Kisah Keberanian Presiden Soekarno Melawan Hegemoni Amerika Serikat - Jalur Militer

Kisah Keberanian Presiden Soekarno Melawan Hegemoni Amerika Serikat

Keberanian Presiden Soekarno dalam mengusir para penjajah dicatat dalam tinta emas sejarah Indonesia. Soekarno juga sangat tegas dalam melawan hegemoni Amerika Serikat yang menekan Indonesia untuk menjadi salah satu negara porosnya. (Foto: istimewa)
”Kami tidak mempunyai hasrat untuk meniru Uni Soviet, juga tidak mau mengikuti dengan membabi-buta jalan yang direntangkan oleh Amerika untuk kami. Kami tidak akan menjadi satelit dari salah satu blok,"
Indonesia pernah menjadi negara yang amat disegani di dunia, termasuk oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat. Citra Indonesia sebagai negara yang disegani muncul belasan tahun setelah Indonesia meraih kemerdekan pada tahun 1945 .

Harus diakui, kondisi tersebut kontras bila dibandingkan dengan saat ini. Meski memiliki sumber daya alam yang berlimpah, posisi Indonesia masih ketergantungan dengan negara lain, terutama dalam bidang perekonomian.

Indonesia di era Soekarno menjadi amat disegani. Kepiawaian diplomasi Soekarno saat itu mampu mengatasi segala gangguan dari luar yang berupaya menggerogoti kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hebatnya, Indonesia mampu diterima kedua negara besar yang terlibat perang dingin, yakni Uni Soviet dan Amerika Serikat kurun waktu 1953-1963. Diterimannya Indonesia oleh dua negara adidaya itu merupakan buah dari politik bebas aktif yang diterapkan kepemimpinan Presiden Soekarno.

Kedekatan Soekarno dengan Amerika Serikat diawali penembakan terhadap anggota lembaga intelijen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA) bernama Allen Pope.

Allen Pope berhasil ditembak jatuh oleh tentara Indonesia di Pulau Morotai dan menimbulkan kepanikan pemimpin Amerika Serikat saat itu, D Dwight Eisenhower atau Ike John yang khawatir kedok Amerika Serikat dan CIA akan terbuka menjadi dalang atas pemberontakan separatisme di Indonesia.

Peristiwa tertangkapnya Allen Pope menjadi tamparan keras bagi Amerika Serikat. Tentu saja bagi Soekarno ini kesempatan bagus untuk melakukan tawar-menawar dengan Amerika Serikat demi kepentingan dalam negeri. Apalagi Indonesia saat itu membutuhkan peralatan perang untuk menghadapi Belanda yang menduduki Irian Barat.

Presiden Soekarno saat bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, John F Kennedy. (Foto: istimewa)
Namun, persaingan hegemoni dan geopolitik antara dua negara adidaya Uni Soviet dan Amerika Serikat, membuat posisi Indonesia menjadi dilematis. AS berulang kali membujuk Presiden Soekarno agar merapat ke kubu mereka dengan imbalan ekonomi, bantuan keuangan dan persenjataan.

Tapi Soviet ternyata sudah lebih dulu curi start membantu apapun yang dibutuhkan Indonesia, sehingga Soekarno merasa lebih "nyaman" dengan batuan yang diberikan Moskow.

Ketidaksenangan Amerika terhadap Sukarno dan RI sudah muncul ketika kunjungan pertama Sukarno ke negara Paman Sam, Mei 1956. Waktu itu, Bung Karno menjelaskan kepada Menlu John Fuster Dulles, dasar politik Indonesia.

”Kami tidak mempunyai hasrat untuk meniru Uni Soviet, juga tidak mau mengikuti dengan membabi-buta jalan yang direntangkan oleh Amerika untuk kami. Kami tidak akan menjadi satelit dari salah satu blok," kata Presiden Soekarno tegas.

Sayangnya, politik seperti ini disalahartikan oleh AS. Negara superpower ini hanya menyukai bila Indonesia memilih pihak seperti yang dikehendakinya.

Bung Karno menilai AS tidak memahami masalah Asia. Dalam salah satu dialognya dengan Presiden Eisenhower, Bung Karno menyatakan sebagai sahabat yang bijaksana dan lebih tua, Amerika bisa saja memberi nasihat kepada Indonesia. ”Memberi kami nasihat ‘bisa’.

Keretakan hubungan Indonesia semakin bertambah saat bangkitnya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang ternyata didukung AS dan sekutu. Pertentangan antara RI-AS mencapai puncaknya ketika pecah pemberontakan PRRI/Permesta.

Apalagi Amerika Serikat memberikan bantuan senjata untuk melawan Sukarno. Usaha-usaha Central Intelegence Agency (CIA) atau Pusat Intelejen AS menjatuhkan pemerintahan Sukarno didukung sebuah task force lepas pantai dari Armada VII AS.

Presiden Soekarno saat bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, D Dwight Eisenhower. (Foto: istimewa)
Bung Karno juga sering mengatakan CIA berupaya untuk membunuhnya. Berbagai upaya dan operasi intelijen untuk membunuh Soekarno pun sering terjadi, namun AS tetap tak mampu menyentuh Presiden Soekarno hingga pecahnya peristiwa pengkhianatan PKI.

Ada kisah menarik bagaimana Presiden Soekarno marah saat berkunjung ke Amerika Serikat. Soekarno merasa harga dirinya diinjak-injak oleh protokoler Presiden AS. Peristiwa itu terjadi tahun 1950an. Soekarno dijadwalkan menemui Presiden Eisenhower tepat pukul 10.00 pagi.

Cerita itu dituturkan ajudan Soekarno, Bambang Widjanarko dalam buku 'Sewindu Dekat Bung Karno' terbitan Kepustakaan Populer Gramedia.

Pukul 09.58 Soekarno sudah tiba di tempat pertemuan. Pukul 10.00, Soekarno tersenyum lebar menunggu Eisenhower.

Pukul 10.10 Soekarno masih tenang. Pukul 10.25, Eisenhower belum datang, Soekarno mulai tegang dan tak mau bicara. Pukul 10.30 meledaklah amarahnya. Protokoler Presiden AS dimarahi.

"Apa-apaan ini, kalian yang menetapkan pertemuan pukul 10.00, hingga pukul 10.30 Presiden kalian belum datang juga!"

"Apakah kalian memang bermaksud menghina saya. Sekarang juga saya pergi," ujar Soekarno dengan marah.

Para pejabat AS pun kebingungan. Mereka sibuk meminta maaf dan meminta Soekarno tinggal. Eisenhower pun segera keluar menemui Soekarno.

Pada pertemuan berikutnya, Eisenhower mengubah sikapnya. Dia bahkan menyambut Soekarno begitu keluar dari pintu mobil. Padahal Presiden yang mantan jenderal perang dunia II ini biasanya sangat angkuh jika menemui pemimpin negara dunia ketiga.

Namun tak semua Presiden AS bersikap demikian. John F Kennedy adalah sahabat baik Presiden Soekarno. Dia membuat Soekarno merasa dihargai sebagai seorang sahabat. Berkat John F Kennedy, AS menekan Belanda agar tak meneruskan penjajahan di Irian Barat.

Sayang Kennedy kemudian tewas ditembak. Kembali hubungan Indonesia dan AS menjadi dingin karena pengganti Kennedy pun tak menghargai Bung Karno.(*Berbagai Sumber)
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus