TEL AVIV -- Media-media massa Israel menanggapi serius pengiriman sistem antirudal S-300 oleh Rusia ke Suriah. Stasiun televisi Israel Chanel 9, menyebut Angkatan Udara Israel akan menghadapi mimpi buruk. The Jerusalem Post mengatakan, keberadaan sistem rudal canggih S-300 akan benar-benar mendongkrak kapabilitas militer Suriah.
Sementara media Haaretz dalam headline-nya, menulis "Kehadiran S-300 di Suriah Membuat Israel Berpikir Dua Kali di Aksi Berikutnya". Haaretz menambahkan, saat ini jadi masa paling sulit bagi Tel Aviv menyikapi perkembangan ini.
Sedangkan surat kabar Ynetnews menyebut kedatangan rudal S-300 di Suriah adalah kabar buruk bagi Israel.
Sebab, rudal balistik itu akan membatasi manuver armada udara Israel yang selama ini begitu leluasa menerbangi wilayah Lebanon dan Suriah.
Bukan hanya Israel, Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutu yang menjadi musuh utama Damaskus juga mencemaskan pengiriman rudal S-300 ke Suriah.
Kebijakan Moskow mengirim misil S-300 ke Suriah dipicu akibat ditembak jatuhnya pesawat pengintai Il-20 Rusia di atas langit Suriah. Peristiwa nahas tersebut menewaskan 15 tentara Rusia.
Menurut Rusia, pesawat itu secara keliru ditembak jatuh oleh rudal S-200 Suriah, yang sebetulnya diarahkan ke jet tempur Israel F-16 yang tengah menyerang negara tersebut.
Namun, salah satu pilot F-16 berhasil menghindari tembakan itu dan mengalihkannya ke pesawat Rusia yang memiliki permukaan pantulan lebih besar. Tak terelakkan, pesawat Rusia menjadi sasaran empuk rudal S-200 dan meledak di udara.
Menanggapi hal ini, Moskow langsung mengambil langkah khusus demi mencegah terulangnya tragedi serupa. Karena itu, Moskow hendak melengkapi pertahanan udara Suriah dengan sistem yang dua kali lebih baik.
Selain mengirimkan sistem antirudal S-300, Menhan Rusia Sergei Shoigu menegaskan, Rusia akan menetapkan larang terbang di wilayah Latakia hingga lepas pantainya. Zona larangan terbang ini akan memangkas pergerakan Israel dan pesawat asing lainnya.
Lalu, sebenarnya secanggih apa misil pertahanan udara S-300 buatan Rusia tersebut, hingga mampu membuat Israel dan sekutunya seperti "terkencing-kencing" ketakutan?
Kecanggihan Rudal S-300 Buatan Rusia
S-300 (pelaporan nama NATO: SA-10 Grumble) adalah serangkaian sistem pertahanan rudal permukaan-ke-udara yang dikembangkan pada tahun 1970-an, dan menjadi tulang punggung pertahanan udara Rusia pada era Uni Soviet.
Misil canggih ini mengambil DNA dari rudal S-75 yang merupakan misil SAM pertama yang dimiliki Uni Soviet. S-75 adalah rudal legendaris, yang telah menembak jatuh pesawat mata-mata U-2 Amerika Serikat di atas ruang udara Uni Soviet pada tahun 1960, dan mempermalukan pemerintahan Presiden AS, Eisenhower.
Rudal yang dikembangkan dan diproduksi oleh perusahaan pertahanan Rusia, NPO Almaz-Antey tersebut, mempunyai jarak tembak 150 km dengan kecepatan 4 Mach.
Dalam upgrade versi terbaru, daya jangkau S-300 ditingkatkan hingga mencapai 300 kilometer, dan memiliki alat pelacak jet dan roket. Rudal pintar ini juga mampu menyergap benda yang terbang rendah maupun tinggi (25M- 25KM).
Awalnya misil S-300 dikembangkan sebagai benteng pertahanan Angkatan Udara Uni Soviet dari serangan rudal jelajah dan rudal balistik Amerika Serikat dan sekutu. Kemampuan S-300 semakin berkembang dan kini mampu mendeteksi, menyergap dan menghancurkan Pesawat tempur, Helikopter, Drone, Roket Balistik, serta Peluru Kendali antar-benua (ICBM).
Walau masuk kategori alutsista keluaran lama, S-300 masih dianggap sebagai sistem pertahanan udara terkuat di dunia, sebelum keluarnya misil pertahanan udara generasi terbaru buatan Rusia lainnya seperti misil S-400 dan S-500. Sejumlah analis militer menyatakan S-300 Rusia setara dengan rudal Patriot AS, bahkan dalam beberapa spesifikasi, S-300 lebih unggul dari Patriot AS.
Sistem pertahanan S-300 dapat melacak hingga 12 target serangan, dimana enam baterai rudal lainnya bisa menyasar objek yang terpisah dan berbeda secara bersamaan.
Misil S-300 adalah sistem pertahanan mobile yang dirancang untuk memukul mundur dan menghancurkan serangan udara besar-besaran, dimana tingkat akurasi yang diciptakan S-300 mampu menghancurkan 80 hingga 95 persen formasi pesawat tempur musuh.
Hingga kini, tidak ada satupun jet tempur di dunia yang bisa menandingi kecepatan misil S-300, yang mampu mencapai kecepatan di atas 7200 km / jam dan mampu mencapai ketinggian maksimum 98.000 kaki.
Bahkan pada pengembangan versi terbaru, misil S-300 mampu menembak jet tempur yang berusaha bersembunyi dari jangkauan radar dengan terbang rendah 20 kaki di atas permukaan laut.
Pengiriman misil S-300 ke Suriah akan mendongkrak kekuatan militer Damaskus secara signifikan. Sebab selama ini untuk mempertahankan ruang udara wilayahnya, Suriah hanya mengandalkan misil permukaan-ke-udara jangka panjang SA-5 atau biasa juga disebut S-200 buatan Uni Soviet yang diproduksi pada akhir 1960-an.
Rudal S-200 Suriah yang sudah tua hampir benar-benar tak berdaya melawan kecanggihan jet-jet tempur generasi terbaru, drone maupun rudal balistik Israel dan AS. Sistem pertahanan udara terbaru yang mereka miliki hanya rudal jarak pendek Pantsir S-1.
Namun dengan memiliki S-300, Suriah mampu mendeteksi jet tempur Israel, 107 detik saat tinggal landas dari pangkalan udara Tel Aviv. Artinya Suriah mampu mengunci pergerakan jet tempur Israel bahkan hingga di dalam basis pertahanan terdalam sekalipun.
Misil S-300 yang dimiliki Suriah menjadi momen penting, sebab ini untuk pertama kalinya dalam sejarah Timur Tengah, bangsa Arab akan memiliki kemampuan untuk menembak jatuh pesawat tempur Israel di atas wilayah negara zionis tersebut.
Robert Hewson, editor IHS Jane, menggambarkan sistem S-300 sebagai alat yang tangguh dan dihormati oleh para perencana militer Barat. "Jika rencana Anda adalah melenggang ke wilayah udara Suriah dan memulai pengeboman, ini adalah kesalahan terbesar," kata Hewson.
Sebagai contoh, S-300 dapat mengeliminasi jet-jet tempur taktis dan pengebom canggih yang dilengkapi teknologi siluman. S-300 dapat menangkis rudal jelajah Tomahawk (salah satu senjata utama kapal perusak AS) dan rudal balistik dengan jangkauan hingga 2.500 km, serta rudal jarak pendek yang diluncurkan dari negara-negara tetangga Suriah.
