Home » Archives for Januari 2018
Keterbukaan dan Hegemoni Iran Menjadi Ancaman di Timur Tengah
TEHERAN -- Kebijakan Iran di kawasan Timur Tengah dianggap menjadi salah satu pemicu demonstrasi besar selama awal 2018. Massa aksi dikabarkan meneriakkan “Bukan Gaza, Bukan Suriah, Bukan Lebanon”, sebagai sebuah bentuk protes atas prioritas kebijakan pemerintah untuk terus melibatkan diri dalam ketegangan di ketiga wilayah tersebut.
Kebijakan luar negeri Iran merupakan produk pelbagai kepentingan antar-elemen yang kadang bersaing: kepentingan nasional, persepsi para pemimpin bahwa Iran terancam, serta interaksi rezim dengan pelbagai faksi dan konstituen, menurut Kenneth Katzman dalam “Iran’s Foreign and Defense Policies” (2017).
Iran sebetulnya telah mendapatkan momentum untuk mengembangkan pengaruh di kawasan Timur Tengah sejak dua atau tiga dekade silam. Runtuhnya Uni Soviet pada 1991, serta dua musuh utama Iran—Taliban (2001) dan Saddam Husein (2002)—akibat invasi AS, disebut-sebut sebagai runtuhnya benteng kekuasaan Sunni yang potensial memperkuat pengaruh Iran secara strategis di Timur Tengah.
Fenomena 'Arab Spring' juga menjadi katalis bagi Iran untuk semakin memperluas pengaruh. Iran, Suriah, dan Lebanon menilai Keterlibatan Barat dalam konflik Suriah serta munculnya ISIS sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup mereka. Garda Revolusi Iran lantas menjustifikasi keterlibatannya di Suriah sebagai upaya bertahan dengan mengatakan, "Jika kami tidak melawan mereka (ISIS dan sejumlah kelompok pemberontak) di Damaskus, maka kami akan melawan mereka di jalanan Teheran."
Pada saat bersamaan, ketidakstabilan sejumlah negara Arab akibat gerakan prodemokrasi menjadikan Iran pemain yang dominan di kawasan. Namun, terpilihnya Hassan Rouhani sebagai presiden Iran pada 2013, meskipun berasal dari kelompok reformis-moderat, bisa dikatakan adalah pintu sesungguhnya untuk Iran mencapai hegemoni di kawasan.
Dalam kampanyenya, Rouhani berjanji untuk menjadikan Iran lebih diterima dunia internasional. Salah satunya mencapai kesepahaman nuklir dengan Amerika Serikat. Ia menilai kesepahaman ini akan mendorong pencabutan sanksi ekonomi Barat terhadap Teheran sehingga terbuka kemungkinan untuk meningkatkan taraf perekonomian negara para mullah itu, sebuah ideal yang gagal diwujudkan oleh Muhammad al-Khatami yang juga dari kalangan moderat saat menjabat presiden (1997-2005).
Kesepakatan Nuklir dan Kebangkitan Iran di Kawasan
Kesepakatan Nuklir (Nuclear Agreement) akhirnya diteken oleh Iran dan lima negara (AS, Perancis, Cina, Rusia, Jerman, dan Uni Eropa) melalui Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada Juli 2015. Perjanjian ini dimaksudkan untuk menciptakan "program nuklir Iran yang aman." Sebagai timbal balik, seluruh sanksi dari Dewan Keamanan PBB dan negara-negara dunia kepada Iran akan dicabut. Sanksi AS sejak Revolusi Iran (1979) juga akan dicabut.
Reza Simbar, dalam “Iran and the US: Engagement or confrontation” (2006), mencatat AS menjatuhkan sanksi pertama berupa larangan bagi warga negaranya untuk bepergian ke Iran. Pada tahun itu juga 52 staf kedubes AS di Teheran disandera oleh para mahasiswa pendukung revolusi dan baru bebas pada 1981.
Pada 1987, Pemerintahan Reagan yang naik usai penyanderaan staf kedubes menjatuhkan sanksi larangan impor barang dari Iran pada 1987. Pada 1995, Presiden Bill Clinton mengeluarkan Executive Order 12957 yang melarang warga AS menanamkan modal di sektor energi di Iran.
Iran juga diminta menyetop bantuan kepada kelompok-kelompok bersenjata yang terlibat dalam konflik Israel-Palestina dan Lebanon seperti Hamas dan Hizbullah. Agar sanksi-sanksi itu dicabut, AS memberi syarat agar Iran berhenti menentang proses perdamaian Israel-Palestina, dan menunda apa yang mereka sebut proyek “Senjata Pemusnah Massal”.
Dalam artikel “Iran’s geopolitics in Eurasia after the nuclear deal” (2017), Noemi M. Rocca, peneliti pada International Politics and Conflict Resolution dari Universitas Coimbra, Portugal, menyebut bahwa kesepakatan nuklir itu benar-benar menjadi titik balik bagi posisi Iran dalam geopolitik Timur Tengah. Sebab, setelah perjanjian ini diteken, sejumlah negara mengikuti langkah AS mencabut sanksi ekonomi terhadap Iran.
Uni Eropa, yang sebelumnya malu-malu melakukan kerja sama ekonomi dengan Iran, akhirnya secara terbuka meneken kontrak perdagangan dengan Teheran, khususnya dalam bidang migas. Pada akhir 2015, tiga perusahaan minyak dunia, Repsol, Total, dan Shell menyepakati kerja sama dagang bernilai jutaan dolar.
Pada awal 2016, Jepang resmi mencabut embargo ekonomi ke Iran yang berpeluang memperbarui perjanjian dagang kedua negara, khususnya di bidang migas. Pencabutan embargo ini juga berpeluang mencairkan aset Iran senilai puluhan miliar dolar AS.
Menurut data Bank Dunia, pada 2016 Iran mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 13,4 persen alias 12,1 persen lebih tinggi dari tahun 2015. Sumbangan terbesar dari pertumbuhan ekonomi ini bersumber dari sektor industri (25%), terutama pada sektor migas yang mengalami peningkatan produksi sebanyak 62 persen.
Sementara sektor industri non-migas hanya menyumbang 3,3 persen pada GDP Iran—dan itu sudah masuk hitungan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Iran pun berubah menjadi negara eksportir minyak terbesar nomor dua di kawasan Timur Tengah.
Iran jadi kekuatan baru di kawasan. Antara 2013 sampai 2016, Teheran mengucurkan bantuan kepada pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah sebesar 4,6 juta dolar AS dalam bentuk minyak dan barang. Jumlah ini belum termasuk gaji 300 dolar AS per bulan untuk lebih dari 50.000 milisi pro-Assad.
Iran Menerjunkan Serdadu ke Suriah
Ali Alfoneh, peneliti senior di Atlantic Council, dalam “Iran's Revolutionary Guards Transform into an Expeditionary Force”, mencatat bahwa Iran mengerahkan 2.000-5.000 unit Quds, divisi khusus tentara ekspedisi dalam Garda Revolusi. Menurut Alfoneh, ada banyak personel Garda Revolusi yang terlibat konflik Suriah menunjukkan transformasi pasukan ini dari sebuah unit militer untuk mengawal Revolusi Iran menjadi unit ekspedisi yang bisa beroperasi jauh dari tanah air.
Hasrat memperluas pengaruh Iran di kawasan semakin terlihat ketika Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, pada Juli 2016 menyertakan program pengembangan rudal balistik dalam rencana pertumbuhan Iran 2016-2021. Rencana ini kemudian disetujui oleh mayoritas anggota parlemen Iran pada Januari 2017 dengan menambahkan dana militer 5 persen dari keseluruhan APBN Iran.
Donald Trump, saat itu baru terpilih sebagai presiden AS, merespons secara dingin. Ia menyatakan akan menganulir kesepakatan nuklir dan memberikan sanksi pada Iran. Warna permusuhan kembali tampak saat Trump menyebut kesepakatan nuklir sebagai “kesepakatan terburuk yang pernah dirundingkan” dan menganggap pengembangan rudal Iran sebagai ancaman, tak hanya bagi Israel melainkan bagi Eropa dan AS.
Pada Juni 2017, untuk kali pertama, Iran meluncurkan rudal balistik yang akhirnya menghantam markas ISIS di Suriah. Dalam keterangan resminya yang dilansir Guardian, Garda Revolusi menyatakan rudal tersebut diluncurkan dari markas militer di wilayah barat Iran ke pusat komando dan logistik teroris di Deir ez-Zour, sebuah wilayah di Suriah Timur. Serangan ini merupakan balasan atas dua bom bunuh diri di kantor parlemen Iran dan makam suci Imam Khomeini. Inilah rudal pertama yang diluncurkan dalam teritori Iran ke Suriah.
Pada Agustus 2017, parlemen Iran kembali menyetujui penambahan dana militer sebesar 800 juta dolar AS dengan rincian: 260 juta dolar AS untuk program rudal balistik, 300 juta dolar AS untuk Pasukan Quds, dan sisanya untuk kepentingan intelijen dan kepentingan militer lain.
Penambahan anggaran ini diklaim bertujuan menghalau dominasi Amerika Serikat dan Arab Saudi di Timur Tengah setelah Donald Trump terus mengancam akan membatalkan Kesepakatan Nuklir dan kembali menjatuhkan sanksi baru kepada Iran.
Kesepakatan Nuklir 2015 melahirkan tiga blok politik
Pertama, blok pro-Arab atau anti-Iran. Ini terdiri negara-negara Teluk seperti Turki, Yordania, dan Qatar, yang menganggap keterbukaan Iran sebagai ancaman bagi hegemoni mereka di Timur Tengah. Poros yang dalam konflik Suriah mendukung milisi anti-Assad ini menuduh Iran membekingi "kelompok teroris": Hizbullah dan pemerintahan Assad.
Alasan Turki mengambil sikap anti-Iran lebih didasari faktor ekonomi. Pencabutan embargo ekonomi oleh AS dan negara-negara lain kepada Iran, memungkinkan Teheran merestorasi rute perdagangan jalur sutra masa lalu melalui Teluk Hormuz.
Selama Iran-AS bersitegang, Turki memainkan peran sebagai jalur perdagangan alternatif, sehingga normalisasi hubungan Teheran-Washington dinilai bakal mengancam kepentingan ekonomi Ankara. Terlebih lagi muncul kesepakatan dagang antara Teheran dan tiga perusahaan minyak dunia, yang salah satunya berwujud pembangunan infrastruktur pipa migas.
Kebijakan luar negeri Iran merupakan produk pelbagai kepentingan antar-elemen yang kadang bersaing: kepentingan nasional, persepsi para pemimpin bahwa Iran terancam, serta interaksi rezim dengan pelbagai faksi dan konstituen, menurut Kenneth Katzman dalam “Iran’s Foreign and Defense Policies” (2017).
