Menampilkan postingan dari 2016

Sepertiga Pasukan TNI Selalu Disiapkan Waspada dan Siaga Tempur

Mabes TNI menyatakan telah mengkondisikan sepertiga pasukan di seluruh Indonesia untuk selalu siaga mewaspadai setiap ancaman yang berpotensi terjadi.(Foto: istimewa)

Rusia Siap Kobarkan Perang Dingin, Jika AS Menyerang Suriah Secara Langsung

Potensi kemungkinan terjadinya perang terbuka antara Amerika Serikat melawan militer Rusia semakin terbuka di medan perang Suriah. Rusia memberikan peringatakan keras kepada AS jika berani secara langsung menyerang Suriah, dengan kembali mengobarkan perang dingin.
"Jangan coba untuk menakut-nakuti siapa pun. Jangan katakan kalau seandainya gagal maka negara-negara di Arab lainnya dan Amerika Serikat akan melancarkan operasi darat,"
Jalurmiliter - Moskow - Rusia memberikan peringatan keras kepada Amerika Serikat (AS), terkait rencana negara adidaya tersebut yang akan melakukan zona larangan terbang dan mengerahkan militer besar-besaran untuk menumbangkan pemerintahan Presiden Suriah, Bashar Al-Assad. Rusia menyatakan, jika AS berani melakukan hal tersebut, makan akan dapat memicu perang yang lebih besar dan brutal di Timur Tengah.

Hal ini disampaikan Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev, yang menyatakan bahwa pengerahan pasukan AS di Suriah hanya akan memicu perang besar yang bakal berlangsung lama. Medvedev mengeluarkan komentar ini setelah Menteri Luar Negeri Amerika, John Kerry, mengatakan, upaya perdamaian di Suriah gagal dan jumlah pasukan asing yang terlibat konflik mungkin akan bertambah.

Seperti yang dilansir BBC Indonesia, Senin (15/2/2016), PM Medvedev mengatakan tak semestinya Washington mengeluarkan ancaman tersebut.

"Jangan coba untuk menakut-nakuti siapa pun. Jangan katakan kalau seandainya gagal maka negara-negara di Arab lainnya dan Amerika Serikat akan melancarkan operasi darat," kata Medvedev dalam wawancara dengan TV Euronews, Minggu (14/2/2016).

"Saya ingin kembali menegaskan, tidak ada satu negara pun yang ingin terlibat perang baru. Operasi darat hanya akan memicu perang besar, perang yang akan berlangsung lama. Ini harus kita garis bawahi," kata dia.

Selain itu, Medvedev mengatakan, ketegangan antara Rusia dan Barat telah mendorong dunia memasuki perang dingin baru. Dia mengatakan, hanya kerja sama teratur antara Rusia dan Amerika Serikat yang dapat mengembalikan keadaan di Suriah.

Sebelumnya, dalam pembicaraan telepon, Presiden AS Barack Obama mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin, menghentikan serangan udara terhadap kekuatan oposisi moderat Suriah. Namun, menurut versi Kremlin, kedua pemimpin setuju meningkatkan kerja sama dalam upaya mengakhiri kekerasan di Suriah.

Sumber: bbc.com

Merasa Berjasa Ikut Tumpas ISIS, Kurdi Minta Negara Merdeka dari Irak

Parade militer Kurdi. Saat ini, kaum Kurdi menjadi sebuah kekuatan baru di Timur Tengah.  Selain memiliki populasi yang cukup besar dan tersebar di sejumlah negara, Kurdi juga memiliki pasukan tempur yang lebih dari cukup untum membentuk sebuah negara. (Foto: istimewa)
”Waktu telah lama matang untuk itu, tapi kami sedang berkonsentrasi pada perang melawan Daesh (ISIS). Begitu Mosul dibebaskan, Kurdi akan bertemu dengan mitra di Baghdad dan berbicara tentang kemerdekaan kami,"
MOSUL -- Kekuatan Suku Kurdi baik di Irak maupun Suriah, memiliki andil yang sangat besar dalam melawan kelompok teror ISIS dan pasukan pemberontak lainnya. Ditambah lagi, Amerika Serikat dan sejumlah negara anggota NATO terus menyuplai kaum Kurdi dengan persenjataan canggih. Bahkan, kini Kurdi sudah memiliki pasukan militer yang lebih dari cukup untuk membentuk sebuah negara yang kuat.

Seakan menyadari hal ini, Perdana Menteri (PM) Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG), Nechervan Barzani, mengatakan, Kurdi akan memperbarui tuntutan merdeka dari Pemerintah Irak setelah Mosul dibebaskan dari kelompok ISIS.

Hal ini disampaikan Barzani, dalam sebuah wawancara hari Jumat dengan surat kabar Jerman, Bild (28/10/2016). Ia mengatakan, pihak berwenang Kurdistan memutuskan untuk memperbarui tuntutan kemerdekaan dari Irak.
Pasukan militer Kurdi membombardi posisi kelompok ISIS pinggiran di kota Mosul, Irak. (Foto: istimewa)
”Waktu telah lama matang untuk itu, tapi kami sedang berkonsentrasi pada perang melawan Daesh (ISIS). Begitu Mosul dibebaskan, Kurdi akan bertemu dengan mitra di Baghdad dan berbicara tentang kemerdekaan kami," kata Barzani.

Menurut Barzani, Kurdi Irak telah menunggu kesempatan untuk merdeka dalam waktu yang terlalu lama. ”Kami bukan Arab, kami bangsa Kurdi. Pada beberapa titik akan ada referendum kemerdekaan Kurdistan, dan kemudian kami akan membiarkan orang memutuskannya,” katanya.

Barzani mengatakan kemajuan di Mosul telah cepat sejauh ini. ”Kami telah mengambil distrik terpencil dengan cepat, tetapi tidak jelas seberapa kuat Daesh akan mempertahankan kota ini. Jika semuanya berjalan dengan baik secara lebih jauh, saya meramalkan kota ini akan dibebaskan dalam tiga bulan," katanya.
Peta wilayah penyebaran etnis suku Kurdi di sejumlah negara.

NATO Semakin Banyak Tingkah, Rusia Kirim Kapal Perang ke Laut Baltik

Armada kapal perang Rusia yang dipersenjatai rudal Kalibr. Rusia mengirimkan sejumlah armada kapal perang ke Laut Baltik, dan langsung meningkatkan suhu konflik di kawasan tersebut. (image: Sputniknews)
"Penambahan rudal Kalibr akan meningkatkan jangkauan serangan bukan hanya dari Armada Baltik, tapi pasukan Rusia di kawasan Baltik, hingga lima kali lipat,"
Jalurmiliter - Kawasan laut Baltik semakin memanas. Rusia telah mengirim dua kapal perang berpeluru kendali Kalibr, dengan kemampuan mencapai Eropa ke Laut Baltik di tengah persiapan NATO yang juga akan mengirim ribuan pasukan ke perbatasan Rusia.

Dua kapal perang tersebut adalah bagian dari armada kapal perang yang dikirimkan ke Laut Mediterania yang berencana mengisi bahan bakar di Spanyol sebelum melanjutkan perjalanan menuju Suriah. Terakhir, kapal itu bergerak ke Laut Utara, melewati Great Belt sekitar Denmark dan menuju ke Laut Baltik. Menurut pengamat, kapal-kapal itu sedang dalam perjalanan ke kantong Rusia di Baltik, Kaliningrad, yang baru-baru ini memiliki sejumlah rudal mematikan.

"Penambahan rudal Kalibr akan meningkatkan jangkauan serangan bukan hanya dari Armada Baltik, tapi pasukan Rusia di kawasan Baltik, hingga lima kali lipat. Dua korvet kecil, dengan kemampuan rudal nuklir modern mereka, mungkin belum memberikan dampak yang luar biasa untuk ukuran mereka di Baltik," kata Analis Pertahanan dari Atlantic Council Digital Forensik Research Lab.

Peta kawasan Baltik

Kemenhan RI Akan Pamerkan Tank Boat Asli Buatan Indonesia ke Hadapan Publik

Indonesia akan memamerkan ke hadapan publik salah satu alutsista buatan asli Indonesia, yaitu tank boat. Jika proyek ini berhasil, Indonesia diklaim menjadi negara pertama di dunia yang memiliki kemampuan mengembangkan teknologi perang tersebut. (istimewa)
"Ini teknologi pertama di dunia jika berhasil. Bisa beroperasi di pinggir pantai, bersembunyi di antara pohon bakau,"
Jalurmiliter - Jakarta - Kementerian Pertahanan (Kemhan) kembali menggelar pameran industri pertahanan berskala internasional, Indo Defence 2016 Expo & Forum. Akan ada berbagai suguhan spesial yang disajikan dalam pameran yang digelar tanggal 2 hingga 5 November 2016 itu. Salah satunya peluncuran Tank Boat.

Tank Boat merupakan kendaraan tempur yang memadukan kapabilitas darat seperti yang dimiliki tank dan kemampuan manuver di perairan yang dimiliki kapal. Dengan menggabungkan kemampuan manuver darat dan laut, kendaraan tempur ini menjadi yang pertama di dunia.

"Ini teknologi pertama di dunia jika berhasil. Bisa beroperasi di pinggir pantai, bersembunyi di antara pohon bakau," kata Direktur Teknologi Industri Pertahanan, Ditjen Pothan, Brigjen Jan Pieter Ate, Rabu (26/10/2016).

Bentuk tank boat buatan Indonesia. (image: milrecon/Feby Sutianto)

Bukan Hanya Kapal Induk, Kapal Selam Rusia Juga Masuki Perairan Inggris

Kapal selam kelas Akula, saat melintas memasuki selat Inggris.
"Serangan kapal selam Akula adalah kekuatan serangan yang nyata, dan kapal selam Kilo dapat beroperasi di perairan dangkal Laut Hitam. Mereka telah dilengkapi dengan rudal jelajah Kalibr terbaru"
Jalurmiliter - London - Inggris dan NATO kembali dibuat resah dengan pergerakan armada perang Rusia di dekat perairan mereka. Pasalnya, seperti dikutip dari laman Express, Minggu (30/10/2016), sebuah kapal selam nuklir milik Angkatan Laut (AL) Inggris berhasil melacak dua dari tiga kapal selam milik Rusia.

Sebuah sumber di AL Inggris mengatakan bahwa dua kapal selam kelas Akula yang di "ping" oleh kapal selam Inggris kelas Trafalgar karena mereka berlayar melalui Laut Irlandia. Kapal selam tersebut berasal dari pangkalan Severmorsk, dekat Murmansk, dipersenjatai degan sistem rudal jelajah Kalibr. Keduanya diduga bagian dari Armada Utara yang sebelumnya bernama Armada Red Banner.

Kapal selam ketiga, sebuah kapal selam kelas Kilo dari armada yang sama, merayap melalui Selat Inggris setelah terlacak oleh pesawat P3 milik Patroli Maritim Norwegia. Berjalan lebih lambat, kapal selam kelas Kilo Rusia adalah kapal selam diesel listrik paling tenang di dunia, dan terutama dirancang untuk perang anti kapal selam. Ketiganya kemudian dibayangi dari South West dengan kapal selam Inggris dan melacak mereka dalam kontak selama 6 jam.

"Dalam pendekatan di South West, jelas sekali kapal selam Rusia ingin kita tahu jika mereka ada di sana. Kemudian, setelah periode waktu, mereka pergi menjauh. Keberadaan mereka sekali lagi diketahui dengan dukungan dari mitra NATO," kata sumber AL Inggris.

Armada kapal induk Rusia saat memasuki perairan Inggris.

Ekonomi Memburuk, Indonesia Terancam Batalkan Pembelian Jet Tempur Sukhoi SU-35

Pesawat tempur Sukhoi SU-35. Impian rakyat Indonesia untuk segera memiliki jet tempur canggih ini sepertinya hanya akan menjadi angan-angan. Selain belum disepakatinya masalah transfer teknologi, memburuknya perekonomian Indonesia dalam dua tahun terakhir, juga menjadi pemicu utama batalnya pembelian tersebut.(Foto: Sputniknews)
“Kontrak pembelian Su-35 hampir disepakati sebelum kuartal kedua tahun ini. Namun, masalah harga dan transfer teknologi mungkin akan menghambat penandatanganan kontrak. Karena itu, Indonesia terpaksa mengundang dua perusahaan lain untuk mengirimkan proposal mereka,"
MOSKOW -- Rakyat Indonesia kembali dibuat kecewa dengan terancam batalnya pembelian pesawat tempur multiperan Sukhoi SU-35. Setelah sebelumnya sempat gembar-gembor terkait pembelian jet tempur canggih ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga kini belum juga mampu merealisasikan pembelian jet tempur tersebut.

Transfer teknologi menjadi alasan batalnya pembelian, pasalnya Indonesia tetap "ngotot" ingin sebagian dari pembelian pesawat akan diproduksi di Indonesia. Sedangkan mengutip keterangan yang disampaikan pihak Rusia, pembelian 8 – 12 unit pesawat terhitung sangat sedikit untuk dapat menjalankan produksi bersama dan transfer teknologi.

Negosiasi harga dan transfer teknologi menjadi penghalang keputusan pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35 oleh Indonesia. Demikian hal tersebut dikabarkan RNS Online, mengutip laporan yang dipublikasikan Defence World.
Kesibukan para teknisi Rusia dalam menciptakan dan mendesain pesawat tempur Sukhoi SU-35. (Foto: istimewa)
“Kontrak pembelian SU-35 hampir disepakati sebelum kuartal kedua tahun ini. Namun, masalah harga dan transfer teknologi mungkin akan menghambat penandatanganan kontrak. Karena itu, Indonesia terpaksa mengundang dua perusahaan lain untuk mengirimkan proposal mereka," tulis Defence World.

Ekonomi Memburuk

Selain masalah transfer teknologi, yang menjadi faktor utama batalnya pembelian tersebut adalah karena memburuknya perekonomian Indonesia dalam dua tahun terakhir. Seperti diketahui, pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35 sejatinya telah direncanakan sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Saat itu Indonesia akan membeli satu skuadron pesawat tempur canggih tersebut, untuk menggantikan pesawat tempur F-5 Tiger buatan AS milik Angkatan Udara RI yang sudah usang.

Bahkan saat itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sempat menyatakan bahwa pembelian satu skuadron SU-35 baru tahap pertama dalam program MEF jilid II, dan akan menambah setidaknya tiga skuadron lagi untuk mengcover wilayah Timur Indonesia dan melindungi perairan Natuna yang berada dalam zona konflik di Laut China Selatan.

Opsi pembelian pesawat tersebut telah dibicarakan dalam pertemuan Menhan RI dengan Kepala Staf dan Komando Angkatan Udara Rusia. Purnomo saat itu berharap, agar keputusan untuk memilih pesawat tempur pengganti itu segera diputuskan, agar pada Rencana Strategis (Renstra) II 2015-2020 dapat dilakukan pembelian sehingga datang tepat pada waktunya.

Pergantian pemerintahan kepada Presiden Jokowi, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tetap melanjutkan program ini, namun dengan jumlah yang lebih sedikit. Pada Juni lalu, Duta Besar Indonesia untuk Federasi Rusia Wahid Supriyadi sempat menyampaikan Indonesia hanya membeli delapan unit pesawat tempur multiperan SU-35 dari Rusia. Saat itu, Dubes Wahid menerangkan bahwa diskusi terkait kemungkinan transfer teknologi dari pihak Rusia tengah berjalan.
Jet tempur Sukhoi SU-35 masuk dalam kategori pesawat tempur generasi 4.5, namun dari kecanggihan teknologi sudah menyematkan kemampuan pesawat tempur generasi ke-5. (Gambar: istimewa)

TNI AL Lakukan Uji Coba Kendaraan Tempur Amfibi made in Indonesia

TNI AL lakukan uji coba kendaraan tempur amfibi asli buatan Indonesia.
SURABAYA -- Indonesia terus berupaya melakukan berbagai macam riset dan penemuan dalam bidang teknologi Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista). Minimnya Alutsista di ketiga matra TNI, membuat TNI terus melakukan berbagai macam inovasi untuk menciptakan Alutsista yang sesuai kebutuhan dan yang terpenting merupakan asli buatan Indonesia.

Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Laut (Dislitbangal) melaksanakan uji coba kendaraan amfibi di kolam rampa Bhumi Marinir Karangpilang, Surabaya, Kamis (27/10/2016). 


Kegiatan yang disaksikan langsung Sekdislitbangal Kolonel Laut (T) Aris Krisnadjaja didampingi Letkol Laut (T) Noor Fauzy R, Letkol Laut (E) Muhamad Nurul Adib tersebut untuk mengetahui kelaikan kendaraan amfibi untuk manuver di darat maupun di air.
Kendaraan amfibi tersebut merupakan proyek Dislitbangal yang dikerjakan oleh Letkol Mar Citro Subono bekerja sama dengan PT. Fiberboat.


Letkol Mar Citro Subono selaku peneliti Litbangal kendaraan amfibi mengatakan, kendaraan amfibi yang dibuat dengan spesifikasi menggunakan mesin darat Isuzu NKR 71, 5100 CC, 125 PS, 4x4, selain itu menggunakan dua buah mesin cummins mercruiser 220 HP, jenis diesel commonrail, stem drive propeller.

TNI AL lakukan uji coba kendaraan tempur amfibi asli buatan Indonesia.
Keistimewaannya roda darat bisa dilipat keatas seperti pesawat saat di air, sehingga kecepatannya bisa mencapai 12 knot sedangkan di darat mampu melaju dengan kecepatan 80 km per jam.

Dimensinya, lanjutnya, panjang 10 meter, lebar 2,5 meter, tinggi 3,1 meter dan mempunyai bobot 6,7 ton. Daya muat kendaraan amfibi yaitu 3 kru, 16 penumpang dan 500 kg barang. 


Secara taktis, kegunaan kendaraan amfibi yaitu raid amfibi cepat dengan sasaran yang jauh di darat, mengangkut bekal untuk re supply pasukan depan, ambulance amfibi, mobil komunikasi amfibi dan mobil komando.
TNI AL lakukan uji coba kendaraan tempur amfibi asli buatan Indonesia.
Kemudian secara Non taktis, kendaraan amfibi bisa digunakan untuk SAR banjir, kendaraan organik KRI stand by di KRI dan untuk kendaraan pangkalan membantu fungsi pangkalan yang banyak menghadapi dua alam.

Seluruh rangkaian kegiatan di akhiri dengan pemotongan tumpeng oleh Sekdislitbangal Kolonel Laut (T) Aris Krisnadjaja sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan uji coba kendaraan amfibi, dan potongan tumpeng diserahkan kepada Letkol Mar Citro Subono.(*Dispen Kormar)

Sumber: Lembaga Kajian Pertahanan untuk Kedaulatan NKRI

China Pamerkan Jet Tempur Siluman Hasil Duplikat Teknologi Amerika Serikat

China memamerkan pesawat tempur Siluman J-20 ke hadapan publik. (image: Reuters)
"Ini akan menjadi penampilan publik pertama jet tempur siluman generasi terbaru yang diproduksi di dalam negeri,"
BEIJING -- Militer China berencana akan memamerkan Jet Tempur Siluman J-20 ke Publik China di kota Zhuhai, disaat ketegangan dengan sejumlah negara semakin meningkat di kawasan Laut China Selatan.

China memamerkan jet tempur siluman Chengdu J-20 dalam pameran angkatan udara pekan depan di kota Zhuhai. Pesawat tempur J-20 selama ini disebut Amerika Serikat (AS) dan NATO sebagai tandingan jet tempur siluman AS akan memperkecil celah teknologi pertahanan kedua negara.

Seperti dilansir dari Reuters, Kamis (28/10), jet tempur siluman generasi kelima China ini akan menjadi primadona di Pameran Penerbangan dan Antariksa Internasional China pekan depan, seperti yang disampaikan dalam pernyataan Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat.


Juru bicara Angkatan Udara China, Shen Jinke mengatakan, produksi J-20 berjalan sesuai rencana dan akan segera terlibat dalam misi mempertahankan kedaulatan dan keamanan nasional China.

China terus berupaya melakukan sejumlah pengembangan dan perbaikan pesawat tempur J-20, agar mampu menyamai kemampuan jet tempus siluman buatan AS. (Foto: Istimewa)
"Ini akan menjadi penampilan publik pertama jet tempur siluman generasi terbaru yang diproduksi di dalam negeri," kata Shen.

Sedangkan Pentagon mensinyalir, jet tempur J-20 dan J-31 yang baru, akan meningkatkan kemampuan pertahanan dan penyerangan China di wilayah-wilayah rawan, seperti perairan sengketa Laut China Selatan dan Laut China Timur.

Pesawat tempur J-20, selama ini dikenal sebagai duplikat dari pesawat tempur generasi terbaru AS, yaitu jet siluman F-35. China dalam berbagai bocoran intelijen diketahui telah meretas sejumlah sistem keamanan AS untuk mencuri data pengembangan teknologi pesawat tempur terbaru AS tersebut. 


Selain itu, China juga diketahui mendapatkan sebagian dari teknologi jet siluman F-35 dengan membelinya dari sejumlah agen ganda AS dengan harga yang sangat tinggi.

Namun, sejumlah pengamat militer berpendapat bahwa jet tempur siluman J-20 buatan China, lebih menyerupai pesawat tempur siluman terkuat AS saat ini, yaitu pesawat tempur F-22 Raptor.
Pesawat tempur siluman F-22 Raptor Amerika Serikat, yang saat ini masuk dalam layanan, diyakini menjadi patokan China dalam mengembangkan jet tempur J-20. (image: theaviationist)
Walau awalnya sempat diremehkan, dengan penyempurnaan terus menerus yang dilakukan China, kini jet tempur memiliki kecanggihan hampir mendekati duplikat aslinya.

Pesawat tempur siluman J-20 yang diproduksi oleh Chengdu Aerospace Corporation tersebut, mampu menghindari tangkapan radar dan juga bermesin ganda, Jet tempur ini pertama kali uji terbang pada 11 Januari 2011 dan diprediksi beroperasi pada 2018.

Rencananya, selain menampilkan jet tempur J-20, China juga akan memamerkan pesawat transportasi militer Y-20 dalam pameran penerbangan dua tahunan di Zhuhai. 


Dalam pameran sebelumnya pada 2014, China memamerkan jet tempur J-31 yang merupakan pesaing langsung jet siluman F-35 milik AS, bertepatan dengan kunjungan Presiden AS Barack Obama yang tengah menghadiri KTT APEC.
Dari reka bentuk pesawat tempur J-31 China, hampir 90 persen menyamai bentuk dari jet tempur F-35 Lightning buatan Amerika Serikat. (Foto: Istimewa)

Trump: Jika Menang, Kebijakan Hillary di Suriah Akan Memicu Perang Dunia III

Kebijakan luar negeri calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, terkait masalah penyelesaian konflik di Timur Tengah dan Suriah, dianggap dapat memicu perang nuklir dan perang dunia III. (Foto: informationliberation)
"Kalau partai kita bersatu, kita tidak akan kalah dalam pemilu ini dari Hillary Clinton. Kita akan menghadapi Perang Dunia Ketiga akibat Suriah jika mendengarkan Hillary Clinton,"
NEW YORK -- Pemilihan calon presiden negara adidaya Amerika Serikat, akan memberikan dampak sangat besar bagi perdamaian maupun kehancuran dunia. Pasalnya dua kandidat, Donald Trump dan Hillary Clinton memiliki kebijakan yang saling berseberangan.

Donald Trump menyatakan jika terpilih menjadi Presiden AS, akan bekerjasama menghentikan perang berkepanjangan di Suriah, selain itu juga mengakui pemerintahan Suriah di bawah kepemimpinan Presiden Bashar Al-Assad. 


Sedangkan Hillary sebaliknya, menyatakan akan mengerahkan kekuatan militer lebih besar ke Suriah untuk menggulingkan Assad, serta akan menerapkan zona larangan terbang untuk melindungi ISIS dan kelompok pemberontak Suriah lainnya dari serangan pesawat tempur Rusia, Suriah dan Iran.

Terkait hal ini, calon presiden AS dari Partai Republik Donald Trump mengatakan kebijakan kandidat dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, dalam konflik Suriah bisa memicu Perang Dunia Ketiga.

Donald Trump dan Hillary Clinton bersalaman saat akan memulai sesi debat capres AS. (Foto: istimewa)
Pernyataan Trump ini disampaikannya dalam wawancara dengan kantor berita Reuters di Trump National Doral di Miami, Negara Bagian Florida. Menurut dia jika Clinton jadi presiden maka konflik Suriah akan menyeret AS dalam perang nuklir dengan Rusia.

"Kalau partai kita bersatu, kita tidak akan kalah dalam pemilu ini dari Hillary Clinton. Kita akan menghadapi Perang Dunia Ketiga akibat Suriah jika mendengarkan Hillary Clinton," kata Trump, seperti diberitakan Reuters, Rabu (26/10).

Pria berusia 70 itu selanjutnya menuturkan, AS bukan lagi berperang dengan Suriah jika mengikuti kebijakan Clinton, tapi juga melawan Rusia dan Iran. Selain itu Trump juga mengatakan Clinton tidak akan bisa berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin karena dia kerap mengkritiknya dengan keras.

"Yang harus kita lakukan adalah fokus pada ISIS, bukan pada Suriah. Rusia adalah negara nuklir, tapi hanya mereka negara pemilik senjata nuklir yang bisa diajak bicara," kata Trump.

Menurut Trump, rezim pemerintahan Presiden Bashar al-Assad di Suriah lebih kuat dibanding tiga tahun lalu, dan mengalahkan ISIS lebih penting ketimbang menggulingkan Assad. "Assad bagi saya urusan nomor dua setelah ISIS," kata dia.

Peluncur rudal nuklir bawah tanah (silo) Amerika Serikat, yang berlokasi di Fort Greely, Alaska, dan berdekatan dengan pangkalan Angkatan Darat AS di wilayah tersebut. (Foto: AP)
Rusia Peringatkan Rakyat Bersiap Hadapi Perang Nuklir

Sinyal potensi akan terjadinya perang nuklir diwaspadai oleh pemimpin Rusia, Vladimir Putin. Bahkan, Pemerintah Rusia beberapa waktu lalu telah mengumumkan kepada warganya untuk mengikuti instruksi dan arahan, jika perang nuklir benar-benar terjadi dengan Amerika Serikat dan NATO.

Menurut stasiun televisi ABC News, melalui media pemerintah, warga diperintahkan memeriksa dan mencari lokasi bunker perlindungan terdekat dan menyiapkan topeng gas. Pihak berwenang juga disiapkan untuk memberi tahu warga apa yang harus disiapkan dan dilakukan jika terjadi serangan bom nuklir.


"Jika perang nuklir itu terjadi suatu hari, kalian harus tahu di mana letak bunker perlindungan terdekat," kata sebuah laporan dari stasiun televisi pemerintah, NTV. Selanjutnya dalam tayangan itu, NTV juga memperlihatkan sebuah lokasi bunker perlindungan di Ibu Kota Moskow.

Kekhawatiran dunia akan pecahnya perang nuklir kolosal bukan tanpa alasan. Pertempuran berlarut yang terjadi di Suriah kini telah menempatkan AS dan Rusia dalam posisi yang saling berhadap-hadapan. 


Zona larangan terbang yang ingin diterapkap AS guna melindungi para pemberontak dukungannya, telah ditanggapi oleh Rusia dengan mengirimkan armada kapal induknya ke perairan Mediterania. Selain itu, Rusia juga telah memperkuat sejumlah pangkalan militer seperti di Tartus dan Homs, Suriah.
Misil nuklir RS-24 Yars, Rusia. Rudal nuklir yang hingga kini masih memecahkan rekor memiliki daya ledak terkuat di dunia. (Foto: istimewa)
Wakil Perdana Menteri Turki Numan Kurtulmus, yang menyadari bahwa negara mereka berada dalam lingkaran zona konflik, bahkan telah menghimbau agar dua negara adidaya tersebut bisa menahan diri, dan memikirkan dampak buruk dari pertikaian mereka yang dapat berujung pada perang nuklir.

"Kalau perang ini (konflik Suriah) terus berlanjut, saya katakan, Amerika dan Rusia akan berperang. Dunia saat ini tengah berada di ujung tanduk akan timbulnya perang global." ujar Kurtulmus, seperti dilansir koran the Daily Mail, Senin (17/10).

Bukan hanya menempatkan di silo, kapal selam nuklir maupun pesawat tempur pembom, Rusia juga menciptakan rudal nuklir kereta Api. Dengan kamuflase yang baik, rudal nuklir yang ditempatkan dalam kereta api ini, mampu menjangkau target dari arah manapun. (foto: istimewa)

Rusia Percepat Pembangunan Pangkalan Militer di Tartus

Kapal perang dan pasukan Angkatan Laut Rusia di pelabuhan Tartus, Suriah. (Foto: Sputnik / Grigoriy Sisoev)
"Kami akan memiliki pangkalan angkatan laut permanen di Tartus. Dokumen yang diperlukan untuk mempersiapkan hal ini telah dibuat dan kini menunggu persetujuan lembaga khusus negara,"
TARTUS -- Rusia tidak menganggap remeh ide Amerika Serikat (AS) dan kekuatan koalisinya untuk menerapkan zona larangan terbang di langit Suriah, menyusul semakin terdesaknya kekuatan kelompok pemberontak dan ISIS dukungan AS.

Menjawab hal tersebut, Rusia mempercepat pembangunan pangkalan Angkatan Laut permanen di pelabuhan Suriah, dan memperkuat pangkalan militer Tartus. Hal ini dikatakan oleh Wakil Menteri Pertahanan Rusia Nikolai Pankov, Senin (10/10).

"Kami akan memiliki pangkalan angkatan laut permanen di Tartus. Dokumen yang diperlukan untuk mempersiapkan hal ini telah dibuat dan kini menunggu persetujuan lembaga khusus negara," ujar Pankov seperti diberitakan Al Arabiya, Selasa (11/10).

Pernyataan Pankov secara tidak langsung merespon rencana AS dan koalisinya menerapkan zona larangan terbang di negara sekutunya tersebut. Selain itu, secara tidak langsung Rusia hendak memperluas jejak militer di Suriah.

Senator Rusia Igor Morozov juga mengatakan, dengan adanya pangkalan laut permanen, banyak kapal Rusia yang lebih mudah untuk beroperasi. Hal itu karena di sana akan terdapat fasilitas mengisi dan memasok bahan bakar yang lebih besar.

Pelabuhan Tartus dilihat dari pencitraan satelit. (Foto: en.alalam.ir)

Terdesak di Medan Tempur, ISIS Jadikan Penduduk Sipil Sebagai Perisai Hidup

Kelompok teror ISIS menangkap para pria dan anak-anak laki-laki, untuk dijadikan sebagai perisai hidup melawan pasukan militer pemerintah di Mosul, Irak. ISIS juga dilaporkan telah mengeksekusi ratusan penduduk sipil sebelum meninggalkan wilayah yang sebelumnya mereka kuasai. (Foto: yournewswire.com)
"Kami mendapat laporan bahwa ISIS menggunakan warga sipil di dalam dan sekitar Mosul sebagai perisai manusia untuk menghadapi tentara Irak. Mereka menempatkan warga sipil dekat markas atau tempat pasukan ISIS berada, sebagai tameng hidup,"
MOSUL -- Serangan tanpa henti yang dilakukan pemerintah Irak dan Suriah untuk menumpas kelompok teror ISIS, membuat ISIS kini terpojok dan terdesak hampir di semua medan pertempuran. ISIS dengan gigih tetap berusaha melakukan perlawanan meski itu harus mengorbankan nyawa penduduk sipil yang tak berdosa.

Bahkan, ISIS kini menjadikan penduduk sipil, baik di Mosul Irak dan Aleppo, Suriah, sebagai perisai hidup, yang membuat pasukan anti-ISIS kesulitan untuk bergerak dan melancarkan serangan.

Organisasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Jumat, 21/10/16, melaporkan, Kelompok ISIS telah menyandera 550 keluarga dari desa-desa di sekitar Mosul dan mungkin menjadikan mereka sebagai tameng dan perisai manusia dekat markas ISIS di kota tersebut.

"Kami mendapat laporan bahwa ISIS menggunakan warga sipil di dalam dan sekitar Mosul sebagai perisai manusia untuk menghadapi tentara Irak. Mereka menempatkan warga sipil dekat markas atau tempat pasukan ISIS berada, sebagai tameng hidup," terang Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Raad al-Hussein dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Reuters.
ISIS membawa para penduduk sipil yang menjadi tahanan mereka ke medan pertempuran untuk dijadikan perisai hidup menghadapi serangan militer pemerintah Irak dan Suriah. (Foto: dailymail.co.uk)
Juru bicara PBB Ravina Shamdasani, mengutip informasi yang diverifikasi dari kontak lokal mengatakan, 200 keluarga dipaksa menuju ke Mosul dari desa Samalia pada 17 Oktober, dan 350 keluarga lain meninggalkan desa Najafia menuju ke Mosul pada hari yang sama.

"Sangat berbahaya, para pejuang ISIS tidak hanya akan menggunakan kerentanan warga seperti perisai manusia tetapi dapat membunuh mereka daripada melihat mereka dibebaskan. Ini tampaknya menunjukkan alasan bahwa gerakan ini (ISIS) adalah untuk menggunakannya sebagai tujuan perisai manusia," katanya.

Selain itu, laporan terbaru bahkan menyebutkan bahwa Kelompok ISIS telah mengeksekusi 284 laki-laki dewasa, dan anak laki-laki di Mosul di tengah serangan ofensif militer Irak dan pasukan relawan Hashd Shaab, untuk mengusir mereka dari kota itu, seperti diberikan cnn.com, pada 22/10/16.

