JAKARTA -- Indonesia
Sempat digembar-gemborkan akan membeli pesawat amfibi ShinMaywa US-2
buatan Jepang, kini berita itu kembali hanya menjadi dongeng semata.
Pasalnya rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo tiba-tiba beralasan
bahwa Indonesia tidak dalam kondisi membutuhkan pesawat amfibi terbesar
di dunia itu.
Hal ini disampaikan saat Jepang melalui Duta Besarnya untuk Indonesia, Yasuaki Tanizaki menawarkan pesawat amfibi produksi Jepang. Tawaran itu disampaikan dalam pertemuannya dengan Menkopolhukam, Wiranto, ketika membahas penguatan kerja sama pertahanan antarkedua negara.
“Tadi topik yang sangat menonjol yakni Jepang menawarkan pesawat amfibi yang memang cukup menarik bagi negara maritim seperti Indonesia,” kata Wiranto saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 26 Agustus 2016.
Menurut dia, pesawat yang bisa lepas landas dan mendarat di wilayah darat dan air ini sangat bagus untuk menghadapi ancaman kebakaran hutan yang tahun lalu sempat menjadi isu serius di Tanah Air.
“Saya kira pesawat amfibi memang sangat bagus untuk dimodifikasi menjadi bagian dalam upaya memadamkan api. Dia bisa mendarat di perairan, menyedot air langsung kemudian menyemprotkan air ke beberapa titik kritis hutan yang terbakar,” ungkap Wiranto.
Meskipun mengakui pentingnya kegunaan pesawat multifungsi itu, Menko Polhukam menjelaskan belum ada pembahasan tentang niat Indonesia membeli pesawat amfibi dari Jepang.
Pada November 2015, wacana pembelian pesawat amfibi Jepang oleh pemerintah Indonesia sempat mengemuka. Tipe pesawat terbang yang dimaksud yaitu ShinMaywa US-2 yang disebut-sebut seharga 100 juta dolar Amerika Serikat per unit.
Batalnya pembelian pesawat amfibi multifungsi itu dinilai sejumlah kalangan adalah imbas dari pengurangan anggaran militer yang dilakukan rezim Jokowi. Seperti diketahui, memburuknya perekonomian nasional semenjak Jokowi menduduki kursi RI-1 berimbas pada alokasi anggaran pertahanan ketiga matra.
Program MEF yang sebelumnya sempat sudah dijalankan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperkuat postur militer Indonesia juga terancam batal dan gagal di tengah jalan.
Standar
MEF dibuat berdasarkan hakikat ancaman terkait situasi dalam negeri dan
perbatasan negara. Melalui MEF, alat utama sistem senjata (alutsista)
yang dianggap sudah kuno akan diganti secara bertahap.
Namun, sejak pengurangan anggaran militer, rencana pembelian sejumlah alutsista canggih juga dibatalkan. Sebut saja misalnya rencana pembelian pesawat tempur generasi 4,5 Sukhoi SU-35 dari Rusia yang hingga kini tak pernah jelas lagi rimbanya.
Begitu pun rencana pembelian 6 kapal selam Kilo class yang juga tak jelas kabar beritanya. Di tengah agresi militer China yang juga mengancam kedaulatan Indonesia di perairan Natuna, menjadi suatu hal yang ironis jika pemerintah justru semakin mengkebiri kekuatan tempur TNI untuk menjaga seluruh wilayah NKRI. (*)
Sumber: Okezone
Hal ini disampaikan saat Jepang melalui Duta Besarnya untuk Indonesia, Yasuaki Tanizaki menawarkan pesawat amfibi produksi Jepang. Tawaran itu disampaikan dalam pertemuannya dengan Menkopolhukam, Wiranto, ketika membahas penguatan kerja sama pertahanan antarkedua negara.
“Tadi topik yang sangat menonjol yakni Jepang menawarkan pesawat amfibi yang memang cukup menarik bagi negara maritim seperti Indonesia,” kata Wiranto saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 26 Agustus 2016.
Menurut dia, pesawat yang bisa lepas landas dan mendarat di wilayah darat dan air ini sangat bagus untuk menghadapi ancaman kebakaran hutan yang tahun lalu sempat menjadi isu serius di Tanah Air.
“Saya kira pesawat amfibi memang sangat bagus untuk dimodifikasi menjadi bagian dalam upaya memadamkan api. Dia bisa mendarat di perairan, menyedot air langsung kemudian menyemprotkan air ke beberapa titik kritis hutan yang terbakar,” ungkap Wiranto.
Meskipun mengakui pentingnya kegunaan pesawat multifungsi itu, Menko Polhukam menjelaskan belum ada pembahasan tentang niat Indonesia membeli pesawat amfibi dari Jepang.
Pada November 2015, wacana pembelian pesawat amfibi Jepang oleh pemerintah Indonesia sempat mengemuka. Tipe pesawat terbang yang dimaksud yaitu ShinMaywa US-2 yang disebut-sebut seharga 100 juta dolar Amerika Serikat per unit.
Batalnya pembelian pesawat amfibi multifungsi itu dinilai sejumlah kalangan adalah imbas dari pengurangan anggaran militer yang dilakukan rezim Jokowi. Seperti diketahui, memburuknya perekonomian nasional semenjak Jokowi menduduki kursi RI-1 berimbas pada alokasi anggaran pertahanan ketiga matra.
Program MEF yang sebelumnya sempat sudah dijalankan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperkuat postur militer Indonesia juga terancam batal dan gagal di tengah jalan.
Pesawat amfibi ShinMaywa US-2 buatan Jepang dengan kecanggihan mampu lepas landas diperairan dengan kondisi ombak yang kencang. (Foto: Istimewa) |
Namun, sejak pengurangan anggaran militer, rencana pembelian sejumlah alutsista canggih juga dibatalkan. Sebut saja misalnya rencana pembelian pesawat tempur generasi 4,5 Sukhoi SU-35 dari Rusia yang hingga kini tak pernah jelas lagi rimbanya.
Begitu pun rencana pembelian 6 kapal selam Kilo class yang juga tak jelas kabar beritanya. Di tengah agresi militer China yang juga mengancam kedaulatan Indonesia di perairan Natuna, menjadi suatu hal yang ironis jika pemerintah justru semakin mengkebiri kekuatan tempur TNI untuk menjaga seluruh wilayah NKRI. (*)
Sumber: Okezone