sejumlah persenjataan kepada negara dengan populasi muslim terbesar itu.

Hingga kini, tercatat, AS adalah salah satu pemasok senjata utama di Indonesia, baru-baru ini memberikan helikopter Apache Boeing dan 24 jet tempur F-16 milik Lockheed Martin. Tapi Indonesia juga membeli senjata dari rival AS, termasuk Rusia.

Pejabat AS mengatakan, Indonesia meminta penetapan harga untuk rencana pembelian 48 pesawat tempur F-16 tambahan. Jika terwujud, ini akan menjadi Sebuah kesepakatan yang bisa bernilai lebih dari $4,5 miliar.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis saat bertemu dengan Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto. (Foto: AFP)
Tapi Indonesia menolak membeli dalam waktu dekat, dan mengatakan masih mengevaluasi berapa banyak pesawat yang dibutuhkannya. Ryamizard mengatakan bahwa Indonesia akan membeli persenjataan saat "memiliki uang". "Kami baru saja membeli F16 dan segalanya. Di masa depan pasti ada (lebih banyak pembelian) karena, seiring berjalannya waktu, ada hal yang harus diganti," katanya.

Pembelian sejumlah alutsista yang digagas Indonesia, dianggap sejumlah pengamat juga merupakan upaya untuk membendung ekspansi militer China di regional. 


Seperti diketahui, Indonesia telah beberapa kali bentrok dengan China mengenai hak penangkapan ikan di sekitar Kepulauan Natuna, menahan nelayan China dan memperluas kehadiran militernya di daerah tersebut dalam beberapa tahun terakhir.(*)

Sumber: todayonline.com
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus