Terbukti Bantai Siyono, Anggota Densus 88 Diperiksa - Jalur Militer

Terbukti Bantai Siyono, Anggota Densus 88 Diperiksa

Salah satu aksi Densus 88 saat melakukan tugasnya. Densus 88 selama ini sering bertindak sewenang-wenang dan sering melecehkan simbol-simbol Islam, rumah ibadah dan bahkan pemuka agama dalam setiap melaksanakan tugasnya. (Foto: istimewa)
"Banyak patah tulang dan segala macam yang berujung kepada jantung itu penyebab kematiannya. Patah tulang di bagian tubuh ditemukan banyak,"
JAKARTA -- Meski berkali-kali sempat membantah adanya kesalahan prosedur dan pelanggaran hukum dalam penangkapan Siyono salah satu terduga teroris yang tewas oleh Densus 88, Mabes Polri akhirnya mengakui bahwa ada beberapa anggota Densus 88 yang melakukan tindakan yang melampaui tugas dan kewenangannya.

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri, Irjen M Iriawan mengatakan sudah memeriksa tujuh orang saksi yang merupakan anggota Densus 88 Antiteror terkait kasus kematian terduga teroris asal Klaten Siyono.


 "Ada banyak saksi-saksi yang sudah saya periksa. Pokoknya saksi yang melihat dan mendengar, ya diperiksa. Khusus yang dari Densus ada tujuh orang yang saya periksa, termasuk dua anggota yakni yang mengawal dan menyupir," kata Iriawan di Komplek Mabes Polri, Jumat (8/4/2016).

Selain itu anggota Kepala Satuan Wilayah di Jateng juga menjadi bagian dari tujuh orang yang diperiksa dari Densus 88. Bahkan akan ada sidang kode etik untuk anggota Densus yang mengawal dan menyupir tersebut.

"Intinya memang ada kesalahan prosedur, enggak diborgol (Siyono). Mereka tidak memborgol karena merasa sudah dekat (dengan lokasi tempat penitipan senjata di Prambanan). Nanti ada sidang kode etik dan profesi, mereka tidak profesional," pungkasnya.
Kesimpulan Hasil Autopsi

Ketua Umun PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simajuntak memaparkan empat poin kesimpulan dari hasil autopsi jenazah terduga teroris asal Klaten, Siyono.

"Pertama tidak benar sudah dilakukan autopsi terhadap jenazah Siyono sebelumnya. Autopsi yang dilakukan oleh tim dokter forensik yang diketuai oleh Dokter Gatot (tim PP Muhammadiyah) adalah autopsi yang pertama," tegas Dahnil, Senin (11/4/16).

Demonstrasi masyarakat memprotes aksi brutal Densus 88 terhadap warga terduga teroris. Sebagian masyarakat saat ini menganggap bahwa Densus 88 sengaja mengincar umat Islam dan membantainya tanpa didasari fakta hukum yang jelas. (Foto: istimewa)
Kedua lanjut Dahnil tidak benar ada indikasi kematian Siyono karena pendarahan di kepala.

"Ternyata hasil autopsi dokter tim forensik kita justru di kepala itu kalau istilah dokter otaknya tidak dalam bentuk bubur merah tetapi bubur putih. Berati tidak ada pendarahan di kepala. Agak aneh kalau kemudian polisi bisa tahu penyebab kematiannya adalah pendarahan di kepala karena polisi sendiri tidak pernah melakukan autopsi kecuali CT Scan," tegasnya.

Ketiga, dokter forensik telah membuat kesimpulan di mana dari hasil autopsi yakni uji mikroskopis dan lab ditemukan pendaraan hebat. "Banyak patah tulang dan segala macam yang berujung kepada jantung itu penyebab kematiannya. Patah tulang di bagian tubuh ditemukan banyak," katanya.

Yang terakhir lanjut Dahnil dari hasil autopsi jenazah Siyono tidak ditemukan adanya indikasi perlawanan dari Siyono. "Empat poin itu penting menjawab apa yang disampaikan Densus 88 dan pihak kepolisian," pungkasnya.


Sedangkan aktivis PP Muhammadiyah, Makmun Murod al Barbasy, mengatakan bahwa autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono dilakukan untuk menemukan jawaban dari sisi ilmiah terkait kematiannya yang dianggap tidak wajar.

Menurutnya, autopsi jenazah merupakan langkah yang tepat sehingga tidak menimbulkan prasangka.

"Itu langkah luar biasa, jadi tidak ada timbul sangka suudzon, tapi ini fakta (hasil autopsi) seperti ini. Jadi yang menjawab siapa pun tidak ada yang bisa membantah. Polisi tidak bisa membantah dan masyarakat juga tidak bisa seenaknya menuduh. Jadi, proporsional," kata Makmun Murod di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (7/4/16).


Hasil Autopsi Tampar Densus 88
 

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan, tindakan Muhammadiyah harus dihargai untuk mengungkap kesalahan polisi, khususnya Densus 88 Antiteror Mabes Polri, dalam menangani kasus ini.

"Apa yang dilakukan Muhammadiyah harus dihargai dan menjadi tamparan bagi kepolisian, Densus 88 bagaimana terjadi pelanggaran, karena apa pun ceritanya kalau ditahan kemudian meninggal itu pelanggaran. Polisi benar lakukan sidang etik terhadap perkara Siyono," kata Fadli, Selasa (12/4/2016).

Sebuah meme yang dibuat netizen dalam menyikapi aksi Densus 88, yang dianggap tidak adil terhadap umat Islam. (Gambar: Facebook)
Menurut Fadli, penanganan kasus ini tak cukup dengan sekadar sidang etik, namun harus diberikan sanksi berat. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) harus ditanggapi serius.

"Harus ada pembenahan dan sanksi berat. Satu orang saja kita permasalahkan bertahun-tahun, ini sebegitu banyak. Era Reformasi tekankan HAM," tegasnya.


Berdasarkan agenda DPR sendiri, komisi III hari ini, pukul 13.00 WIB, akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan PP Muhammadiyah, Komnas HAM, dan KontraS. Jadwal ini sesuai rencana komisi hukum itu sejam minggu lalu.

Seperti diketahui Almarhum Siyono meninggal dunia usai berkelahi dengan anggota Densus 88 saat mengawalnya menunjukkan lokasi tempat penitipan senjata. Propam menemukan memang ada kesalahan prosedur dalam pengawalan itu.

Autopsi jenazah Siyono dilakukan pada Minggu 3 April 2016 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dukuh Brengkungan Desa Pogung Kecamatan Cawas Klaten Jawa Tengah.

Siyono tewas setelah Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 menangkapnya dan menyiksanya dengan membabi buta. Siyono dikembalikan kepada keluarganya dalam kondisi tubuh yang sudah rusak dan hancur. (*JM)

Sumber:Jurnalummah.com
ads 720x90

#Tags

Disclaimer: Gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami disini.
Comment
Disqus