Menampilkan postingan dari April, 2016

KSAU: Indonesia Butuh Satu Skuadron Pesawat Tempur Amfibi

Pesawat Amfibi Be-200, buatan Jepang. TNI AU berharap pemerintah segera meningkatkan kebutuhan pengadaan pesawat tempur, mengingat minimnya alutsista yang tersedia. Luas wilayah yang harus dijaga, di tengah keterbatasan armada tempur, membuat seringnya terjadi pelanggaran kedaulatan NKRI oleh pihak asing. (Foto: Istimewa)
"Jadi gini, kalau kita berpikir ideal, kita bisa membayangkan berapa luas wilayah kita. ALKI-1 saja sudah luas. Berarti minimumnya saja sudah membutuhkan 4 pesawat (amfibi),"
JAKARTA -- Mengingat luasnya wilayah Indonesia, sering terjadi pelanggaran wilayah akibat minimnya alutsista dan persenjataan. Yang paling sering terjadi adalah pelanggaran udara, hal ini membuat pihak TNI AU berharap pemerintah segera memperhatikan kebutuhan alutsista terutama pesawat tempur yang sesuai dengan karakteristik geografis Indonesia.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna mengaku, pihaknya belum optimal mengawasi laut Indonesia karena belum adanya alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang mumpuni. Menurut Agus, untuk mengawal wilayah alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) 1 yang membentang di atas Selat Malaka, dibutuhkan minimal empat pesawat.


"Jadi gini, kalau kita berpikir ideal, kita bisa membayangkan berapa luas wilayah kita. ALKI-1 saja sudah luas. Berarti minimumnya saja sudah membutuhkan 4 pesawat (amfibi)," kata Agus, di Klub Eksekutif Persada Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin, 25 April 2016. 

Dengan adanya tiga wilayah Alki, TNI AU setidaknya membutuhkan sekitar satu skuadron pesawat yang berjumlah sekitar 12-16 alutsista udara. "Ya, diperkirakan kebutuhan minimalnya segitu (satu skuadron)," katanya.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna. (Foto: Istimewa)
Saat ini, kata Agus, pihaknya menyerahkan sepenuhnya pengadaan kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan). TNI AU hanya mengirimkan spesifikasi teknis (spektek) sesuai kebutuhan prajurit matra udara. "Masalah hasilnya pesawatnya apa, nanti tanyakan ke Kemhan.

Kalau kami hanya spektek. Kalau kita membutuhkan seperti ini, kebutuhannya seperti ini," ujarnya. Agus mengatakan, dahulu TNI AU pernah memiliki pesawat tipe amfibi yang dapat digunakan untuk berpatroli dan kebutuhan SAR maupun pemadaman kebakaran hutan.

Pesawat Tempur Amfibi Tercanggih

Berbicara pesawat amfibi, sebenarnya Indonesia sudah jauh-jauh hari diberitakan akan membeli pesawat dengan kemampuan amfibi, namun hingga kini rencana tersebut belum juga terealisasi, dan bahkan kabar kelanjutannya pun tidak jelas.

Berikut profil pesawat amfibi tercanggih di kelasnya, yang sebelumnya direncanakan akan dibeli Indonesia:

1. Pesawat Amfibi Be-200
Dari penampilan, pesawat ini terlihat seperti pesawat biasa, tapi pesawat ini benar-benar kapal amfibi yang sesungguhnya. Be-200 dapat dengan mudah melakukan lepas landas dari atas permukaan air. Bagian bawah badan pesawat dibuat seperti lambung kapal laut, sementara mesin penggeraknya diletakkan di bagian atas sayap pesawat agar tidak tersentuh oleh air.

Pesawat amfibi buatan Indonesia, yang masih dalam tahap uji coba. (Foto: Istimewa)
Pada zaman Uni Soviet, awalnya pesawat ini didesain untuk memenuhi kebutuhan militer, yaitu sebagai pesawat penerjun dan penyelamatan bagi Angkatan Laut Rusia. Dalam modifikasi terbaru, pesawat amfibi ini juga dapat digunakan menjadi pesawat serbu penghancur kapal laut. Dan kini, Be-200 juga bisa digunakan sebagai pesawat pemadam kebakaran.

Be-200 dapat terbang rendah sambil setengah menenggelamkan diri di air untuk menampung 12 ton air dalam waktu beberapa menit. Ia kemudian bisa kembali terbang ke udara menuju titik kebakaran dan menumpahkan seluruh tampungan air tersebut untuk memadamkan api. 

Setelah itu kembali ke sumber air terdekat dan mengulangi prosedur sebelumnya. Pesawat ini sangat efektif memadamkan kebakaran yang letaknya jauh dari sumber air atau pesisir pantai dan sungai.
Pesawat amfibi Be-200 buatan Rusia, saat digunakan untuk memadamkan kebakaran hutan. (Foto: Istimewa)

Ingin Kembali Ditakuti, Indonesia Genjot Pembelian Senjata dari Rusia

Tank amfibi BMP 3F, marinir TNI AL, salah satu alutsista yang dibeli Indonesia dari Rusia. Untuk menjadikan Indonesia kembali disegani di kawasan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bertekad akan meningkatkan pembelian senjata dan peralatan tempur lainnya dari negara sekutu, Rusia. (Foto: Istimewa)
Sebagai negara Asia, kata dia, Indonesia sangat membutuhkan senjata-senjata ampuh. ”Kembali dalam waktu, tentara Indonesia ditakuti dan dihormati oleh sekutunya berkat senjata Soviet (Rusia) yang sangat kuat pada saat itu,"
MOSKOW -- Indonesia memiliki hubungan sejarah kuat dengan Federasi Rusia. Saat masih bernama Uni Soviet, Presiden Soekarno mendapatkan keistimewaan dengan memperoleh senjata tercanggih dari Moskow. Bahkan ketika itu, Rusia bersedia memberikan pesawat tempur bomber tercanggih miliknya, yang tak pernah diberikan Soviet kepada negara manapun saat itu.

Selain pesawat pembom, Uni Soviet juga menyediakan Indonesia, kapal selam, jet pemburu, ribuan senjata AK47, kapal perang, dan lain-lain. Sehingga dengan bermodalkan bantuan senjata Soviet itulah Indonesia mampu membebaskan Irian Barat (sekarang Papua) dari jajahan kolonial Belanda dan Sekutu.

Kini, militer Indonesia berusaha mengulang masa kejayaan tersebut, militer Indonesia tertarik untuk membeli senjata-senjata ampuh Rusia. Militer Indonesia ingin kembali pada satu waktu di mana tentaranya ditakuti dunia dan dihormati sekutunya berkat senjata canggih yang dimiliki. 

Hal itu disampaikan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Jenderal Gatot Nurmantyo, saat kunjungan ke Moskow, Rusia, hari Kamis (7/4/2016). Jenderal Gatot mengatakan, Indonesia tertarik kerjasama militer dan teknis dengan Rusia.
Kapal perang penghancur, KRI IRIAN, yang diperoleh Indonesia dari Uni Soviet. Kapal perang inilah yang membuat Belanda akhirnya menyatakan menyerah di Irian Jaya, dan mengembalikan pulau tersebut ke dalam kedaulatan NKRI.(Foto: Istimewa)
Sebagai negara Asia, kata dia, Indonesia sangat membutuhkan senjata-senjata ampuh. ”Kembali dalam waktu, tentara Indonesia ditakuti dan dihormati oleh sekutunya berkat senjata Soviet (Rusia) yang sangat kuat pada saat itu," kata panglima.

"Kami sangat berharap bahwa kerjasama di lapangan akan terus terjalin saat ini, kami tertarik pada senjata ampuh,” ujarnya pada pertemuan dengan Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia, Jenderal Valery Gerasimov, seperti dikutip dari Sputniknews. 

Jenderal Gatot Nurmantyo tidak merinci, senjata canggih Rusia jenis apa yang membuat militer Indonesia terpikat. 

Saat ini, senjata Rusia yang memikat banyak negara salah satunya adalah sistem rudal pertahanan S-300 dan S-400. Sedangkan pesawat jet tempur canggih Rusia yang juga banyak dipesan sejumlah negara adalah pesawat jet Su-35 Flanker.
Pesawat pembom strategis Tupolev TU-16 TNI AU, salah satu pesawat tempur canggih yang diperoleh Indonesia dari Uni Soviet pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno. (Foto: Istimewa)

Rusia: Indonesia akan Beli Lebih Banyak Sukhoi SU-35 dan Kapal Selam

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Rusia untuk Indonesia HE. Mr Mikhail Y Galuzin di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (7/12/2017). (Foto: Istimewa)
"Keputusan telah dibuat, kami mengharapkan pembicaraan (kontrak) segera dimulai, Kami menanti kunjungan menteri pertahanan Indonesia ke Moskow untuk menghadiri Konferensi Keamanan Internasional Moskow yang akan diselenggarakan pada 27 – 28 April," 
MOSKOW -- Kabar membahagiakan datang dari Rusia, perihal rencana Indonesia membeli pesawat tempur Sukhoi SU-35, pihak Rusia menyatakan, Indonesia akan membeli lebih dari satu skuadron Sukhoi Su-35. Selain itu Indonesia dan Rusia juga sedang menjajaki pembelian kapal selam kelas Kilo yang terkenal sangat canggih.

Keputusan kunci terkait pembelian pesawat tempur multiperan Sukhoi SU-35 Rusia oleh Indonesia telah tercapai dan pembicaraan mengenai kontrak dapat segera dimulai. Demikian hal tersebut dilaporkan Sputnik, mengutip pernyataan Viktor Kladov, seorang pejabat senior dari perusahaan negara Rostec.


"Keputusan telah dibuat, kami mengharapkan pembicaraan (kontrak) segera dimulai, Kami menanti kunjungan menteri pertahanan Indonesia ke Moskow untuk menghadiri Konferensi Keamanan Internasional Moskow yang akan diselenggarakan pada 27 – 28 April," kata Viktor Kladov selaku kepala Departemen Kerja Sama Internasional Rostec, dalam sebuah wawancara dengan RIA Novosti.

Sebuah Pesawat tempur Sukhoi SU-35 sedang dirakit di Institut Riset Aeronautika Siberia (Siberian Aeronautical Research Institute) di Novosibirsk, yang merupakan pusat penelitian aviasi terbesar di Rusia bagian timur. (Sumber: Slava Stepanov / Gelio)
"Kami akan melakukan pertemuan di sela-sela konferensi tersebut, dan kami telah membuat kemajuan dalam hal ini," kata Kladov seraya menambahkan bahwa kesepakatan pembelian mungkin akan ditingkatkan hingga 18 pesawat.

Pada Maret lalu, Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu mengumumkan bahwa bulan ini Moskow dan Jakarta akan menandatangani kontrak pengiriman sepuluh unit pesawat tempur multiperan Sukhoi SU-35 Rusia untuk menggantikan armada pesawat tempur F-5 Tiger milik AU Indonesia yang telah usang.


Pada awal bulan ini, Kementerian Pertahanan Rusia dan Indonesia dikabarkan sedang mempersiapkan sepaket dokumen yang akan memungkinkan kedua negara untuk bergerak ke tingkat kerja sama teknis-militer yang lebih tinggi.


Pembelian kapal selam Kilo Class

Selain membeli pesawat tempur Sukhoi SU-35, Indonesia juga menginginkan Kapal Selam buatan Rusia. Untuk merealisasikan rencana ini, Rusia telah memulai pembicaraan awal dengan Indonesia terkait pengiriman kapal selam diesel-elektrik (kelas Kilo) Proyek 636 Varshavyanka, kata Viktor Kladov.

Salah satu jenis Kapal selam Kilo Class buatan Rusia, yang saat ini menjadi incaran utama Angkatan Laut Indonesia. (Foto: Istimewa)

Pendidikan Bela Negara Akan Masuk Silabus Universitas

Pemerintah akan memasukkan Pendidikan Bela Negara kedalam berbagai silabus atau kurikulum di berbagai jenjang pendidikan. Hal ini guna mengantisipasi semakin memudarnya rasa nasionalisme di kalangan kaum muda Indonesia. (Foto: Istimewa)
"Kami akan masukan Bela Negara, wawasan kebangsaan supaya mereka lebih termotivasi untuk berbakti bagi bangsa,"
JAKARTA -- Ditengah semakin memudarnya rasa nasionalisme di kalangan kaum muda rakyat Indonesia, pemerintah mencanangkan akan memasukkan Pendidikan Bela Negara (PBN) di dalam silabus maupun kurikulum di berbagai jenjang pendidikan. Salah satunya dengan memasukkan PBN dalam silabus pendidikan di tingkat universitas.

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) akan memasukan materi Bela Negara untuk para mahasiswa baru di perguruan tinggi. Diharapkan melalui materi Bela Negara, diharapkan tubuh rasa nasionalisme mahasiswa untuk bisa berkontribusi bagi bangsa.


"Kami akan masukan Bela Negara, wawasan kebangsaan supaya mereka lebih termotivasi untuk berbakti bagi bangsa," ujar Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir di Jakarta, Kamis 14 April 2016.

Dia mengatakan, metode pemberian materi Bela Negara dan wawasan kebangsaan juga diharapkan bisa mengubah pola pengenalan kampus kepada mahasiswa baru.

Seorang anggota TNI saat memberikan penyuluhan Bela Negara kepada para pelajar. (Foto: Istimewa)
Apalagi Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus selama ini selalu identik dengan dampak negatif. "Kami sudah tidak ada lagi Ospek, semua dikendalikan dosen," kata Nasir. Proses penerimaan mahasiswa baru sudah berlangsung selama beberapa bulan terakhir.

Pemerintah pun sudah menyiapkan proses seleksi masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Bela Negara Bukan Militer

Program Bela Negara dicetuskan pertama kali Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Menhan mengatakan bela negara diatur dalam Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 , yang menyebutkan warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.


Akan tetapi Kepala Badan Pendidikan dan Latihan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal TNI Hartind Asrin menolak anggapan bahwa bela negara sama dengan wajib militer.
Para mahasiswi mendapatkan pelatihan dasar militer dalam program Bela Negara dari TNI. (Foto: Istimewa)

Lalui Jalan Terjal, Iran Akhirnya Menerima Sistem Pertahanan Udara S-300

Sistem pertahanan udara S-300 yang dibeli Republik Islam Iran dari Rusia. Setelah melalui proses yang rumit, Iran akhirnya menerima pengiriman pertama sistem pertahanan udara canggih tersebut. (Foto: istimewa)
“Iran juga tertarik dengan pesawat tempur multifungsi Su-30, sistem artileri 2S19 ‘Msta-S’, tank T-90S, sistem rudal Buk-M2, rudal jarak pendek ‘Pantsir-S1’ dan beberapa senjata buatan Rusia lainnya.
TEHERAN -- Meski sempat melalui jalan yang panjang dan melelahkan akibat gangguan dari Israel, Amerika Serikat dan negara sekutunya, Republik Islam Iran akhirnya memperoleh sistem pertahanan udara S-300 yang dibeli dari Rusia.

Teheran telah menerima pengiriman tahap pertama sistem rudal antipesawat S-300 dari Moskow untuk menciptakan sistem pertahanan udara terpadu di Iran. Demikian hal ini disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Hossein Jaber Ansari.

“Kami telah memberikan pernyataan bahwa, terlepas terjadinya perubahan berulang terkait pengiriman (S-300), pelaksanaan kontrak perjanjian kini telah dimulai, dan kini saya dapat menyampaikan bahwa pengiriman tahap pertama sistem tersebut telah dikirimkan ke Iran,” kata perwakilan resmi Republik Islam Iran.


Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov dan perwakilan dari Rosoboronexport selaku perusahaan yang terlibat dalam pengeskporan senjata buatan Rusia menolak untuk mengomentari informasi pengiriman tahap pertama S-300 ke Iran. 


Namun, berdasarkan pernyataan narasumber dari kompleks industri militer Rusia kepada kantor berita Rusia Interfax, Moskow telah memulai pelaksanaan perjanjian tersebut sejak Maret 2016.
Sistem pertahanan udara S-300 diantarkan ke Provinsi Gilan, Iran. (Foto: istimewa)
Pada awal bulan ini, Rosoboronexport menegaskan bahwa pengiriman akan dilakukan dalam waktu dekat. Menurut informasi yang didapat Interfax, angkatan bersenjata Republik Islam Iran akan menempatkan resimen pertama S-300 ke dalam sistem pasukan militer mereka pada musim panas tahun ini.

Saat ini, pasukan militer Iran yang nantinya akan ditugaskan pada layanan kompleks ini sedang dilatih.


Setelah Dapatkan S-300, Kini Iran Incar Sistem S-400

Menurut informasi narasumber di kompleks industri militer Rusia, saat ini Moskow dan Teheran sedang melanjutkan pembicaraan terkait pengembangan sistem pertahanan udara terpadu Iran. Karena itu, pada kunjungan Menteri Pertahanan Hossein Dehgan ke Moskow bulan Februari lalu, kerja sama teknis-militer dan kemungkinan pasokan S-400 sempat dibahas.


Namun menurut sang narasumber, Moskow tidak akan mengirimkan sistem tersebut kepada mitra asingnya sebelum menempatkan 18 resimen S-400 untuk angkatan bersenjata Rusia. Dalam kasus ini, Iran pun diharuskan untuk mengantre setelah Tiongkok, India, dan beberapa negara lainnya yang juga ingin mendapatkan S-400 Rusia.

Sistem pertahahan udara S-400 yang juga menjadi incaran angkatan perang Iran. Mungkinkah Rusia akan melepaskan sistem pertahanan udara tercanggih ini untuk Iran? (Foto: istimewa)
“Iran juga tertarik dengan pesawat tempur multifungsi Su-30, sistem artileri 2S19 ‘Msta-S’, tank T-90S, sistem rudal Buk-M2, rudal jarak pendek ‘Pantsir-S1’ dan beberapa senjata buatan Rusia lainnya. 

Namun, sehubungan dengan adanya sanksi oleh Dewan Keamanan PBB, Moskow tidak akan memasok sistem ini kepada Republik Islam Iran,” kata sang narasumber seperti dilansir dari RBTH.

Sejarah Perjanjian Pengiriman S-300 Antara Rusia-Iran

Pada 2007 lalu, Moskow dan Teheran menandatangani perjanjian senilai 800 juta dolar AS untuk pasokan lima batalion S-300 PMU-1 dengan 40 peluncur. Namun, akibat dijatuhkannya sanksi terhadap Iran oleh Dewan Keamanan PBB pada 2010 lalu, dan adanya gangguan dari Israel, Amerika Serikat beserta negara Uni Eropa, Rusia tidak bisa memenuhi kewajibannya di bawah kontrak tersebut.

Menanggapi hal ini, pimpinan militer dan politik Republik Islam Iran mengajukan banding ke pengadilan arbitrase internasional atas hak sebesar empat miliar dolar AS kepada Moskow sehubungan dengan gagalnya kontrak.

 
Setelah penandatanganan “kesepakatan nuklir” antara Iran dan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jerman pada April 2015, Presiden Rusia Vladimir Putin membatalkan dekrit tahun 2010 mengenai larangan pasokan sistem pertahanan S-300 untuk Republik Islam Iran.
Spesifikasi sistem pertahanan udara S-300.

Terbukti Bantai Siyono, Anggota Densus 88 Diperiksa

Salah satu aksi Densus 88 saat melakukan tugasnya. Densus 88 selama ini sering bertindak sewenang-wenang dan sering melecehkan simbol-simbol Islam, rumah ibadah dan bahkan pemuka agama dalam setiap melaksanakan tugasnya. (Foto: istimewa)
"Banyak patah tulang dan segala macam yang berujung kepada jantung itu penyebab kematiannya. Patah tulang di bagian tubuh ditemukan banyak,"
JAKARTA -- Meski berkali-kali sempat membantah adanya kesalahan prosedur dan pelanggaran hukum dalam penangkapan Siyono salah satu terduga teroris yang tewas oleh Densus 88, Mabes Polri akhirnya mengakui bahwa ada beberapa anggota Densus 88 yang melakukan tindakan yang melampaui tugas dan kewenangannya.

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri, Irjen M Iriawan mengatakan sudah memeriksa tujuh orang saksi yang merupakan anggota Densus 88 Antiteror terkait kasus kematian terduga teroris asal Klaten Siyono.


 "Ada banyak saksi-saksi yang sudah saya periksa. Pokoknya saksi yang melihat dan mendengar, ya diperiksa. Khusus yang dari Densus ada tujuh orang yang saya periksa, termasuk dua anggota yakni yang mengawal dan menyupir," kata Iriawan di Komplek Mabes Polri, Jumat (8/4/2016).

Selain itu anggota Kepala Satuan Wilayah di Jateng juga menjadi bagian dari tujuh orang yang diperiksa dari Densus 88. Bahkan akan ada sidang kode etik untuk anggota Densus yang mengawal dan menyupir tersebut.

"Intinya memang ada kesalahan prosedur, enggak diborgol (Siyono). Mereka tidak memborgol karena merasa sudah dekat (dengan lokasi tempat penitipan senjata di Prambanan). Nanti ada sidang kode etik dan profesi, mereka tidak profesional," pungkasnya.
Kesimpulan Hasil Autopsi

Ketua Umun PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simajuntak memaparkan empat poin kesimpulan dari hasil autopsi jenazah terduga teroris asal Klaten, Siyono.

"Pertama tidak benar sudah dilakukan autopsi terhadap jenazah Siyono sebelumnya. Autopsi yang dilakukan oleh tim dokter forensik yang diketuai oleh Dokter Gatot (tim PP Muhammadiyah) adalah autopsi yang pertama," tegas Dahnil, Senin (11/4/16).

Demonstrasi masyarakat memprotes aksi brutal Densus 88 terhadap warga terduga teroris. Sebagian masyarakat saat ini menganggap bahwa Densus 88 sengaja mengincar umat Islam dan membantainya tanpa didasari fakta hukum yang jelas. (Foto: istimewa)
Kedua lanjut Dahnil tidak benar ada indikasi kematian Siyono karena pendarahan di kepala.

"Ternyata hasil autopsi dokter tim forensik kita justru di kepala itu kalau istilah dokter otaknya tidak dalam bentuk bubur merah tetapi bubur putih. Berati tidak ada pendarahan di kepala. Agak aneh kalau kemudian polisi bisa tahu penyebab kematiannya adalah pendarahan di kepala karena polisi sendiri tidak pernah melakukan autopsi kecuali CT Scan," tegasnya.

Ketiga, dokter forensik telah membuat kesimpulan di mana dari hasil autopsi yakni uji mikroskopis dan lab ditemukan pendaraan hebat. "Banyak patah tulang dan segala macam yang berujung kepada jantung itu penyebab kematiannya. Patah tulang di bagian tubuh ditemukan banyak," katanya.

Yang terakhir lanjut Dahnil dari hasil autopsi jenazah Siyono tidak ditemukan adanya indikasi perlawanan dari Siyono. "Empat poin itu penting menjawab apa yang disampaikan Densus 88 dan pihak kepolisian," pungkasnya.


Sedangkan aktivis PP Muhammadiyah, Makmun Murod al Barbasy, mengatakan bahwa autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono dilakukan untuk menemukan jawaban dari sisi ilmiah terkait kematiannya yang dianggap tidak wajar.

Menurutnya, autopsi jenazah merupakan langkah yang tepat sehingga tidak menimbulkan prasangka.

"Itu langkah luar biasa, jadi tidak ada timbul sangka suudzon, tapi ini fakta (hasil autopsi) seperti ini. Jadi yang menjawab siapa pun tidak ada yang bisa membantah. Polisi tidak bisa membantah dan masyarakat juga tidak bisa seenaknya menuduh. Jadi, proporsional," kata Makmun Murod di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Kamis (7/4/16).


Hasil Autopsi Tampar Densus 88
 

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mengatakan, tindakan Muhammadiyah harus dihargai untuk mengungkap kesalahan polisi, khususnya Densus 88 Antiteror Mabes Polri, dalam menangani kasus ini.

"Apa yang dilakukan Muhammadiyah harus dihargai dan menjadi tamparan bagi kepolisian, Densus 88 bagaimana terjadi pelanggaran, karena apa pun ceritanya kalau ditahan kemudian meninggal itu pelanggaran. Polisi benar lakukan sidang etik terhadap perkara Siyono," kata Fadli, Selasa (12/4/2016).

Sebuah meme yang dibuat netizen dalam menyikapi aksi Densus 88, yang dianggap tidak adil terhadap umat Islam. (Gambar: Facebook)
Menurut Fadli, penanganan kasus ini tak cukup dengan sekadar sidang etik, namun harus diberikan sanksi berat. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) harus ditanggapi serius.

"Harus ada pembenahan dan sanksi berat. Satu orang saja kita permasalahkan bertahun-tahun, ini sebegitu banyak. Era Reformasi tekankan HAM," tegasnya.


Berdasarkan agenda DPR sendiri, komisi III hari ini, pukul 13.00 WIB, akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan PP Muhammadiyah, Komnas HAM, dan KontraS. Jadwal ini sesuai rencana komisi hukum itu sejam minggu lalu.

Seperti diketahui Almarhum Siyono meninggal dunia usai berkelahi dengan anggota Densus 88 saat mengawalnya menunjukkan lokasi tempat penitipan senjata. Propam menemukan memang ada kesalahan prosedur dalam pengawalan itu.

Autopsi jenazah Siyono dilakukan pada Minggu 3 April 2016 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Dukuh Brengkungan Desa Pogung Kecamatan Cawas Klaten Jawa Tengah.

Siyono tewas setelah Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 menangkapnya dan menyiksanya dengan membabi buta. Siyono dikembalikan kepada keluarganya dalam kondisi tubuh yang sudah rusak dan hancur. (*JM)

Sumber:Jurnalummah.com

Ratusan Tewas dan Puluhan Pesawat Tempur TNI Hancur dalam 12 Tahun Terakhir

Pesawat T-50 Golden Eagle TNI AU jatuh saat atraksi di Bandara Adisutjipto, Sleman. (Foto: Istimewa)
Jalurmiliter.com -- Jatuhnya pesawat Super Tucano EMB-314 di Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, Rabu 10 Februari 2016) menambah panjang daftar pesawat TNI yang pernah mengalami kecelakaan. Berikut daftar kecelakaan pesawat milik TNI dalam kurun waktu 12 tahun terakhir:

20 Desember 2015
Pesawat T-50 Golden Eagle milik TNI AU yang jatuh saat atraksi di Bandara Adisutjipto, Sleman. Dua pilot meninggal dunia.