Iran sebetulnya telah mendapatkan momentum untuk mengembangkan pengaruh di kawasan Timur Tengah sejak dua atau tiga dekade silam. Runtuhnya Uni Soviet pada 1991, serta dua musuh utama Iran—Taliban (2001) dan Saddam Husein (2002)—akibat invasi AS, disebut-sebut sebagai runtuhnya benteng kekuasaan Sunni yang potensial memperkuat pengaruh Iran secara strategis di Timur Tengah.
Fenomena 'Arab Spring' juga menjadi katalis bagi Iran untuk semakin memperluas pengaruh. Iran, Suriah, dan Lebanon menilai Keterlibatan Barat dalam konflik Suriah serta munculnya ISIS sebagai ancaman bagi kelangsungan hidup mereka. Garda Revolusi Iran lantas menjustifikasi keterlibatannya di Suriah sebagai upaya bertahan dengan mengatakan, "Jika kami tidak melawan mereka (ISIS dan sejumlah kelompok pemberontak) di Damaskus, maka kami akan melawan mereka di jalanan Teheran."
Pada saat bersamaan, ketidakstabilan sejumlah negara Arab akibat gerakan prodemokrasi menjadikan Iran pemain yang dominan di kawasan. Namun, terpilihnya Hassan Rouhani sebagai presiden Iran pada 2013, meskipun berasal dari kelompok reformis-moderat, bisa dikatakan adalah pintu sesungguhnya untuk Iran mencapai hegemoni di kawasan.
Dalam kampanyenya, Rouhani berjanji untuk menjadikan Iran lebih diterima dunia internasional. Salah satunya mencapai kesepahaman nuklir dengan Amerika Serikat. Ia menilai kesepahaman ini akan mendorong pencabutan sanksi ekonomi Barat terhadap Teheran sehingga terbuka kemungkinan untuk meningkatkan taraf perekonomian negara para mullah itu, sebuah ideal yang gagal diwujudkan oleh Muhammad al-Khatami yang juga dari kalangan moderat saat menjabat presiden (1997-2005).
Kesepakatan Nuklir dan Kebangkitan Iran di Kawasan
Kesepakatan Nuklir (Nuclear Agreement) akhirnya diteken oleh Iran dan lima negara (AS, Perancis, Cina, Rusia, Jerman, dan Uni Eropa) melalui Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada Juli 2015. Perjanjian ini dimaksudkan untuk menciptakan "program nuklir Iran yang aman." Sebagai timbal balik, seluruh sanksi dari Dewan Keamanan PBB dan negara-negara dunia kepada Iran akan dicabut. Sanksi AS sejak Revolusi Iran (1979) juga akan dicabut.
Uji coba peluncuran rudal balistik Iran. (Foto: istimewa) |
Pada 1987, Pemerintahan Reagan yang naik usai penyanderaan staf kedubes menjatuhkan sanksi larangan impor barang dari Iran pada 1987. Pada 1995, Presiden Bill Clinton mengeluarkan Executive Order 12957 yang melarang warga AS menanamkan modal di sektor energi di Iran.
Iran juga diminta menyetop bantuan kepada kelompok-kelompok bersenjata yang terlibat dalam konflik Israel-Palestina dan Lebanon seperti Hamas dan Hizbullah. Agar sanksi-sanksi itu dicabut, AS memberi syarat agar Iran berhenti menentang proses perdamaian Israel-Palestina, dan menunda apa yang mereka sebut proyek “Senjata Pemusnah Massal”.
Dalam artikel “Iran’s geopolitics in Eurasia after the nuclear deal” (2017), Noemi M. Rocca, peneliti pada International Politics and Conflict Resolution dari Universitas Coimbra, Portugal, menyebut bahwa kesepakatan nuklir itu benar-benar menjadi titik balik bagi posisi Iran dalam geopolitik Timur Tengah. Sebab, setelah perjanjian ini diteken, sejumlah negara mengikuti langkah AS mencabut sanksi ekonomi terhadap Iran.
Uni Eropa, yang sebelumnya malu-malu melakukan kerja sama ekonomi dengan Iran, akhirnya secara terbuka meneken kontrak perdagangan dengan Teheran, khususnya dalam bidang migas. Pada akhir 2015, tiga perusahaan minyak dunia, Repsol, Total, dan Shell menyepakati kerja sama dagang bernilai jutaan dolar.
Pada awal 2016, Jepang resmi mencabut embargo ekonomi ke Iran yang berpeluang memperbarui perjanjian dagang kedua negara, khususnya di bidang migas. Pencabutan embargo ini juga berpeluang mencairkan aset Iran senilai puluhan miliar dolar AS.
Menurut data Bank Dunia, pada 2016 Iran mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 13,4 persen alias 12,1 persen lebih tinggi dari tahun 2015. Sumbangan terbesar dari pertumbuhan ekonomi ini bersumber dari sektor industri (25%), terutama pada sektor migas yang mengalami peningkatan produksi sebanyak 62 persen.
Sementara sektor industri non-migas hanya menyumbang 3,3 persen pada GDP Iran—dan itu sudah masuk hitungan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Iran pun berubah menjadi negara eksportir minyak terbesar nomor dua di kawasan Timur Tengah.
Iran jadi kekuatan baru di kawasan. Antara 2013 sampai 2016, Teheran mengucurkan bantuan kepada pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah sebesar 4,6 juta dolar AS dalam bentuk minyak dan barang. Jumlah ini belum termasuk gaji 300 dolar AS per bulan untuk lebih dari 50.000 milisi pro-Assad.
Iran Menerjunkan Serdadu ke Suriah
Ali Alfoneh, peneliti senior di Atlantic Council, dalam “Iran's Revolutionary Guards Transform into an Expeditionary Force”, mencatat bahwa Iran mengerahkan 2.000-5.000 unit Quds, divisi khusus tentara ekspedisi dalam Garda Revolusi. Menurut Alfoneh, ada banyak personel Garda Revolusi yang terlibat konflik Suriah menunjukkan transformasi pasukan ini dari sebuah unit militer untuk mengawal Revolusi Iran menjadi unit ekspedisi yang bisa beroperasi jauh dari tanah air.
Hasrat memperluas pengaruh Iran di kawasan semakin terlihat ketika Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, pada Juli 2016 menyertakan program pengembangan rudal balistik dalam rencana pertumbuhan Iran 2016-2021. Rencana ini kemudian disetujui oleh mayoritas anggota parlemen Iran pada Januari 2017 dengan menambahkan dana militer 5 persen dari keseluruhan APBN Iran.
Kapal perang perusak kelas Alboz Angkatan Laut Iran saat melakukan patroli di perairan Yaman. (Foto: istimewa) |
Pada Juni 2017, untuk kali pertama, Iran meluncurkan rudal balistik yang akhirnya menghantam markas ISIS di Suriah. Dalam keterangan resminya yang dilansir Guardian, Garda Revolusi menyatakan rudal tersebut diluncurkan dari markas militer di wilayah barat Iran ke pusat komando dan logistik teroris di Deir ez-Zour, sebuah wilayah di Suriah Timur. Serangan ini merupakan balasan atas dua bom bunuh diri di kantor parlemen Iran dan makam suci Imam Khomeini. Inilah rudal pertama yang diluncurkan dalam teritori Iran ke Suriah.
Pada Agustus 2017, parlemen Iran kembali menyetujui penambahan dana militer sebesar 800 juta dolar AS dengan rincian: 260 juta dolar AS untuk program rudal balistik, 300 juta dolar AS untuk Pasukan Quds, dan sisanya untuk kepentingan intelijen dan kepentingan militer lain.
Penambahan anggaran ini diklaim bertujuan menghalau dominasi Amerika Serikat dan Arab Saudi di Timur Tengah setelah Donald Trump terus mengancam akan membatalkan Kesepakatan Nuklir dan kembali menjatuhkan sanksi baru kepada Iran.
Kesepakatan Nuklir 2015 melahirkan tiga blok politik
Pertama, blok pro-Arab atau anti-Iran. Ini terdiri negara-negara Teluk seperti Turki, Yordania, dan Qatar, yang menganggap keterbukaan Iran sebagai ancaman bagi hegemoni mereka di Timur Tengah. Poros yang dalam konflik Suriah mendukung milisi anti-Assad ini menuduh Iran membekingi "kelompok teroris": Hizbullah dan pemerintahan Assad.
Alasan Turki mengambil sikap anti-Iran lebih didasari faktor ekonomi. Pencabutan embargo ekonomi oleh AS dan negara-negara lain kepada Iran, memungkinkan Teheran merestorasi rute perdagangan jalur sutra masa lalu melalui Teluk Hormuz.
Selama Iran-AS bersitegang, Turki memainkan peran sebagai jalur perdagangan alternatif, sehingga normalisasi hubungan Teheran-Washington dinilai bakal mengancam kepentingan ekonomi Ankara. Terlebih lagi muncul kesepakatan dagang antara Teheran dan tiga perusahaan minyak dunia, yang salah satunya berwujud pembangunan infrastruktur pipa migas.
Rudal pertahanan S-300 Iran yang dibeli dari Rusia menjadi salah satu mimpi buruk bari rival Iran di Timur Tengah seperti Israel dan Arab Saudi. (Foto: istimewa) |
Rusia: Secara De-fakto AS Duduki Suriah
Pasukan Amerika Serikat di Timur Tengah. Rusia mengecam sikap AS yang terus berusaha mempersenjatai kubu pemberontak Suriah yang berafiliasi dengan ISIS dan front al Nusra. (Foto: Istimewa) |
"Pelatihan militan dari kelompok bersenjata Suriah ilegal terus berlanjut di kubu-kubu AS di daerah tersebut,"MOSKOW -- Semua keterbatasan akses konvoi kemanusiaan ke kamp pengungsi Rukban di daerah Al-Tanf di Suriah - yang secara de facto diduduki oleh pasukan Amerika Serikat (AS) - harus dicabut. Demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia.
"Moskow telah dengan tegas menekankan kebutuhan untuk menghormati kedaulatan, integritas teritorial dan independensi Suriah dalam pelaksanaan pengiriman kemanusiaan dan kepatuhan terhadap hukum humaniter internasional," kata Kementerian Luar Negeri Rusia seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (12/1/2018).
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan kamp Rukban terletak di area seluas 55 kilometer di sekitar Al-Tanf yang secara de facto diduduki oleh angkatan bersenjata AS, dimana akses ke distrik tersebut menolak otoritas negara.
"Pelatihan militan dari kelompok bersenjata Suriah ilegal terus berlanjut di kubu-kubu AS di daerah tersebut," tambahnya.
Kementerian Pertahanan Rusia sebelumnya menuduh AS menggunakan Al-Tanf untuk melatih militan, termasuk kelompok teroris dari ISIS. Kementerian itu mengatakan bahwa sejumlah serangan terhadap pasukan pemerintah berasal dari daerah tersebut. AS juga menyerang pasukan Suriah dan sekutu mereka di luar wilayah yang diduduki, mengklaim bahwa mereka merupakan ancaman bagi kontingen AS.
Zona operasi pesawat tempur Amerika Serikat di Suriah dan Iraq. (Foto: blackholezoo.com) |
TNI: Pembelian Pesawat Tempur Sukhoi SU-35 Akan Tekan Kontrak Februari
"Kemenhan akan terus mengawal dan mengupakan agar pengiriman pesawat Shukoi dari Rusia bisa lebih cepat. Ya kita tunggu saja setelah teken kontrak dengan Rusia,"JAKARTA -- Penandatangan kontrak dengan Rusia terkait pembelian 11 pesawar Sukhoi SU-35 akan dilakukan pada awal Februari 2018. Pembelian pesawat tempur ini sudah masuk finalisasi. Hal itu dikatakan Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom Publik) Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Totok Sugiharto di Kantor Kemnhan, kemarin.
"Pembelian Sukhoi sudah sampai finalisasi, nanti tanda tangan dengan Kemenhan pada akhir Januari atau awal Februari dengan Rusia. Mudah-mudahan semuanya lancar," kata Totok.
Terkait pengiriman pesawat Shukoi nanti, Totok belum mengetahui kapan pastinya. Namun dia berharap pengiriman pesawat shukoi bisa cepat dilakukan, setelah penandatangan nanti.
"Kemenhan akan terus mengawal dan mengupakan agar pengiriman pesawat Shukoi dari Rusia bisa lebih cepat. Ya kita tunggu saja setelah teken kontrak dengan Rusia," ujarnya.
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menegaskan, bahwa pembelian Sukhoi melalui mekanisme imbal beli tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. "Pembelian ini baru pertama kali dilakukan. Pembelian ini berdasarkan undang-undang, sesuai aturan," ujar Ryamizard.
Adapun Pasal 43 Ayat 5 (e) UU Industri Pertahanan menyatakan bahwa setiap pengadaan alat peralatan pertahanan keamanan (Alpalhankam) dari luar negeri wajib disertakan imbal dagang, kandungan lokal dan ofset minimal 85 persen, di mana kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 35 persen.
Sementara pihak Rusia hanya sanggup memberikan ofset dan lokal konten sebesar 35 persen, maka Indonesia menegaskan kembali bahwa pembelian Sukhoi ini dibarengi dengan kegiatan imbal beli yang nilainya 50 persen nilai kontrak. Artinya, Indonesia membeli Sukhoi dari Rusia, dan Rusia sebagai negara penjual berkewajiban membeli sejumlah komoditas ekspor Indonesia.
"Jadi Imbal dagang 50 persen, ofset 35 persen. Jadi total 85 persen. Ini juga membantu ekspor ke luar. Jadi ada nilai tambah," kata Ryamizard.
Perakitan pesawat tempur Sukhoi SU-35. (Foto: Istimewa) |
Inilah Empat Senjata Uni Soviet Paling Ditakuti di Era Perang Dunia II
Sekelompok Panzergrenadier memasuki kota Stalingrad, setelah berhasil merebut sebagian wilayah tengah kota itu dari pasukan Uni Soviet, awal Oktober 1942. (Foto: Istimewa) |
Apa faktor yang menjadikan Uni Soviet bisa membalikkan keadaan, dalam catatan sejarah, selain memiliki prajurit yang tangguh, Uni Soviet juga berhasil menciptakan berbagai macam senjata yang tak mampu dibendung oleh kekuatan militer imperium Nazi.
Setidaknya berikut empat senjata terkuat Uni Soviet yang mampu menciptakan mimpi buruk bagi pasukan militer Nazi:
1. Peluncur Roket Katyusha
Peluncur ini digunakan oleh Uni Soviet di garis depan timur selama Perang Dunia II, untuk Jerman, ia adalah pengganggu: suara proyektilnya yang lewat saat siang bolong membuat para tentara Nazi takut. Roketnya dapat menghancurkan apa pun di hadapannya, sambil menyebarkan peluru pecahan ke segala arah.
Sistem ini sangat efektif untuk menghadapi tentara infanteri. Roketnya dilengkapi dengan peledak tinggi, bukan hulu ledak penembus lapisan baja. Roket Katyusha BM-13 adalah senjata yang sangat berharga dan memainkan peran penting saat membantu tentara Soviet mengeliminasi para penjajah Nazi dalam konflik paling berdarah di sejarah negara itu.
2. Tank T-34
Tank ini adalah salah satu mesin perang terbesar dalam sejarah Soviet, dan dimodifikasi berkali-kali salah satunya dengan dipasang meriam 76 milimeter. Tank T-35 merupakan kombinasi dari daya tembakan luar biasa (bisa menghancurkan lapisan baja tank terkuat Jerman), mobilitas, dan perlindungan. Jenderal Jerman Paul Ludwig Ewald von Kleist menamakan T-34 tank terbaik di dunia.
Tank T-34 Uni Soviet. (Foto: Istimewa) |
Pesawat ini punya dua julukan: “Tank Terbang” karena lapisan baja tebalnya, dan “Si Bungkuk” karena penampilannya. Il-2 bukanlah pesawat bermanuver terbaik, tapi ia salah satu yang terefektif dan berhasil menjatuhkan pesawat Jerman beserta target laut dan daratnya.
Dengan satu kali isi tangka bensin, pesawat ini bisa terbang sejauh 700 kilometer dan memberondongkan timah panas dengan dua senapan 23 mm dan dua senapan mesin 7,62 mm miliknya. Selain itu, ia juga bisa menurunkan bom-bom tak berpandu RS-82 dan RS-132 dengan berat hingga 600 kilogram. Salah satu fitur paling menarik Il-2 adalah kemampuan pendaratan tanpa roda-roda dan perangkat lainnya bila ia harus mendarat secara darurat.
Pesawat serangan darat Ilyushin Il-2. (Foto: Istimewa) |
Dua Senjata Horor Ini Jadikan Militer Rusia Paling Ditakuti di Dunia
Senapan SVLK-14 Sumrak Twilight, saat ini digelari sebagai senjata sniper paling menakutkan di dunia. (Foto: DefenseReview.com) |
"Tahun lalu kami sukses menembak sasaran sejauh 3.700 meter. Sejak itu, kami menciptakan sejumlah inovasi termasuk memperpanjang laras dan sedikit menambah bobot peluru. Mudah-mudahan, tahun ini kita akan dapat menetapkan rekor baru,"MOSKOW -- Uni Soviet memang sudah runtuh, namun Rusia sebagai pewaris tunggal tetaplah merupakan negara terkuat dan paling ditakuti di dunia. Bahkan, Amerika Serikat (AS) pun hingga kini tetap tidak berani mengklaim sebagai negara adidaya terkuat di dunia dan mengesampingkan kekuatan Rusia.
Salah satu yang menjadikan militer Rusia sangat kuat dan ditakuti adalah kecepatan negara itu dalam menciptakan berbagai macam inovasi persenjataan yang sangat canggih, menghancurkan dan menakutkan.
Saat ini, dua senjata Rusia yang paling disorot media-media internasional karena kehororan-nya adalah, Rudal Satan 2 dan senapan SVLK-14 Sumrak Twilight, yang bisa menembak target dari jarak tiga km.
Senapan SVLK-14 Sumrak Twilight jadi sorotan dunia setelah media Inggris mengungkap senapan ini dikembangkan oleh Rusia. Senapan ini sudah menyebar di Mosul, Irak, yang digunakan para sniper untuk memerangi kelompok ISIS atau Islamic State.
Senapan SVLK-14 Sumrak Twilight dikembangkan oleh Lobaev Arms di kota Tarusa, Rusia barat. Bos perusahaan, Nikolay Lobaev, mengatakan sejumlah perbaikan telah dilakukan untuk senjata mematikan ini.
Kini senjata itu dikembangkan lagi dengan laras lebih panjang dan menggunakan peluru yang lebih berat untuk menambah jarak tembak. Tim pengembangan senapan ini berharap bisa menembak sasaran dalam jarak 4.200 meter dengan menggunakan SVLK-14 Sumrak yang dijual dengan harga 26.200 poundsterling atau sekitar Rp 414 juta sepucuknya.
Senapan SVLK-14 Sumrak Twilight, menjadi senjata yang sangat efektif dalam operasi penumpasan ISIS di Timur Tengah. (Foto: The Sun) |
Tipe lama senapan ini sudah digunakan penembak jitu Irak yang berjuluk Sniper dari Mosul, yang mengincar patroli ISIS di sejumlah wilayah permukiman di kota itu. Dikabarkan Al Sumaria News, munculnya si Sniper dari Mosul, seperti warga biasa menyebutnya, menumbuhkan keberanian warga untuk melawan ISIS,"
Sedangkan rudal RS-28 Sarmat atau Rudal Satan 2 adalah peluru kendali yang mampu membawa hulu ledak nuklir dengan muatan hingga 20.000 kiloton. Dengan muatan maksimum, sekali hantam Satan 2 mampu membunuh 4,5 juta orang di New York, melukai 3,6 juta orang, dan mengirimkan radioaktif yang dapat menyebar melampaui jarak 600 mil.
"Satu Satan 2 dapat menghapus tiga per empat New York selama ribuan tahun lamanya. Sementara lima atau enam Satan, sebagaimana yang diketahui militer AS, maka Pantai Timur Amerika akan menghilang," jelas asisten Menteri Keuangan untuk kebijakan ekonomi, Paul Craig Roberts.
Satan juga dapat dipersenjatai dengan 10 nuklir kecil berkekuatan 550 kiloton di mana setiap nuklir ini dapat menyebar melintasi daerah yang luas dan nyaris tak dapat dicegat. Rudal RS-28 Sarmat juga memiliki kecepatan tertinggi tujuh kilometer per detik dan telah dirancang untuk mengelabui sistem pertahanan rudal musuh.
Para ilmuwan Rusia terus melakukan penelitian dan ujicoba peningkatan kemampuan dan kecanggihan rudal RS-28 Sarmat atau Rudal Satan 2. (Foto: Business Insider) |
Inilah Catatan Keberhasilan Yaman Pecundangi Koalisi Militer Pimpinan Arab Saudi
SANA'A -- Memiliki persenjataan serba canggih di era-nya dan didukung negara koalisi, Arab Saudi ternyata hingga kini tetap tidak bisa menaklukkan perlawanan para pejuang Yaman. Bahkan pasukan milisi Yaman yang biasa disebut tentara "sarungan" tersebut, justru berhasil melakukan perlawanan dan serangan balik kepada koalisi militer pimpinan Arab Saudi.
Setidaknya berikut catatan keberhasilan pasukan Yaman dalam menghadapi invasi Arab Saudi, yang menandai kekalahan hegemoni Saudi dalam ambisinya menaklukkan Yaman:
1. Tentara Yaman, yang didukung oleh para pejuang Komite Populer, pada tahun 2017 membunuh hampir 400 tentara Saudi dan ratusan milisi yang setia kepada mantan presiden Yaman, Abd Rabbuh Mansur Hadi, di wilayah perbatasan barat daya kerajaan tersebut, dan berhasil membunuh tentara bayaran Saudi di Yaman, sebagai pembalasan atas operasi militer rezim Riyadh di Yaman.