Untuk menghilangkan jejak, ISIS menggunakan buldoser untuk membuang mayat yang mereka eksekusi di sebuah kuburan massal di bagian utara kota, tulis saluran CNN. Menurut sumber intelijen Irak, mereka yang tewas digunakan sebagai perisai manusia terhadap serangan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga.
Para tentara Suriah berusaha mengevakuasi para penduduk sipil dari wilayah Aleppo selatan dan akan mengosongkan kota tersebut sebelum melancarkan serangan militer menumpas kelompok ISIS di bagian lain kota Aleppo yang masih dikuasai ISIS dan kelompok pemberontak lainnya. (Foto: presstv.ir)

LAPAN Akan Bangun Stasiun Antariksa di Pulau Morotai dan Biak

LAPAN bertekad dan bercita-cita akan mampu memiliki stasiun peluncuran satelit sendiri dalam 25 tahun ke depan, agar Indonesia bisa mandiri dalam bidang antariksa. (Foto Ilustrasi: Reuters/Kyodo)
"Harus memilih lokasi yang aman supaya jangan sampai ada risiko kejatuhan objek antariksa setelah dilakukan peluncuran. Sedang di Morotai penduduk sangat jarang, namun insfrastruktur penunjang masih belum banyak,"
YOGYAKARTA -- Lama hilang dari pemberitaan, rencana Indonesia untuk membangun stasiun antariksa kini kembali digaungkan. Indonesia berencana membangun stasiun antariksa di sejumlah lokasi strategis. Hingga kini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masih melakukan pengkajian rencana lokasi pembangunan bandar udara (bandara) antariksa Indonesia.

"Sekarang sudah mengerucut apakah lokasinya di Morotai atau Biak. Tahun ini kami harapkan sudah bisa ditentukan," kata Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin di Universitas Atmajaya, Yogyakarta, Kamis.

Thomas mengatakan rencana induk pembangunan bandara antariksa (space spot) telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Bandara itu penting bagi Indonesia untuk merespons terus berkembangnya teknologi keantariksaan dunia serta mendorong kemandirian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan antariksa nasional.

Menurut dia, saat ini LAPAN telah memiliki Stasiun Peluncuran Roket di Desa Cilautereun, Kecamatan Pamengpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Namun, stasiun itu hanya berfungsi sebagai pusat uji terbang roket berskala kecil.

"Sedangkan untuk peluncuran roket berskala besar tentu memerlukan tempat yang lebih aman. Yang jelas 25 tahun ke depan Indonesia sudah harus memiliki bandara antariksa," kata dia.

Pulau Biak, merupakan salah satu lokasi strategis yang menjadi pilihan utama LAPAN dalam membangun Stasiun Antariks Indonesia.

South China Sea: Indonesia Issues Protest to China

South China Sea territorial dispute

Waspadai Militer China, TNI Tempatkan MBT Leopard dan Kapal Selam di Natuna

Konvoi parade militer TNI yang memamerkan puluhan MBT Leopard RI. Menanggapi peningkatan kekuatan militer China di kawasan konflik Laut China Selatan, Mabes TNI berencana menempatkan sejumlah MBT Leopard dan kapal selam di Pulau Natuna. (Foto: istimewa)
"Saat ini 16 tank Leopard yang berangkat dari sini sudah ada di Natuna. Tinggal menunggu tiga tank dari sini,"
RANAI -- Indonesia sepertinya benar-benar mengerahkan segala upaya untuk menjaga kadaulatan NKRI dari gangguan China di kawasan Natuna. Setelah dua matra kekuatan tempur (TNI-AL dan TNI-AU) mengadakan latihan besar-besaran di Pulau Natuna, Kepri, kini tiba giliran TNI-AD yang menyusul menggelar latihan berskala besar di kawasan tersebut. 

Latihan antar kecabangan (latancab) TNI-AD itu bakal dilaksanakan pada 10 November dan puncaknya pada 16 dan 17 November.

Segala persiapan latihan terus dilakukan. Sekitar 4.000 personel TNI-AD dari berbagai cabang atau kesatuan dikerahkan ke Natuna untuk mengikuti latihan. Seluruh personel tersebut akan diberangkatkan dari kesatuannya secara bertahap.

Selain itu, alat utama sistem persenjataan (alutsista) dikerahkan untuk mendukung latihan tersebut. Di antaranya, tiga unit main battle tank (MBT) Leopard dari Batalyon Pembekalan Angkutan (Yonbekang)-4/Air di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, kemarin (21/10).

Komandan Yonbekang-4/Air Letkol Cba Atjep Miharja Soma mengatakan, tiga tank taktis modern milik TNI-AD tersebut diberangkatkan ke Natuna dengan menggunakan kapal pendarat serbaguna KM ADRI-L 1.200 dead weight tonnage (DWT). Dengan tiga tank itu, akan ada total 19 Leopard yang diberangkatkan dari Yonbekang-4/Air.

MBT Leopard RI, merupakan tank tempur terkuat yang dimiliki TNI saat ini.(Foto: istimewa)
"Saat ini 16 tank Leopard yang berangkat dari sini sudah ada di Natuna. Tinggal menunggu tiga tank dari sini," kata Atjep setelah memimpin seremoni pemberangkatan tiga unit Leopard ke Natuna dengan KM ADRI-L kemarin.

Atjep mengatakan, jumlah tank buatan Jerman yang akan dikerahkan dari seluruh kesatuannya ke Natuna lebih banyak lagi. "Lebih dari 100 unit tank Leopard akan dikerahkan dari seluruh Indonesia," ujarnya.

Selain mengerahkan Leopard, pihaknya diperintah untuk membantu penempatan sejumlah alutsista lainnya ke Natuna. Di antaranya, meriam 155 mm Caesar tipe truck mounted dan tank Marder.

Selain mengerahkan MBT Leopard TNI juga tengah membuat markas pertahanan terintegrasi bagi matra udara, laut dan darat di Natuna, Kepulauan Riau. Hal ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan di Pulau Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan (LCS).

Rencananya di Natuna akan dibangun delapan markas pertahanan terintegrasi. Salah satunya adalah bunker kapal selam. Pembangunan bunker kapal selam ini sudah dianggarkan lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016.

Kapal selam Changbogo class yang dibeli Indonesia dari Korea Selatan menjadi salah satu armada bawah laut yang akan ditempatkan Indonesia di kawasan Natuna. (Foto: IHS Jane's)
"Total pekerja 180 personil dibagi dua tempat, di Selat Lampa dibangun dermaga yang terdiri dermaga di atas air sekaligus bunker kapal selam," ujar Komandan Satgas Swakelola Pulau Natuna, Kolonel (Mar) Teguh Widodo saat ditemui di Desa Setengar, Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (6/10).