15 Maret 2015
The Jupiters Aerobatic Team (JAT) TNI AU mengalami kecelakaan di Langkawi, Malaysia, pada 15 Maret 2015. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini.


30 Juni 2015
Pesawat Hercules C-130 jatuh dan terbakar di permukiman penduduk di Jl Jamin Ginting, Medan, Selasa (30/6/2015). Ratusan yang terdiri dari kru, penumpang dan penduduk yang tertimpa badan pesawat meninggal.

Pesawat Hercules 130 jatuh di Medan. Puluhan orang tewas. (Foto: Istimewa)
17 Oktober 2012
Pesawat Hawk 200 jatuh saat melakukan latihan rutin di Kampar, Riau. Pilot pesawat ini, Letnan Reza berhasil selamat setelah keluar dengan menggunakan kursi lontar.


21 Juni 2012
Pesawat TNI AU Fokker 27 jatuh di sekitar kompleks perumahan Rajawali, Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (21/6/2012). Korban tewas akibat kecelakaan pesawat itu berjumlah 10 orang.


6 April 2009
Pesawat Fokker 27 milik TNI Angkatan Udara (AU) jatuh di Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat. 24 orang tewas dalam peristiwa naas tersebut. Penyebab kecelakaan karena cuaca buruk.


20 Mei 2009
Pesawat TNI Hercules C 130 jatuh di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur tanggal 20 Mei 2009. 98 Orang dilaporkan meninggal, termasuk dua orang warga setempat yang tertimpa badan pesawat.

Bangkai Pesawat TNI Hercules C 130 TNI AU. (Foto: Istimewa)
12 Juni 2009
Heli Puma milik TNI AU jatuh di kawasan Lanud Atang Sendjaja, Bogor. Dalam kecelakaan tersebut, dua tentara mekanik tewas, sedangkan pilot Mayor (pnb) Sobic Fanani dan kopilot Lettu Wisnu, serta tiga anggota TNI lainnya mengalami luka.


8 Juni 2009
Heli TNI AD jenis Bolkow BO105 dengan no HS7112 yang jatuh di Kampung Cibuni, Rawa Beber, Pagelaran, Cianjur. Tiga awak dan penumpangnya, termasuk Kolonel Ricky Samuel, Komandan Pusat Pendidikan (Danpusdik) Kopassus tewas.


26 Juni 2008
Pesawat Cassa TNI AU A212-200 jatuh di Gunung Salak, Jawa Barat. Sebanyak 18 penumpangnya tewas. Korban termasuk 12 personel militer dan enam warga sipil, yakni tiga orang asing berasal dari India, Inggris dan Singapura.


5 November 2008
Helikopter milik TNI Angkatan Udara jatuh di sebuah tambak di Dukuh Pilangsari, Desa Pengaradan, Kecamatan Tanjung, Brebes, sekitar pukul 12.30 siang.

Helikopter milik TNI AU jatuh. (Foto: Istimewa)
11 Maret 2008
Helikopter latih milik TNI Angkatan Udara (AU) jenis helikopter Bell 4747-B jenis Soloy H-4712 jatuh di areal perkebunan tebu Cibeureum Barat, Kampung Cinangka, Desa Wanasari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kondisi helikopter sudah tua.


7 Januari 2008
Helikopter jenis Twin Pack S58 T milik TNI AU jatuh di Desa Lubuk Agung, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau.


16 November 2007
Helikopter Super Puma milik TNI-AU jatuh di bandara Sentani, Ibukota Kabupaten Jayapura, Papua, saat sedang melakukan uji terbang.

Helikopter Super Puma TNI-AU jatuh di bandara Sentani. (Foto: Istimewa)

Proyek Balon Google, Antara Ancaman Perang Cyber dan Potensi

Sebuah seminar tentang sistem keamanan siber Indonesia, yang mendesak pemerintah Indonesia untuk segera membangun "Pasukan Siber", guna menghadapi ancaman dunia maya yang semakin meningkat saat ini. Banyak pakar teknologi Indonesia dari golongan Patriotik yang sangat menyayangkan keputusan Presiden Joko Widodo menyetujui pembangunan Google project Loon. Selain tidak adanya keterbukaan informasi secara teknis, bebasnya balon udara Google tersebut terbang di langit NKRI seakan-akan menelanjangi Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai ladang Perang Siber baru di dunia. (Foto: Istimewa)
“Lalu, apakah yakin Google tidak mengolah atau menyadap informasi yang ada di republik ini nantinya? Harusnya ini didiskusikan dahulu, jangan tiba-tiba MOU saja,"
JAKARTA -- Project Loon dari Google yang akan diuji coba di Indonesia ternyata selain membantu memperluas jaringan internet ke daerah-daerah terpencil, juga memiliki potensi berbahaya terkait keamanan siber yang menyasar pengguna internet.

"Saya secara pribadi memang tidak terlalu mengerti tentang Project Loon. Namun, pada dasarnya selama pengguna terkoneksi internet, ancaman terhadap pengguna akan tetap ada," ujar Halim Santoso, Regional SE Director, Symantec ASEAN, saat ditemui di sela-sela acara Media Briefing Symantec, Senin (9/11).

"Hal itu pasti akan ada, hanya tinggal menunggu waktu saja. Namun, saya sendiri tidak dapat berbicara banyak mengenai Project Loon tersebut," tambah Halim.

Ia juga menambahkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang masuk dalam potensi target ancaman internet, dan kebanyakan ancaman tersebut berasal media sosial.

"Indonesia masuk ke dalam urutan ke 13 sebagai negara yang berpotensi menjadi sasaran serangan siber. Dan kebanyakan ancaman itu merupakan scam yang berasal dari media sosial," ungkap Halim.

Peresmian Google project Loon antara Menkominfo dan pihak Google. (Foto: Istimewa)
Tingginya ancaman scam di media sosial di Indonesia, menurut Halim, salah satunya adalah rasa saling percaya di lingkaran pertemanan pengguna media sosial. Sehingga, scam begitu mudah menyebar.

Potensi Ancaman Untuk Indonesia

Menurut Heru Sutadi, pakar telekomunikasi sekaligus mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), adopsi Project Loon Google di Indonesia adalah sesuatu hal yang salah. Karena kerja sama tersebut bisa membahayakan kebocoran data, dan rentan ancaman terhadap keamanan negara.

“Hal ini sangat disayangkan, mengapa? Karena keputusan ini terlalu prematur. Tidak didahului dengan kajian teknis, bisnis, dan legal, serta pertimbangkan untung ruginya. Yang sudah-sudah, uji teknis sementara kemudian menjadi setahun atau permanen,” jelas Heru Sutadi, saat dihubungi ArenaLTE.com via WhatsApp, Kamis (29/20/2015).


Ia menuturkan, Google adalah pihak asing alias perusahaan luar yang tidak memiliki ijin sebagai penyelenggara telekomunikasi di Indonesia. Selain itu, kerja sama Project Loon Google ini juga sudah menyimpang jauh dari rencana pembangunan pita lebar Indonesia, yang digadangkan Pemerintah.

“Kerjasama ini telah menyimpang dari rencana semula, yang mana nantinya dengan balon Google dianggapnya akses internet wilayah terpencil selesai. Padahal, harusnya tetap disambungkan dengan serat optik atau broadband dengan kapasitas yang lebih dan stabil,” tambah Heru.
Grafik pemetaan frekuensi penyalahgunaan siber. Bidang keuangan dan serangan terhadap sistem pemerintahan menempati urutan utama dalam perang siber. Pencurian data intelijen, sistem keamanan, dan rahasia negara lainnya menjadi salah satu yang tertinggi saat ini. Dengan lemahnya sistem keamanan siber Indonesia, membuat banyak pakar yang merasa cemas dengan potensi ancaman yang akan didapatkan Indonesia di masa depan. (Gambar: Istimewa)
Heru menjelaskan, meski teknologi Project Loon Google yang digunakan lebih efektif dan efisien dalam menjangkau wilayah terpencil, namun adopsi teknologi lain sebenarnya masih bisa dijalankan. Sehingga tidak harus dipatok dengan teknologi dari perusahaan asing yang justru bisa menjadi ancaman.

“Meski teknologi yang digunakan Google terdepan, namun teknologi High Altitude Platform System (HAPS) lain masih banyak dan bisa digunakan. Apakah Google tidak punya kepentingan, sehingga mereka mau menyediakan balon itu? Ujung-ujung agar orang akan makin banyak pakai layanan Google Alphabet sehingga keuntungan diraih perusahaan tersebut lebih besar,” jelasnya.

Dirinya juga menjelaskan bahwa jika kerja sama tersebut hanya akan menguntungkan pihak Google Alphabet saja, sehingga layanannya makin banyak dipakai. Nantinya, hal itu bisa menjadi target iklan tanpa bayar pajak ke negeri ini dan merugikan.

“Lalu, apakah yakin Google tidak mengolah atau menyadap informasi yang ada di republik ini nantinya? Harusnya ini didiskusikan dahulu, jangan tiba-tiba MOU saja. Padahal kita (Indonesia) tidak terburu-buru juga kok dengan hal ini,” jelasnya.

Petinggi Google Indonesia menjelaskan mengenai balon Google. (Foto: istimewa)
Heru yang juga sekaligus sebagai pengamat telekomunikasi Tanah Air, menjelaskan bahwa baiknya sebelum perjanjian atau MOU dibuat ada diskusi yang dilakukan semua pihak. Baik mengajak tim ahli teknologi HAPS dari kalangan akademis untuk transfer teknologi, maupun semua operator telekomunikasi, penyedia jasa internet, bahkan ahli IT untuk melihat potensi penyadapannya.

Setujui Project Loon, Joko Widodo Khianati Nawacita

Uji teknis Project Loon dari Google Inc dinilai tidak sesuai dengan visi Nawacita yang diusung pemerintahan Jokowi-JK.

Pasalnya, uji coba itu dapat membuat keamanan informasi Indonesia lebih rentan, sehingga negara tidak lagi berdaulat.

“Saat ini negara-negara maju berlomba mengorek informasi dari negara lain. Dahulu, informasi didapat dari berbagai penelitian, biro sensus, dan kampus yang biasanya membutuhkan proses cukup lama. Sekarang sadapnya kalau bisa in time, saat butuh kapan pun bisa diambil saat itu juga,” jelas Pengamat telekomunikasi Riant Nugroho, Selasa (12/1/2016).

Ia menilai, kehadiran Project Loon semakin membuat dunia informasi Indonesia, terutama di dunia maya, telanjang.



Pasalnya, informasi dari pelanggan data tidak hanya diketahui oleh operator, melainkan juga dapat diakses Google via balon-balon yang berfungsi sebagai stasiun pemancar dan penerima (BTS) terbang tersebut.
Pasukan Cyber Republik Rakyat China. (Foto: Istimewa)
“Kita kian tidak punya ketahanan nasional di bidang informasi. Semakin banyak yang bobol nantinya,” kata mantan Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini.

Riant meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana uji teknis Project Loon yang dijadwalkan dimulai pada awal tahun ini.

Seharusnya, kata dia, Kementerian Komunikasi dan Informatika berkonsultasi lebih dulu dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sebelum memberi izin Project Loon.


Pasalnya, proyek itu bukan semata-mata terkait dengan bisnis telekomunikasi atau Internet, melainkan juga berimplikasi pada keamanan dan kedaulatan nasional.

Secara khusus dia meminta Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan “turun tangan” karena Kemkominfo berada di bawah koordinasinya.

Pasukan Cyber Israel. (Foto: Istimewa)

China Bertingkah Di Natuna, Amerika Serikat Bela Indonesia

Insiden pelanggaran perbatasan yang baru saja terjadi antara Indonesia dan China di perairan Natuna, mendapatkan perhatian serius dari Amerika Serikat. Negara adidaya ini membela klaim Indonesia dalam permasalahan kedaulatan RI di Natuna. (Gambar ilustrasi: istimewa)
“Kita semua mengakui ZEE Indonesia. Saya rasa insiden ini hanya sekadar satu hal dari pola yang lebih besar,”
WASHINGTON DC -- Insiden di Natuna beberapa waktu lalu antara kapal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI dengan kapal penjaga pantai China, turut jadi perhatian Amerika Serikat (AS).

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) AS melalui Kantor Biro Asia Timur dan Pasifik menyatakan, kapal China jelas-jelas sudah melanggar teritorial perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia.

“Sungguh jadi hal yang mengganggu ketika melihat isu-isu perikanan jadi permasalahan. Dalam kasus Indonesia (di Natuna), kita bahkan tidak membicarakan tentang Laut China Selatan (LCS),” papar Deputi Asisten Sekretaris Biro Asia Timur dan Pasifik, Colin Willett.


“Kita semua mengakui ZEE Indonesia. Saya rasa insiden ini hanya sekadar satu hal dari pola yang lebih besar, di mana lingkup dan skala aktivitas China sudah lebih dari negara-negara lain yang ikut mengklaim LCS,” tambahnya kepada Strait Times, Rabu (30/3/2016).
Kapal perang Amerika Serikat saat melakukan latihan tempur di Laut China Selatan (Foto: istimewa)
China nampaknya sudah mulai mengklaim Natuna, setelah membangun pulau buatan di LCS, sekaligus dengan landasan udara dan sistem misil anti-udara. Klaim China, pulau buatan itu dibangun demi melindungi warga sipil mereka.

“Yang pasti kita tak butuh fasilitas-fasilitas (landasan udara dan sistem misil) seperti itu untuk melindungi warga sipil atau nelayan yang dalam keadaan darurat atau juga untuk memonitor cuaca,” lanjut Willett.

Menghimbau Peran Indonesia

Pakar maritim Amerika Serikat, sekaligus profesor di bidang Kajian Strategis dan Studi Maritim China dari US Naval War College, Prof. Peter Dutton, mengatakan Indonesia memiliki peranan yang besar di Laut China Selatan meskipun Indonesia tidak terlibat dengan gesekan yang terjadi antara Negeri Tirai Bambu dengan berbagai negara di ASEAN, yang memiliki wilayah di Laut China Selatan.


"Walaupun Indonesia tidak terlibat dengan perdebatan di Laut China Selatan, namun sebagai negara yang berbatasan langsung, Indonesia memiliki peranan besar," kata Dutton di kantor Kedutaan Amerika Serikat, Jakarta, Rabu (30/3).

Pakar maritim ini mengatakan Indonesia merupakan negara kuat di ASEAN. Kepemimpinan Indonesia sangat kuat di kawasan tersebut.

Reklamasi pulau-pulau yang dilakukan China di kawasan Laut China Selatan mendapatkan kecaman dari dunia internasional. Pembangunan pulau buatan tersebut diduga dijadikan sebagai pangkalan militer angkatan perang China. (Foto: istimewa)
"Sebagai negara kuat di kawasan ASEAN, Indonesia dan Amerika Serikat bersama partner lain, seperti Australia dan India harus berbicara untuk menegakkan hukum internasional," ungkap dia.

Dutton mengatakan, dengan kekuatan tersebut negara-negara di kawasan ASEAN harus khawatir. Sebab China tidak peduli dengan masalah yang ada di Laut China Selatan dan dengan masalah abritasi.


"Kita harus khawatir dengan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Kekuatan yang mereka punya sangat memungkinkan mereka melakukan sesuatu yang lebih besar dari sekedar membangun pulau di Laut China Selatan," tutur Dutton.

Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu, Satgas KKP dengan menggunakan kapal patroli, menangkap kapal pencuri ikan asal China. Namun proses penangkapan itu sempat diusik kapal penjaga pantai China. Kapal nelayan China gagal ditarik kapal KKP, tapi delapan nelayan China sudah sempat lebih dulu diamankan.

Peta klaim sepihak yang dikeluarkan oleh pemerintah China. Dalam peta terlihat China juga memasukkan sebagian perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Natuna.