Kantor berita resmi Yaman SABA melaporkan, bahwa tentara Yaman dan sekutunya juga menghancurkan delapan tank tempur utama M1 Abrams, 196 kendaraan lapis baja, 31 tank dan 1.337 kendaraan militer dalam periode tersebut. Pasukan angkatan laut Yaman juga menyerang empat kapal perang, sebuah kapal selam mata-mata dan sebuah kapal frigat tahun lalu.
Selain itu, unit pertahanan udara dan pejuang juga berhasil mencegat dan menembak jatuh dua pesawat tempur Fighter Senior F-16 Fighting Falcon, satu pesawat tempur McDonnell Douglas F-15 Eagle, dua helikopter uji coba Apache AH-64, sebuah Sikorsky UH- 60 helikopter utilitas Black Hawk, kendaraan udara tak berawak Predator B serta 19 pesawat pengintai.
Pasukan Yaman juga berhasil meluncurkan total 45 rudal balistik yang diproduksi di dalam negeri, termasuk tiga tipe Bangkalan-1 (Volcano-1) tipe Scud, tiga rudal Borkan-2 (Volcano-2) dan tiga bom Borkan H- 2 rudal ke posisi tentara Saudi.
2. Jaringan televisi al-Masirah melaporkan pada hari Minggu (24/12), bahwa 37 pesawat ditambah lebih dari 1.200 tank dan kendaraan lapis baja telah hancur sejak rezim Saudi dan sekutunya melancarkan perang yang menghancurkan negara tersebut. Arab Saudi juga kehilangan selusin helikopter serang Boeing AH-64 Apache, lima jet tempur McDonnell Douglas F-15 Eagle dan General Dynamics F-16 Fighting Falcon ditambah lebih dari 20 pesawat pengintai.
Sepuluh kapal perang, kapal fregat dan sejumlah gunboat juga hancur dalam agresi militer pimpinan-Saudi. Tentara Yaman dan pejuang sekutu dari Komite Populer juga telah menghancurkan ratusan pusat komando dan pos perbatasan di wilayah Najran, Jizan dan Assir barat daya Arab Saudi.
3. Pasukan Yaman berhasil menembakkan sebuah rudal balistik pada sebuah tempat pertemuan pasukan agresi yang dipimpin Saudi di Marib. Angkatan Darat Yaman dan Komite Populer melepaskan rudal "Qaher-M2" di kamp "Royk" Saudi di provinsi Marib. Pasukan Yaman juga menargetkan tempat pertemuan pasukan Saudi di daerah perbatasan Najran.
4. Jaringan televisi berbahasa Arab al-Masirah, melaporkan bahwa pesawat tak berawak Saudi ditembak jatuh saat terbang di langit di atas distrik Hirz pada dini hari Sabtu (30/12). Pasukan Yaman, menggunakan rudal permukaan-ke-udara, juga menembak jatuh jet tempur Eurofighter Typhoon milik Angkatan Udara Royal Saudi saat pesawat tersebut terbang ke timur ibukota Yaman, Sana'a.
Selain itu, tentara Yaman juga berhasil menembak General Atomics MQ-9 Reaper buatan AS, pesawat tak berawak yang dioperasikan oleh Royal Saudi Air Force. Pada bulan Juni, pasukan pertahanan udara Yaman juga mencegat dan menembak jatuh jet tempur F-15 Saudi di atas Sana'a.
5. Kantor berita Sputnik, Senin (1/1) melaporkan, Pasukan angkatan laut Yaman, yang didukung oleh pejuang sekutu dari gerakan Houthi Ansarullah, telah berhasil mengkap sebuah kendaraan bawah laut nirawak (AUV) Saudi di perairan teritorial Yaman.
Brigadir Aziz Rashed, wakil juru bicara militer untuk tentara Yaman mengatakan bahwa AUV dikendalikan secara remote, dan memiliki gambar rinci tentang zona operasinya, dan mengidentifikasi kendaraan itu dari seri REMUS (Remote Environmental Monitoring Unit), yang terutama digunakan untuk mendeteksi ranjau dan memeriksa kapal karam, dan beroperasi dengan pelacak WiFi dan GPS.
Setidaknya berikut catatan keberhasilan pasukan Yaman dalam menghadapi invasi Arab Saudi, yang menandai kekalahan hegemoni Saudi dalam ambisinya menaklukkan Yaman:
1. Tentara Yaman, yang didukung oleh para pejuang Komite Populer, pada tahun 2017 membunuh hampir 400 tentara Saudi dan ratusan milisi yang setia kepada mantan presiden Yaman, Abd Rabbuh Mansur Hadi, di wilayah perbatasan barat daya kerajaan tersebut, dan berhasil membunuh tentara bayaran Saudi di Yaman, sebagai pembalasan atas operasi militer rezim Riyadh di Yaman.
Arab Saudi dan kekuatan koalisinya, mengerahkan kekuatan militer penuh dalam ambisinya menaklukkan Yaman. (Foto: Istimewa) |
Selain itu, unit pertahanan udara dan pejuang juga berhasil mencegat dan menembak jatuh dua pesawat tempur Fighter Senior F-16 Fighting Falcon, satu pesawat tempur McDonnell Douglas F-15 Eagle, dua helikopter uji coba Apache AH-64, sebuah Sikorsky UH- 60 helikopter utilitas Black Hawk, kendaraan udara tak berawak Predator B serta 19 pesawat pengintai.