Namun, Teguh enggan memerinci lokasi bunker kapal selam itu. Ia juga belum bisa memastikan kapan pembangunan bunker kapal selam itu rampung. Ia menambahkan, TNI tidak hanya membangun bunker kapal selam di Natuna. Sebab, ada pula Kompleks Komposit Marinir Pertahanan Pangkalan (Maharlan) yang dibangun tahun ini.

MBT Leopard adalah tank tempur terkuat yang dimiliki Indonesia saat ini. Tank yang dibeli pada masa era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut, sempat menjadi perdebatan saat Joko Widodo yang menjadi salah satu calon presiden saat itu mengatakan bahwa pembelian MBT Leopard adalah keliru, karena tidak cocok dengan kontur Indonesia, dan akan menghancurkan jalan dan jembatan yang dilaluinya. Namun, tuduhan yang tanpa disertai keilmuan yang mendalam tersebut hingga kini tak terbukti adanya. (*)

Sumber: Jalurmiliter/JawaPos/jpnn

Seventeen Years on, East Timor Intervention Remains a Success

Indonesian children burn a mock Australian flag in 1999 in protest against Australia's intervention in East Timor.
Australia's involvement in the liberation of East Timor, a mission launched on September 20, 1999, was the most decisive demonstration of Australian influence in the region since World War II, and the nation's largest military deployment since the Vietnam War. 

Australian diplomacy and leadership shaped the events that led to the birth of Asia's newest nation. But was it destined to be a success? And have we learnt the right lessons?

The East Timor crisis tested Australia's ability to respond to a regional incident like no other event before or since then. For the first time, Australia was expected to lead in forming a 22-nation coalition and in conducting a delicate and complex mission in the face of a resentful and emotionally charged residual Indonesian force and associated militia elements that remained in East Timor. Things could have gone horribly wrong with the insertion of troops.

Australian military planners braced themselves for the prospects of hundreds of casualties and Prime Minister John Howard, sensing the gravity of the situation and yet the desperate circumstances, sent Australian forces into East Timor knowing that the risk was a real one.

He knew, despite the UN endorsement and the international backing for the intervention, that "rogue" militia elements or acts of ostensibly plausible deniability could be launched against the force, particularly in the early hours of the insertion, when it was most vulnerable as it was being assembled in and around the small air and sea ports of Dili.

The fact that the operation went as smoothly as it did has led many to think it was always going to work out that way. Counterfactuals can be controversial, but there are strong indications the operation could have proven far less successful.

Perhaps the most significant key to success was the critical behind the scenes support for Australia's position from the US. Howard had wanted American troops on the ground but in reality what was need was not so much their combat forces as their influence over decision makers in Jakarta. Additional logistics, communications and intelligence support was welcome too. That support was delivered.

In addition, the support from some of the other states in the Association of South-East Asian Nations (ASEAN) was a vital ingredient. Initially Indonesia wanted another ASEAN country to lead the mission, but eventually was willing to see Australia lead the coalition – as long as there was a significant ASEAN contribution.

Singapore and Malaysia are Australia's closest security partners in south-east Asia, being members of the Five Power Defence Arrangements. But being so close to Indonesia there was understandable nervousness about being too forthright in their support for Australia.

Further afield, Thailand volunteered to be the first ASEAN member state to join the coalition, offering up the deputy force commander and a thousand-strong taskforce. With the precedent set, others followed, notably the Philippines. But this didn't happen by accident.

This, in effect, was the return on the investment in what is sometimes called "defence diplomacy"; that is, relationship building through the offer of scholarships, joint exercises, VIP visits and familiarisation visits and exchanges.

The investment in these activities over a number of decades helped build bonds of trust, understanding and mutual respect between the armed forces of Australia and its regional neighbours. They knew Australia had an important role to play in the region and they did not want to see the mission fail.

Another key to success was the way Australia, under Major-General Peter Cosgrove, handled the precarious situation on the ground in Dili. Listening to advice from his culturally aware and linguistically attuned military attaché in country, Cosgrove decided to visit Dili the day before the insertion to meet the Indonesian martial law commander, Major-General Kiki Syahnakri, and settle on some agreed terms for the insertion of the international force on the next day.

That was an astute move. Backed up by a well-trained, professional force with a clear understanding of the stakes involved and the need for restraint, the mission was set for success.

Seventeen years on from this crisis, and after 15 years of operational deployments to the Middle East, the Australian Defence Force is seeking to reinvest in regional security ties, with increased ship visits, exchanges, joint exercises, training programs and familiarisation visits across south-east Asia and the south Pacific.

It's heartening to know that the number of Australian military personnel learning regional languages at the Defence Force Language School is on the rise as well. The Defence Force, as we know, acts in many ways as an insurance policy against uncertainty.

Since 1999, the ADF has deployed forces to Solomon Islands, to help stabilise that country, sent humanitarian assistance and disaster relief to the tsunami-affected Indonesian province of Aceh, and helped more recently in Fiji, with disaster relief operations, amongst many other such circumstances. The insurance policy pays dividends in bolstering regional security and stability and providing emergency relief when needed as well.

The events of 1999 provide some important pointers for policy officials concerned with national security and international affairs contemplating Australia's approach to regional security issues today. Crises can arise at short notice and from unexpected quarters. Investments in strengthening regional relations and institutions adds to the benefit of the nation's defence insurance premium.

Indonesia matters and managing that relationship in concert with other regional partners warrants renewed efforts. There's certainly more to be done. Working together, Malaysia, Australia New Zealand, Indonesia and Singapore (MANIS), for instance, could sweeten regional co-operation.

*Dr John Blaxland is a senior fellow at the Strategic and Defence Studies Centre in the Bell School, College of Asia and the Pacific, at the Australian National University.(*)

Source:

https://www.smh.com.au/opinion/seventeen-years-on-east-timor-intervention-remains-a-success-20160919-grjjqi.html