Menampilkan postingan dari Februari, 2016

Taklukan Singapura, Indonesia Akan Produksi Pesawat Tempur Sendiri

Pasukan TNI AU. Menyadari minimnya kekuatan tempur yang dimiliki dibanding negara lain di kawasan, Indonesia saat ini bertekad untuk bisa menciptakan pesawat tempur sendiri. (Foto: istimewa)
“Singapura itu negara kecil, tapi pesawat tempurnya lebih banyak dari Indonesia. Singapura tak memiliki kekuatan darat dan laut yang besar. Dia memang menekankan pada Angkatan Udara yang besar,”
JAKARTA -- Belajar dari banyak peristiwa pertempuran yang terjadi di berbagai negara saat ini, untuk mempertahankan kedaulatan NKRI penguasaan kekuatan udara adalah mutlak.

Salah satu pelajaran penting yang diambil oleh para petinggi Indonesia adalah saat Amerika Serikat dan para negara anggota koalisinya menyerang ibu kota Irak, Baghdad.

Amerika Serikat dan pasukan koalisinya hanya butuh 20 hari untuk menguasai Baghdad, menandai awal kejatuhan Saddam Hussein. Kunci penguasaan Koalisi AS atas Irak ada pada serangan udara.



Invasi AS dimulai dengan serangan udara ke Istana Kepresidenan Baghdad, 20 Maret 2003. Selanjutnya, Kolisi AS melancarkan serangan udara besar-besaran ke seluruh Irak, membuat balatentara Saddam Hussein kocar-kacir dan tak dapat melawan balik.
Pesawat tempur Amerika Serikat dan koalisi saat menyerang Irak. (Foto: istimewa)
Dua puluh hari kemudian, 9 April, pasukan darat Koalisi AS dengan mudah memasuki jantung Baghdad, dan segera mengalahkan tentara Irak yang ada di kota itu.

“Dalam perang modern, wilayah udara adalah yang pertama kali diserbu dan dikuasai.

Wilayah udara Irak dikuasai Amerika dalam satu hari, dan dalam seminggu kekuatan darat, laut, dan udara Irak hilang semua,” kata Andi Alisjahbana, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia, mengisahkan kembali pertempuran AS-Irak, Jumat (19/2).

“Saat itu pesawat-pesawat Irak tak ada yang bisa terbang, dan 3.000 tanknya di darat serta semua kapalnya habis semua ditembaki dari udara oleh Amerika,” ujar Andi.

Maka jika wilayah udara suatu negara telah dikuasai, sekalipun di darat dan laut ada tentara, akan sulit sekali bagi negara itu untuk mempertahankan diri. Kedaulatan udara, kata Andi, bukan persoalan main-main.

Rongsokan pasukan Tank angkatan perang Irak, menjadi bulan-bulanan pesawat tempur pasukan koalisi Amerika Serikat. (Foto: istimewa)
Oleh sebab itu, menurutnya, Indonesia perlu sekali bekerja bersama Korea Selatan mengembangkan Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X). Andi berpendapat pesawat tempur yang dimiliki Indonesia masih amat kurang meski mencapai 100 unit dalam berbagai varian. Jumlah itu tak sebanding dengan cakupan luas wilayah darat dan laut Indonesia yang totalnya lebih dari 5 juta kilometer persegi.

Dibanding Singapura, kekuatan udara Republik Indonesia bisa dibilang tak ada apa-apanya.

“Singapura itu negara kecil, tapi pesawat tempurnya lebih banyak dari Indonesia. Di sisi lain, Singapura tak memiliki kekuatan darat dan laut yang besar. Dia memang menekankan pada Angkatan Udara yang besar,” kata Andi.

Pembangunan kekuatan tempur suatu negara tergantung pada doktrin negara itu. “Singapura misal berpikir bagaimana seandainya dia mesti bertempur. Mau bertempur di darat, toh negaranya cuma sepulau kecil itu, banyak penduduknya akan langsung jadi korban. Jadi dia harus menang di udara,” ujar Andi.

Andi menekankan, doktrin tempur itu amat penting dan tak boleh dilupakan. “Harus menang di udara pada pertempuran pertama sehingga darat bisa dipertahankan. Itu mutlak.”

Pesawat tempur angkatan udara Singapura, selalu memiliki yang tercanggih dan terbaik di kelasnya. (Foto: istimewa)
Saat ini Lima pilot TNI AU disiapkan TNI Angkatan Udara turut dilibatkan dalam proyek KF-X/IF-X yang pengerjaannya dipusatkan di Sacheon, Korea Selatan –kota yang menjadi markas Korea Aerospace Industries.

Sejak fase awal, yakni pengembangan teknologi KF-X/IF-X, sejumlah personel TNI AU ikut mendesain bentuk pesawat dan menyatukan doktrin militer dengan angkatan bersenjata Korea Selatan sampai tingkat tertentu.

TNI AU dilibatkan penuh karena KF-X/IF-X terang dibuat untuk memenuhi kebutuhan armada tempur mereka. Nantinya akan ada sekitar 50 unit pesawat KF-X/IF-X yang digunakan TNI AU.

TNI AU juga menyiapkan lima orang pilot untuk menguji terbang KF-X/IF-X. Usai prototipe pesawat rampung dibuat pada 2019, KF-X/IF-X akan diuji terbang di Korea Selatan dan Indonesia sebelum memasuki proses produksi yang direncanakan dimulai tahun 2020.

“Uji terbang pesawat tempur akan butuh waktu lama. Tak bisa dilakukan sembarang pilot. Jadi lima penerbang muda TNI AU disekolahkan S1 Teknik Penerbangan ITB supaya mereka bisa melakukan test flight dengan baik,” kata Andi.

Kelima penerbang muda itu saat ini pun sudah bisa menerbangkan pesawat-pesawat buatan Korea Selatan, yakni pesawat latih dasar KT-1 Woongbi dan jet tempur ringan T-50 Golden Eagle yang memang dimiliki TNI AU masing-masing satu skuadron.

Kebutuhan-kebutuhan TNI AU juga diakomodasi dalam KF-X/IF-X. Contohnya, AU butuh pesawat tempur yang bisa mendarat di landasan pacu pendek daerah mana pun mengingat wilayah Indonesia yang amat luas.

Soal jenis KF-X/IF-X yang dirancang menjadi pesawat tempur canggih generasi 4,5 di atas F-16 Fighting Falcon, Eurofighter Typhoon, Dassault Rafale, atau Sukhoi Su-30 yang masuk generasi 4, Andi menyebut kecanggihan bukan segalanya.

Sebuah mock-up pesawat tempur KFX/IFX, pesawat tempur masa depan yang sedang dibangun oleh Indonesia dan Korea Selatan. (Foto: istimewa)

Bungkam Propaganda OPM, Indonesia Beri Bantuan untuk Fiji

Para petinggi ULMWP saat menghadiri salah satu pertemuan negara-negara yang tergabung dalam organisasi MSG. Indonesia hingga saat ini terus berusaha melawan propaganda yang dilakukan separatis OPM untuk melepaskan diri dari NKRI, di luar negeri. (Foto: istimewa)
“Fiji kan selama ini sahabat dengan kita ya. Apalagi negara-negara Pasifik masih rumpun Melanesia (seperti Papua). Sudah lama hubungan kita baik dengan Fiji,”
JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menyatakan akan menghadapi propaganda yang dilakukan oleh separatis Papua Merdeka di luar negeri melalui hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negara-negara di kawasan Pasifik dan Oceania.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Pandjaitan menyatakan, salah satu negara yang akan didatangi oleh pemerintah ini adalah negara Fiji yang belum lama ini terkena musibah Topan Winston.

Fiji adalah salah satu negara yang tergabung dalam organisasi Melanesia Spearhead Group (MSG) yang merupakan organisasi negara-negara kecil di Oceania. 


Dalam kunjungannya ke Fiji, Rabu (30/03) besok, Menko dijadwalkan akan memberikan bantuan US$5 juta atau setara Rp67 miliar kepada negara di Pasifik Selatan tersebut.

Hubungan baik dengan Fiji, diharapkan dapat meredam pengaruh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Pandjaitan, (Foto: istimewa)
“Fiji kan selama ini sahabat dengan kita ya. Apalagi negara-negara Pasifik masih rumpun Melanesia (seperti Papua). Sudah lama hubungan kita baik dengan Fiji,” ungkap Marsda Agus Barnas, Deputi VII Menko Polhukam Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur, Selasa (29/03).

Penguatan peran Indonesia di Pasifik Selatan menyusul ekspansi yang dilakukan Gerakan Pembebasan Papua di kawasan itu. Gerakan tersebut telah mendirikan kantor di Vanuatu, Solomon pada Januari 2016, dan terakhir di Wamena, Jayawijaya, Papua, pada pertengahan Februari 2016. 


Kehadiran Menko Polhukam di Pasifik Selatan, diakui Agus untuk menekan Gerakan Pembebasan Papua secara diplomatik.

“Itu dampak lanjutannya. Yang pasti, selama ini kan Fiji kan selalu mendukung pemerintah Indonesia. Saya kira, ya, dampak lanjutannya mungkin ke sana ya,” pungkas Agus.


Kirim Pasukan TNI

Bantuan US$5 juta diberikan pemerintah Indonesia untuk membantu Fiji dalam memulihkan kembali negara itu usai dilanda Topan Winston. Sebanyak 42 orang tewas dalam bencana yang terjadi pada akhir Februari 2016 tersebut.

Benny Wenda (baju merah), salah satu petinggi Organisasi Papua Merdeka di luar negeri saat menghadiri pertemuan para negara anggota MSG. (Foto: istimewa)

Puluhan Kapal Perang Asing Masuki Perairan Indonesia, Mau Perang Kah?

Armada kapal perang TNI AL. Sebentar lagi Indonesia akan kedatangan puluhan kapal perang dari berbagai negara di dunia. (Foto ilustrasi: istimewa)
"Sebanyak 4.000 orang dan material serta peralatan pendukung Satgas Komodo 2016 diberangkatkan secara bertahap menuju Padang,"
PADANG -- Indonesia Saat ini dan beberapa hari ke depan akan mulai kedatangan puluhan kapal perang dari berbagi negara di dunia. Mau perang kah?

Eitss.., Jangan curiga dulu, kedatangan puluhan kapal perang ini adalah dalam rangka latihan militer bersama yang diprakarsai oleh Indonesia.

Sebanyak 35 negara akan mengikuti parade kapal perang Angkatan Laut di Padang dan Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 12-16 April 2016.

Parade kapal perang ini merupakan bagian dari kegiatan International Fleet Review (IFR) atau parade kapal perang, 2th Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) dan 15th Western Pacific Naval Symposium (WPNS).

Rombongan armada kapal perang TNI AL bersiap-siap menuju Padang untuk mengikuti latihan militer bersama. (Foto ilustrasi: istimewa)
Adapun negara peserta dalam Komodo Exercise 2016 ini adalah Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Cambodia, Canada, dan Chile.

Selain itu, Columbia, China, England, France, India, Indonesia, Japan, Korea Selatan, Kuwait, Laos, Malaysia, Mexico, Myanmar, Netherland, New Zealand, Pakistan, Peru, Philippine, Papua New Guinea, Qatar, Rusia, Singapore, Saudi Arabia, Srilangka, Thailand, USA, Timor Leste dan Vietnam.

Event Komodo 2016 terdiri dari International Fleet Review (IFR) atau parade kapal perang, 2th Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) dan 15th Western Pacific Naval Symposium (WPNS) yang rencananya diikuti 35 negara.

Menurut Kepala Dispenarmabar, Letkol Laut (KH) Ariris Miftachurrahman, pergeseran personel sebanyak 4.000 orang dan material serta peralatan pendukung Satgas Komodo 2016 diberangkatkan secara bertahap sejak tanggal 28 Maret 2016 sampai dengan tanggal 8 April 2016 dari Jakarta menuju Padang, Sumatera Barat dengan menggunakan beberapa jenis KRI.

Rombongan armada kapal perang Amerika Serikat. Akan bertemu dengan musuh abadinya, Rusia, dalam latihan militer 2016 di Indonesia nanti. (Foto ilustrasi: istimewa)
Antara lain KRI jenis Bantu Angkut Personel (BAP), Landing Platform Dock (LPD), dan Landing Ship Thank (LST) yang ada di jajaran TNI Angkatan Laut.

Komodo 2016 terdiri dari tiga kegiatan besar mengusung beberapa tema antara lain untuk kegiatan International Fleet Review (IFR) yang lego jangkar di Perairan Teluk Bayur. Dalam kegiatan IFR ini bertemakan “Brotherhood With All Great Seaman”.

Kegiatan kedua yaitu latihan bersama dengan tajuk Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) yang kedua dengan tema “Readiness and Cooperation for Peace”. Kegiatan ini diikuti 35 negara.

Sedangkan kegiatan ketiga yaitu Western Pacific Naval Symposium (WPNS) yang merupakan forum bagi pemimipin Angkatan Laut negara-negara di kawasan Pasifik.

Armada kapal perang kelas berat fregat milik Angkatan Laut Federasi Rusia, akan mengikuti latihan militer Komodo 2016 di Indonesia. (Foto ilustrasi: istimewa)
Tujuan dari WPNS adalah untuk meningkatkan kerjasama angkatan laut di kawasan Pasifik sebelah barat lewat diskusi berbagai permasalahan kemaritiman, baik tingkat kawasan maupun global serta merupakan forum di mana sesama pelaut profesional berbagi informasi dan pendapat.

Tema WPNS kali ini adalah “Maritime Partnership for Stability in Western Pacific Region”. Kegiatan WPNS ini merupakan yang kelima belas di mana WPNS pertama kali dilaksanakan pada tahun 1988. (*)


Sumber: Gerhananews.com

Gawat! WNI Disandera ISIS, Mampukah Jokowi Membebaskan?

Para anggota Abu Sayyaf di Filipina selatan. Abu Sayyaf menyandera 10 WNI dan meminta tebusan sebagai syarat pembebasan kepada pemerintah Indonesia (ilustrasi)
"Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada tanggal 26 Maret 2016, pada saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf"
MANILA -- Pemerintah Indonesia saat ini dikagetnya dengan informasi tidak mengenakkan yang datang dari Filipina.

Seperti dilansir dari Manila Bulletin, Selasa (29/3), melaporkan sebanyak 10 WNI yang berada di kapal dengan nama lambung Brama berbendera Indonesia, diserang dan diculik oleh kelompok Abu Sayyaf. Otoritas Pejabat militer senior di Filipina menyebut penculik minta uang tebusan.

Pejabat setempat mengatakan, kapal yang dibawa 10 WNI itu dibajak dan disandera dekat perbatasan Malaysia saat berlayar dari Indonesia menuju Filipina. 10 WNI tersebut disandera bersama 7 ribu ton batu bara.

 
Berdasarkan informasi yang diperoleh, kelompok militan itu menyerang kapal yang kemudian berlanjut penyanderaan. 10 WNI ini dibawa dengan boat kelompok menyerang diduga ke Pulau Sulu atau Basilan.

Sedangkan kapal tongkang itu sudah ditemukan dalam keadaan kosong oleh kepolisian Filipina di Tawi-tawi. Pihak penyerang sudah mengontak otoritas Filipina dan meminta tebusan sebesar Rp 15 miliar.

Kapal Brama yang dibajak kelompok Abu Sayyaf. (Foto: istimewa)
Para WNI itu sempat menghubungi majikan mereka untuk memberitahu tentang pembajakan yang dialami, tapi lokasi tempat mereka disandera belum diketahui.

Salah seorang korban disebut sudah dipaksa melakukan kontak dengan aparat setempat, untuk memberitahukan bahwa penyandera meminta tebusan untuk membebaskan mereka.


Pemerintah Mengakui


Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso membenarkan 10 WNI itu diculik oleh Kelompok Abu Sayyaf di Filipina. "Betul terjadi pada hari Sabtu yang lalu," ujar Sutiyoso, Senin (28/3/2016).

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Indonesia hingga kini masih melakukan koordinasi dengan otoritas Filipina mengenai kapal Indonesia yang dibajak dan 10 WNI awak kapal yang disandera.


Untuk menangani kasus ini, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno L.P Marsudi terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait di Indonesia dan Filipina, termasuk dengan Menlu Filipina.

Kelompok Abu Sayyaf saat menyandera warga negara asing yang berhasil mereka tangkap. (Foto: istimewa)
Juru bicara Kemlu Arrmanatha Nasir, disampaikan pihak perusahaan sudah ditelpon penyandera dan diminta sejumlah uang tebusan. "Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada tanggal 26 Maret 2016, pada saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf.