Tak hanya itu, S-300 dapat beroperasi bahkan ketika sistemnya dikacaukan oleh perangkat peperangan elektronik lainnya. Selain sulit dilumpuhkan S-300 juga sangat sulit dideteksi pergerakannya.
S-300 akan semakin mematikan jika digunakan bersama-sama dengan artileri anti-pesawat (AAA) dan pesawat tempur. Cara kerjanya rudal S-300 mendorong pesawat musuh ke dalam "perangkap buta" di mana baterai AAA dan pesawat tempur menunggu mereka.
Salah satu yang paling ditakuti oleh AS dan sekutunya mengenai sistem pertahanan S-300 adalah, mampu menjiplak navigasi satelit, radar onboard dan sistem komunikasi pesawat tempur musuh yang berusaha menyerang sasaran.
Tidak cukup sampai disitu, perangkat S-300 juga mampu mengcopy dan menyalin semua data, sistem dan kecanggihan pesawat tempur musuh yang sudah masuk dalam jangkauan perangkap radarnya.
Saat ini Rusia sudah mengembangkan hingga tiga varian rudal S-300, dan beberapa sub varian lainnya yang memiliki kecanggihannya masing-masing. Diantara varian tersebut adalah: basis darat S-300P (SA-10), basis laut S-300F (SA-N-6), basis laut S-300FM (SA-N-20), S-300V (SA-12), S-300PMU-1/2 (SA-20), S-400 (SA-21) dan S-300VM (SA-X-23).
Versi S-300P diletakkan di atas truk mirip peluncur rudal balistik, S-300F untuk di kapal perang, dan terakhir S-300V yang dibopong kendaraan beralaskan track, mirip 9K37 Buk (SA-11 'Gadfly'). Yang terakhir ini juga dikenal dengan nama Antey-300.
Saat Iran menekan perjanjian kerja sama pembelian rudal S-300 dari Rusia, Israel sebenarnya sudah langsung melakukan penelitian untuk mencari cara melumpuhkan sistem pertahanan udara canggih tersebut.
Reuters melaporkan, Israel dengan dibantu AS, pada tahun 2015 pernah berlatih melawan sistem rudal S-300 yang dipasok oleh Rusia di Yunani. Yunani adalah satu-satunya negara anggota NATO yang membeli rudal S-300 buatan Rusia. Tapi hingga kini upaya itu belum juga berhasil.
Ditambah lagi S-300 yang dibeli Yunani hanyalah versi ekspor yang lebih lemah dibandingkan versi aslinya. Sangat wajar jika Israel sangat ketakutan dengan keberadaan S-300 di Suriah, karena dua musuh utama Israel di Timur Tengah, yakni Iran dan Suriah akan semakin sulit untuk ditaklukkan.
Israel juga pernah memiliki sejarah memalukan dalam menghadapi sistem pertahanan udara buatan Rusia di Suriah. Dalam Perang Arab-Israel di tahun 1973, tentara Uni Soviet yang membantu pasukan Suriah, mengoperasikan rudal SA-2 dan SA-6 untuk menghadapi gempuran pesawat tempur Israel yang disokong AS dan sekutu.
Saat itu Israel sempat diatas angin dengan berhasil menghancurkan ratusan tank tempur Mesir dan Yordania. Namun saat Suriah mengoperasikan rudal SAM dari Uni Soviet, jet-jet tempur Israel langsung rontok seperti daun berguguran.
Dalam pertempuran itu Israel mengaku kehilangan 303 pesawat tempur, tapi Jumlah sebenarnya diprediksi lebih tinggi. Tentu saja Israel tidak ingin sejarah yang seperti mimpi buruk itu kembali terulang.
Saat Israel membuat kebijakan membeli jet tempur F-35 Lightning buatan AS, para pengamat militer dunia ramai-ramai menyatakan bahwa dominasi militer Israel akan "menutupi" Timur Tengah dan hampir tidak mungkin dikalahkan oleh para musuh-musuh Zionis di kawasan tersebut.
