"Saya tidak percaya dunia percaya tuduhan Presiden Erdogan, Mungkin saja kudeta itu telah direncanakan sebelumnya dan bisa jadi untuk menunjukkan tuduhan pada kami,"ISTANBUL -- Aksi kudeta yang dilakukan sebuah kelompok di dalam militer Turki untuk menjatuhkan pemerintahan Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan, berhasil digagalkan. Saat ini, aparat keamanan pendukung Erdogan sudah menangkap lebih dari 80.000 para tersangka yang dianggap ikut ambil bagian dalam kudeta tersebut.
Bukan hanya menangkap para tentara yang terlibat kudeta, Erdogan juga menanggap ribuan guru, hakim, jaksa, tokoh politik, anggota kepolisian, ilmuwan, tokoh politik, dan bahkan warga biasa yang dianggap menjadi simpatisan kudeta militer tersebut.
Dengan sadis Erdogan mengatakan, bahwa para pelaku kudeta akan diperlakukan sama layaknya teroris. "Mereka yang bertanggung jawab atas kudeta ini akan membayar sangat mahal," kata Erdogan.
Melihat tindakan rezim Erdogan yang menangkap pihak-pihak yang dituduh sebagai pelaku kudeta hanya dalam hitungan hari, sejumlah pengamat internasional meyakini jika kudeta militer itu sudah direkayasa Erdogan sendiri, hal ini dilakukan untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya dan jajaran militer yang tidak loyal.
Ulama Turki, Fethullah Gulen, yang pasca kudeta langsung dituduh mendalangi aksi kudeta itu meyakini, kudeta militer yang terjadi di Turki merupakan permainan politik tingkat tinggi Erdogan. Dia bahkan menyebut kudeta militer itu dilakukan oleh Presiden Erdogan sendiri.
Para pendukung Erdogan menyiksa dan memukuli para tentara yang dituduh terlibat dalam kudeta untuk menjatuhkan rezim pemerintahan Erdogan. (Foto: istimewa) |
"Sebagai seseorang yang berulang kali pernah menderita di bawah kudeta militer selama lima dekade ini, tuduhan itu sangat menyinggung," ucap Gulen.
Menurutnya, tak mungkin dirinya yang selama ini melarikan diri dari tekanan dan siksaan kudeta malah melakukan kudeta. Ia justru menyebut ada kemungkinan kudeta yang telah menewaskan sebanyak 265 orang itu malah didalangi rezim Turki.
"Saya tidak percaya dunia percaya tuduhan Presiden Erdogan, Mungkin saja kudeta itu telah direncanakan sebelumnya dan bisa jadi untuk menunjukkan tuduhan pada kami (Gulen dan pengikutnya) kata Gullen, seperti dilansir koran the Guardian, Ahad (17/7).
Dia mengatakan membantah semua tuduhan keterlibatan militer dan mengaku menderita akibat kudeta yang gagal pada 1990-an. "Setelah kudeta militer di Turki saya ditekan dan dipenjara. Saya menjalani pengadilan dan berbagai bentuk pelecehan. Kini Turki sudah di jalan demokrasi dan tak bisa kembali, kata Gullen.
Para tentara dan rakyat yang berhasil ditangkap ditelanjangi dan diperlakukan dengan hina oleh para pendukung rezim Erdogan. (Foto: Istimewa) |
Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, mengatakan bahwa Turki harus menunjukkan bukti kepada AS bahwa pria berusia 75 tahun itu dalang utama kudeta. Kerry juga meminta otoritas Turki menghormati aturan hukum selama penyelidikan terhadap mereka yang diduga terlibat upaya kudeta.
Hal ini dilontarkan Kerry karena Erdogan sejak kudeta gagal, telah melakukan penangkapan dan penyiksaan terhadap ribuan orang yang dituduh terlibat dalam aksi penggulingan dirinya.