Dalam komunikasi melalui telepon kepada perusahaan pemilik kapal, pembajak/penyandera menyampaikan tuntutan sejumlah uang tebusan," katanya, melalui pesan singkat, Selasa (28/3).

Pemerintah Harus Tegas!


Menanggapi terjadinya penyanderaan WNI di Filipina, Komisi I DPR RI meminta pemerintahan Joko Widodo bertindak cepat dan tegas dalam mengatasi hal tersebut.

"Sesuai dengan kebiasaan dan etika diplomasi, kita gunakan dulu perwakilan kita di Manila dibantu oleh BIN untuk melakukan komunikasi dengan kelompok Abu Sayyaf," kata Anggota Komisi I DPR Tantowi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/3).

Peta wilayah kekuasaan kelompok Abu Sayyaf di Filipina selatan. (Foto: istimewa)

Banyak Penyusup di Udara, RI Bertekad Ciptakan Pesawat Tempur Buatan Sendiri

Pesawat tempur TNI AU. Luasnya wilayah udara yang harus dijaga di tengah kurangnya armada udara membuat TNI AU belum bisa maksimal menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia dari penyusup asing (Foto: istimewa)
“Indonesia merupakan negara besar dengan daratan dan lautan begitu luasnya. Tentu harus punya kemampuan laut dan udara yang andal. Harus,”
JAKARTA -- Program ambisius Indonesia bersama Korea Selatan untuk menciptakan pesawat tempur sendiri hingga saat ini berjalan ke arah yang semakin positif.

Para ilmuwan dan teknisi dari kedua negara saling berbagi pengalaman dalam menciptakan pesawat tempur KFX/IFX yang digadang-gadang akan setara dengan pesawat tempur kelas siluman lainnya.

Khusus untuk Indonesia sendiri keinginan untuk bisa menciptakan pesawat tempur buatan dalam negeri dianggap sebagai sebuah kewajiban, mengingat luasnya wilayah republik yang harus dijaga.


Dengan 14 ribu lebih pulau berserak dan panjang garis pantai 99 ribu kilometer, Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia yang secara maritim berbatasan dengan Singapura, Malaysia, Filipina, Palau, dan Australia.

Sebuah mock up pesawat tempur KFX/IFX. Harapan besar untuk menjaga kedaulatan wilayah udara NKRI di masa depan (Foto: istimewa)
“Indonesia merupakan negara besar dengan daratan dan lautan begitu luasnya. Tentu harus punya kemampuan laut dan udara yang andal. Harus,” kata Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu di Jakarta, 7 Januari.

Kekuatan mumpuni di laut dan udara sebagai negara maritim itu menjadi salah satu alasan pemerintah Republik Indonesia mendukung proyek pengembangan jet tempur siluman (stealth fighter) KF-X/IF-X yang diinisiasi Korea Selatan.

Ada 1.001 alasan dukungan Indonesia atas KF-X/IF-X. Lima di antaranya untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI Angkatan Udara, membangun kemandirian bangsa, meningkatkan industri pertahanan, mendorong perekonomian nasional, dan memunculkan efek gentar pada kawasan.


Bukan rahasia lagi wilayah udara dan perairan Indonesia yang luas kerap diterobos oleh pesawat dan kapal asing.

Pembagian komando operasi skuadron udara TNI AU. Dengan luasnya wilayah dan sedikitnya pesawat tempur yang tersedia membuat sebagian wilayah udara Indonesia tidak bisa terjaga dengan baik dari penyusupan pesawat asing (Gambar: istimewa)

Ribut Di Natuna, Kapal Perang China Justru Masuk Perairan Indonesia, Ada Apa?

Armada kapal perang China bersiap-siap menuju perairan Indonesia. Setelah sempat terjadi ketegangan antara TNI AL dengan armada kapal perang China di Natuna, China justru ingin mengirimkan kapal perangnya menuju Indonesia (Foto: istimewa)
”Protes kedua adalah pelanggaran coast guard Tiongkok (China) terhadap penegakan hukum yang dilakukan terhadap aparat Indonesia pada Zona Ekonomi Ekslusif dan landas kontingen,”
BEIJING -- Setelah sempat terjadi ketegangan antara Indonesia dengan Republik Rakyat China di perairan pulau Natuna, buntut dari tindakan angkatan laut China yang menerobos perairan Indonesia, China justru ingin mengirimkan armada kapal perangnya memasuki perairan Indonesia, ada apakah gerangan?