Namun, kehadiran rudal S-300 Rusia di Suriah, membuat pendulum kekuatan kembali mengarah ke tengah dan menetralkan peta peperangan. Sebab, jet tempur generasi kelima F-35 Lightning walau memiliki kemampuan siluman, tetap menjadi sasaran empuk bagi sistem pertahanan udara S-300 Suriah.(jm)
*Dari berbagai sumber
Sementara media Haaretz dalam headline-nya, menulis "Kehadiran S-300 di Suriah Membuat Israel Berpikir Dua Kali di Aksi Berikutnya". Haaretz menambahkan, saat ini jadi masa paling sulit bagi Tel Aviv menyikapi perkembangan ini.
Sedangkan surat kabar Ynetnews menyebut kedatangan rudal S-300 di Suriah adalah kabar buruk bagi Israel.
Sebab, rudal balistik itu akan membatasi manuver armada udara Israel yang selama ini begitu leluasa menerbangi wilayah Lebanon dan Suriah.
Bukan hanya Israel, Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutu yang menjadi musuh utama Damaskus juga mencemaskan pengiriman rudal S-300 ke Suriah.
Kebijakan Moskow mengirim misil S-300 ke Suriah dipicu akibat ditembak jatuhnya pesawat pengintai Il-20 Rusia di atas langit Suriah. Peristiwa nahas tersebut menewaskan 15 tentara Rusia.
Menurut Rusia, pesawat itu secara keliru ditembak jatuh oleh rudal S-200 Suriah, yang sebetulnya diarahkan ke jet tempur Israel F-16 yang tengah menyerang negara tersebut.
Namun, salah satu pilot F-16 berhasil menghindari tembakan itu dan mengalihkannya ke pesawat Rusia yang memiliki permukaan pantulan lebih besar. Tak terelakkan, pesawat Rusia menjadi sasaran empuk rudal S-200 dan meledak di udara.
Menanggapi hal ini, Moskow langsung mengambil langkah khusus demi mencegah terulangnya tragedi serupa. Karena itu, Moskow hendak melengkapi pertahanan udara Suriah dengan sistem yang dua kali lebih baik.
Selain mengirimkan sistem antirudal S-300, Menhan Rusia Sergei Shoigu menegaskan, Rusia akan menetapkan larang terbang di wilayah Latakia hingga lepas pantainya. Zona larangan terbang ini akan memangkas pergerakan Israel dan pesawat asing lainnya.
Lalu, sebenarnya secanggih apa misil pertahanan udara S-300 buatan Rusia tersebut, hingga mampu membuat Israel dan sekutunya seperti "terkencing-kencing" ketakutan?
Kecanggihan Rudal S-300 Buatan Rusia
S-300 (pelaporan nama NATO: SA-10 Grumble) adalah serangkaian sistem pertahanan rudal permukaan-ke-udara yang dikembangkan pada tahun 1970-an, dan menjadi tulang punggung pertahanan udara Rusia pada era Uni Soviet.
Misil canggih ini mengambil DNA dari rudal S-75 yang merupakan misil SAM pertama yang dimiliki Uni Soviet. S-75 adalah rudal legendaris, yang telah menembak jatuh pesawat mata-mata U-2 Amerika Serikat di atas ruang udara Uni Soviet pada tahun 1960, dan mempermalukan pemerintahan Presiden AS, Eisenhower.
Rudal yang dikembangkan dan diproduksi oleh perusahaan pertahanan Rusia, NPO Almaz-Antey tersebut, mempunyai jarak tembak 150 km dengan kecepatan 4 Mach.
Dalam upgrade versi terbaru, daya jangkau S-300 ditingkatkan hingga mencapai 300 kilometer, dan memiliki alat pelacak jet dan roket. Rudal pintar ini juga mampu menyergap benda yang terbang rendah maupun tinggi (25M- 25KM).