Erdogan Alami Paranoid
Presiden Erdogan selama ini selalu merasa 'paranoid' terhadap gerakan Gullen yang dulu sempat menjadi sekutunya itu. Bukan hanya langsung mengkambinghitamkan kelompok Gulen dalam kudeta gagal tersebut, Pemerintahan Erdogan selalu menuduh Fethullah Gülen dan gerakan Hizmet, setiap terjadi kerusuhan di Turki. Sebagai contoh, pembersihan militer tak hanya terjadi setelah kudeta gagal akhir pekan lalu.
Pada 2012, Erdogan juga pernah melakukan pembersihan di tubuh militer dengan memecat 236 tentara, mulai dari level tinggi sampai rendah. Dia menuding para tentara itu sebagai loyalis Gullen yang mencoba akan menggulingkan kekuasaannya. Bahkan, sejak 2013, Erdogan mengumumkan Gerakan Gullen sebagai kelompok teroris yang membuat banyak pengikut kelompok tersebut mencari suaka ke luar negeri.
Ulama kharismatik Turki, Fethullah Gullen. (Foto: Istimewa) |
Dalam wawancara khusus dengan jurnalis Guardian Amana Fontanella-Khan yang menemui sang ulama ternama tersebut di kediamannya di Amerika Serikat, Gullen mengatakan bahwa kudeta tersebut tak terjadi secara spontan, tetapi telah dirancang oleh rezim Erdogan.
Dilansir Guardian, mayoritas kalangan internasional tak percaya dengan tudingan Erdogan bahwa Gulen adalah dalang utama insiden Jumat 15 Juli 2016 lalu.
Selain menuduh sebagai pelaku utama, Erdogan juga mengatakan bahwa Fethullah Gulen hanyalah pion dari dalang kudeta Turki yang berhasil digagalkan. Erdogan tidak menyebut siapa dalang kudeta yang sebenarnya.
Meski demikian, menurut laporan Reuters, Minggu (31/7/2016), dalam berbagai pidatonya, Erdogan kerap menggunakan istilah “dalang” yang secara tersirat menunjuk Barat sebagai referensi umum dan Amerika Serikat (AS) sebagai referensi khusus.
Erdogan sebelumnya juga mulai menyuarakan sentimen anti-AS dengan menuduh bahwa Washington membantu dan bersimpati kepada para Gulenist yang berusaha untuk menggulingkan Pemerintah Erdogan.
Kedekatan Erdogan dan Gullen saat masih menjadi sahabat dekat. (Foto: istimewa) |
Pernyataan Erdogan ini muncul untuk menanggapi pernyataan Direktur Intelijen Nasional AS, James Clapper, yang sebelumnya menyebut bahwa “pembersihan” di Turki, telah merugikan upaya memerangi Daesh (ISIS) di Suriah dan Irak. Alasannya, pembersihan itu menyasar petugas kunci Turki yang telah bekerja sama dengan AS dalam perang melawan ISIS.
Teori konspirasi juga telah berkembang di Turki sejak upaya kudeta, di mana sebuah surat kabar pro-Pemerintah Turki menulis bahwa kudeta itu dibiayai oleh CIA dan diarahkan oleh Jenderal Angkatan Darat AS menggunakan ponsel dari Afghanistan.
Sejumlah pengamat menilai dengan gagalnya kudeta maka Erdogan akan menjadi semakin kuat dan berpotensi menjadi makin otoriter. Lawan-lawan politiknya menganggap Erdogan selama ini ingin memperkuat kekuasaannya dan pengaruh Islam di negara sekuler macam Turki. Kini Erdogan mendapat panggung untuk memperkuat pengaruh politiknya terhadap rakyat Turki.
"Jelas dia akan menggunakan kesempatan ini untuk menuntaskan apa yang sudah dia mulai sebelumnya," ujar sarjana Turki, Henri Barkey, kepala program Timur Tengah di Pusat Sarjana Internasional Wilson di Washington, Amerika Serikat. (*Dari berbagai Sumber)