Pasukan Yaman juga berhasil meluncurkan total 45 rudal balistik yang diproduksi di dalam negeri, termasuk tiga tipe Bangkalan-1 (Volcano-1) tipe Scud, tiga rudal Borkan-2 (Volcano-2) dan tiga bom Borkan H- 2 rudal ke posisi tentara Saudi.
Sebuah pesawat tanpa awak milik kerajaan Arab Saudi berhasil ditembak jatuh oleh para pejuang Yaman. (Foto: en.alalam.ir) |
Sepuluh kapal perang, kapal fregat dan sejumlah gunboat juga hancur dalam agresi militer pimpinan-Saudi. Tentara Yaman dan pejuang sekutu dari Komite Populer juga telah menghancurkan ratusan pusat komando dan pos perbatasan di wilayah Najran, Jizan dan Assir barat daya Arab Saudi.
3. Pasukan Yaman berhasil menembakkan sebuah rudal balistik pada sebuah tempat pertemuan pasukan agresi yang dipimpin Saudi di Marib. Angkatan Darat Yaman dan Komite Populer melepaskan rudal "Qaher-M2" di kamp "Royk" Saudi di provinsi Marib. Pasukan Yaman juga menargetkan tempat pertemuan pasukan Saudi di daerah perbatasan Najran.
4. Jaringan televisi berbahasa Arab al-Masirah, melaporkan bahwa pesawat tak berawak Saudi ditembak jatuh saat terbang di langit di atas distrik Hirz pada dini hari Sabtu (30/12). Pasukan Yaman, menggunakan rudal permukaan-ke-udara, juga menembak jatuh jet tempur Eurofighter Typhoon milik Angkatan Udara Royal Saudi saat pesawat tersebut terbang ke timur ibukota Yaman, Sana'a.
Sebuah helikopter serbu Apache milik kerajaan Arab Saudi, ditembak jatuh oleh para milisi Yaman. (Foto: Istimewa) |
5. Kantor berita Sputnik, Senin (1/1) melaporkan, Pasukan angkatan laut Yaman, yang didukung oleh pejuang sekutu dari gerakan Houthi Ansarullah, telah berhasil mengkap sebuah kendaraan bawah laut nirawak (AUV) Saudi di perairan teritorial Yaman.
Brigadir Aziz Rashed, wakil juru bicara militer untuk tentara Yaman mengatakan bahwa AUV dikendalikan secara remote, dan memiliki gambar rinci tentang zona operasinya, dan mengidentifikasi kendaraan itu dari seri REMUS (Remote Environmental Monitoring Unit), yang terutama digunakan untuk mendeteksi ranjau dan memeriksa kapal karam, dan beroperasi dengan pelacak WiFi dan GPS.
Para pejuang Yaman berpose disebuah bangkai pesawat tempur kerajaan Arab Saudi yang berhasil mereka tembak jatuh. (Foto: Reuters) |
Milisi Libya Dituduh Lakukan perbudakan dan Penjualan Organ Tubuh
Munculnya berbagai kelompok milisi bersenjata di Libya, membuat kriminalitas meningkat pesat di negara tersebut. Diantaranya maraknya kasus perbudakan dan perdagangan manusia. (Foto: istimewa) |
“75 persen dari mereka dijual ke perbudakan di Libya, yang organnya dipanen, tubuh dimutilasi dan dipanggang seperti suya (kebab Afrika), berasal dari Nigeria selatan,”ABUJA -- Seorang mantan menteri Nigeria mengungkap praktik mengerikan dari perdagangan budak di Afrika oleh geng di Libya. Menurutnya, orang-orang Afrika di Libya dijadikan budak, dijual, hingga dimasak seperti suya atau kebab Afrika.
Praktik perbudakan dan penjualan manusia ini juga pernah diungkap Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dalam laporannya bulan April lalu. IOM memperingatkan bahwa para migran dijual ke pasar budak.
Fani-Kayode mantan Menteri Budaya Nigeria mengatakan, tiga perempat dari orang-orang yang ditahan oleh kelompok kriminal di Libya berasal dari Nigeria selatan.
“75 persen dari mereka dijual ke perbudakan di Libya, yang organnya dipanen, tubuh dimutilasi dan dipanggang seperti suya (kebab Afrika), berasal dari Nigeria selatan,” tulis mantan menteri tersebut.
”Dipanggang hidup-hidup. Ini adalah apa yang orang Libya lakukan kepada orang-orang Afrika sub-Sahara yang mencari titik transit ke Eropa. Mereka menjualnya ke perbudakan dan pembunuhan, mutilasi, penyiksaan atau kerja sampai mati,” lanjut Fani-Kayode, seperti dikutip IB Times, Kamis (30/11/2017).
Menanggapi peristiwa mengerikan tersebut, Presiden Nigeria Muhammadu Buhari mengatakan, pemerintah mulai membawa pulang warganya yang terdampar di Libya. Langkah itu diambil setelah laporan tentang praktik perbudakan yang mengerikan di Libya jadi sorotan global.
”Situasi di Libya, orang-orang yang dijual menjadi budak, sangat mengerikan dan tidak dapat diterima. Kami akan melakukan segalanya untuk melindungi warga dimanapun mereka berada, Nigeria mulai membawa pulang semua orang Nigeria yang terdampar di Libya dan tempat lain, ” tulis Buhari di akun Twitter-nya, seperti dikutip Reuters, Kamis (30/11/2017).
Para migran tiba di sebuah pangkalan angkatan laut setelah diselamatkan penjaga pantai Libya di Tripoli. (Foto: Reuters/Ismail Zitouny) |