Awalnya misil S-300 dikembangkan sebagai benteng pertahanan Angkatan Udara Uni Soviet dari serangan rudal jelajah dan rudal balistik Amerika Serikat dan sekutu. Kemampuan S-300 semakin berkembang dan kini mampu mendeteksi, menyergap dan menghancurkan Pesawat tempur, Helikopter, Drone, Roket Balistik, serta Peluru Kendali antar-benua (ICBM).
Walau masuk kategori alutsista keluaran lama, S-300 masih dianggap sebagai sistem pertahanan udara terkuat di dunia, sebelum keluarnya misil pertahanan udara generasi terbaru buatan Rusia lainnya seperti misil S-400 dan S-500. Sejumlah analis militer menyatakan S-300 Rusia setara dengan rudal Patriot AS, bahkan dalam beberapa spesifikasi, S-300 lebih unggul dari Patriot AS.
Sistem pertahanan S-300 dapat melacak hingga 12 target serangan, dimana enam baterai rudal lainnya bisa menyasar objek yang terpisah dan berbeda secara bersamaan.
Misil S-300 adalah sistem pertahanan mobile yang dirancang untuk memukul mundur dan menghancurkan serangan udara besar-besaran, dimana tingkat akurasi yang diciptakan S-300 mampu menghancurkan 80 hingga 95 persen formasi pesawat tempur musuh.
Hingga kini, tidak ada satupun jet tempur di dunia yang bisa menandingi kecepatan misil S-300, yang mampu mencapai kecepatan di atas 7200 km / jam dan mampu mencapai ketinggian maksimum 98.000 kaki.
Bahkan pada pengembangan versi terbaru, misil S-300 mampu menembak jet tempur yang berusaha bersembunyi dari jangkauan radar dengan terbang rendah 20 kaki di atas permukaan laut.
Pengiriman misil S-300 ke Suriah akan mendongkrak kekuatan militer Damaskus secara signifikan. Sebab selama ini untuk mempertahankan ruang udara wilayahnya, Suriah hanya mengandalkan misil permukaan-ke-udara jangka panjang SA-5 atau biasa juga disebut S-200 buatan Uni Soviet yang diproduksi pada akhir 1960-an.
Rudal S-200 Suriah yang sudah tua hampir benar-benar tak berdaya melawan kecanggihan jet-jet tempur generasi terbaru, drone maupun rudal balistik Israel dan AS. Sistem pertahanan udara terbaru yang mereka miliki hanya rudal jarak pendek Pantsir S-1.
Rudal pertahanan udara S-300 mampu membentengi seluruh wilayah udara Suriah dari serangan Israel dan Amerika Serikat. (Infografis: RT.com) |
Misil S-300 yang dimiliki Suriah menjadi momen penting, sebab ini untuk pertama kalinya dalam sejarah Timur Tengah, bangsa Arab akan memiliki kemampuan untuk menembak jatuh pesawat tempur Israel di atas wilayah negara zionis tersebut.
Robert Hewson, editor IHS Jane, menggambarkan sistem S-300 sebagai alat yang tangguh dan dihormati oleh para perencana militer Barat. "Jika rencana Anda adalah melenggang ke wilayah udara Suriah dan memulai pengeboman, ini adalah kesalahan terbesar," kata Hewson.
Sebagai contoh, S-300 dapat mengeliminasi jet-jet tempur taktis dan pengebom canggih yang dilengkapi teknologi siluman. S-300 dapat menangkis rudal jelajah Tomahawk (salah satu senjata utama kapal perusak AS) dan rudal balistik dengan jangkauan hingga 2.500 km, serta rudal jarak pendek yang diluncurkan dari negara-negara tetangga Suriah.
Tak hanya itu, S-300 dapat beroperasi bahkan ketika sistemnya dikacaukan oleh perangkat peperangan elektronik lainnya. Selain sulit dilumpuhkan S-300 juga sangat sulit dideteksi pergerakannya.
S-300 akan semakin mematikan jika digunakan bersama-sama dengan artileri anti-pesawat (AAA) dan pesawat tempur. Cara kerjanya rudal S-300 mendorong pesawat musuh ke dalam "perangkap buta" di mana baterai AAA dan pesawat tempur menunggu mereka.
Salah satu yang paling ditakuti oleh AS dan sekutunya mengenai sistem pertahanan S-300 adalah, mampu menjiplak navigasi satelit, radar onboard dan sistem komunikasi pesawat tempur musuh yang berusaha menyerang sasaran.
Tidak cukup sampai disitu, perangkat S-300 juga mampu mengcopy dan menyalin semua data, sistem dan kecanggihan pesawat tempur musuh yang sudah masuk dalam jangkauan perangkap radarnya.
Saat ini Rusia sudah mengembangkan hingga tiga varian rudal S-300, dan beberapa sub varian lainnya yang memiliki kecanggihannya masing-masing. Diantara varian tersebut adalah: basis darat S-300P (SA-10), basis laut S-300F (SA-N-6), basis laut S-300FM (SA-N-20), S-300V (SA-12), S-300PMU-1/2 (SA-20), S-400 (SA-21) dan S-300VM (SA-X-23).
Versi S-300P diletakkan di atas truk mirip peluncur rudal balistik, S-300F untuk di kapal perang, dan terakhir S-300V yang dibopong kendaraan beralaskan track, mirip 9K37 Buk (SA-11 'Gadfly'). Yang terakhir ini juga dikenal dengan nama Antey-300.
Saat Iran menekan perjanjian kerja sama pembelian rudal S-300 dari Rusia, Israel sebenarnya sudah langsung melakukan penelitian untuk mencari cara melumpuhkan sistem pertahanan udara canggih tersebut.
Reuters melaporkan, Israel dengan dibantu AS, pada tahun 2015 pernah berlatih melawan sistem rudal S-300 yang dipasok oleh Rusia di Yunani. Yunani adalah satu-satunya negara anggota NATO yang membeli rudal S-300 buatan Rusia. Tapi hingga kini upaya itu belum juga berhasil.
Uji coba penembakan misil sistem pertahanan udara S-300 buatan Rusia. (Sumber foto: Reuters)
|
Israel juga pernah memiliki sejarah memalukan dalam menghadapi sistem pertahanan udara buatan Rusia di Suriah. Dalam Perang Arab-Israel di tahun 1973, tentara Uni Soviet yang membantu pasukan Suriah, mengoperasikan rudal SA-2 dan SA-6 untuk menghadapi gempuran pesawat tempur Israel yang disokong AS dan sekutu.
Saat itu Israel sempat diatas angin dengan berhasil menghancurkan ratusan tank tempur Mesir dan Yordania. Namun saat Suriah mengoperasikan rudal SAM dari Uni Soviet, jet-jet tempur Israel langsung rontok seperti daun berguguran.
Dalam pertempuran itu Israel mengaku kehilangan 303 pesawat tempur, tapi Jumlah sebenarnya diprediksi lebih tinggi. Tentu saja Israel tidak ingin sejarah yang seperti mimpi buruk itu kembali terulang.
Saat Israel membuat kebijakan membeli jet tempur F-35 Lightning buatan AS, para pengamat militer dunia ramai-ramai menyatakan bahwa dominasi militer Israel akan "menutupi" Timur Tengah dan hampir tidak mungkin dikalahkan oleh para musuh-musuh Zionis di kawasan tersebut.
Namun, kehadiran rudal S-300 Rusia di Suriah, membuat pendulum kekuatan kembali mengarah ke tengah dan menetralkan peta peperangan. Sebab, jet tempur generasi kelima F-35 Lightning walau memiliki kemampuan siluman, tetap menjadi sasaran empuk bagi sistem pertahanan udara S-300 Suriah.(jm)
*Dari berbagai sumber