Seperti diberitakan media massa setempat, Kapal perang frigate rudal dari Armada Utara Angkatan Laut China dan armada lepas pantai Pulau Weifang Changxing meninggalkan pelabuhan Qingdao pada hari Sabtu (26/3/2016) untuk berlayar menuju Indonesia.

Hal itu diumumkan Departemen Pertahanan China, sepekan setelah kapal Indonesia dan China berseteru di perairan Natuna.

Dalam pengumuman yang di-posting di situsnya (www.mod.gov.cn), Kementerian Pertahanan China menyatakan, armada Angkatan Laut China akan terus menjalani latihan bersama 16 negara, termasuk Indonesia, Amerika Serikat dan Rusia.

Para awak kapal mengaku telah siap dengan operasi ini, di mana mereka akan bertemu dengan kapal perang dari negara lain.

Keberangkatan kapal perang China ke Indonesia ternyata untuk berpartisipasi dalam latihan militer bersama dengan kode ‘Comodo -2016’.

Latihan ini diselenggarakan oleh Angkatan Laut Indonesia, dengan tema ‘kerjasama untuk perdamaian.

Latihan akan dilakukan 12-15 April, di Padang, Indonesia dan pulau-pulau terdekat. Latihan ini akan melibatkan 48 kapal dari China, Amerika Serikat, Rusia, Perancis, Australia dan 16 negara lainnya.

Pasukan militer China. (Foto: istimewa)
Pasukan Angkatan Laut, delapan helikopter dan empat pesawat fix wing China juga akan berpartisipasi dalam latihan ini.
Komandan armada, Fleet commander, Navy North Sea Fleet destroyer detachment Wang Xianfeng, mengatakan bahwa latihan untuk perdamaian dan bencana bantuan ini dikombinasikan dengan latihan di laut, civil engineering di darat dan latihan penyelamatan medis.

Pada pekan lalu, Indonesia menahan sebuah kapal pukat China dan beberapa awaknya atas tuduhan mencuri ikan (illegal fishing) di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, tepatnya di perairan Natuna.

Namun, pasukan penjaga pantai China ikut campur dengan melakukan manuver yang menuai protes keras dari Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno LP Marsudi. Retno telah memanggil dan menemui Kuasa Usaha Kedutaan Besar China di Jakarta, Sun Wei Dei untuk menyampaikan protes keras.

Setelah sempat terjadi ketegangan antara TNI AL dengan armada kapal perang China di Natuna, China justru ingin mengirimkan kapal perangnya menuju Indonesia (Foto: istimewa)

Trauma Diembargo, Indonesia Segera Produksi Pesawat Tempur IFX

Pesawat tempur F16 TNI AU. Sempat mangkrak akibat embargo militer yang dijatuhkan Amerika Serikat. Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Indonesia bekerjasama dengan Korea Selatan bertekad akan menciptakan pesawat tempur buatan sendiri (Foto: istimewa)
“Beli senjata ke Amerika, ya akan tergantung kepada Amerika. Kalau hubungan Indonesia dengan Amerika sedang baik, tak apa-apa. Tapi kalau tiba-tiba bermasalah lalu diembargo, jadi tidak ada dukungan persenjataan,”
JAKARTA -- Ambisi Indonesia untuk bisa mewujudkan dan menciptakan pesawat tempur buatan sendiri didorong oleh pengalaman masa lalu yang tidak begitu mengenakkan. Yaitu pada saat Amerika Serikat menjatuhkan embargo militer terhadap Indonesia.

Amerika Serikat menuduh Indonesia pada tahun 1991 di Dili Timor Timur telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia, dengan menembaki demonstran di Dili, (kini Timor Leste)

AS menyetop penjualan senjata, termasuk tak mau memberikan suku cadang yang diperlukan Indonesia untuk meremajakan pesawat-pesawat TNI yang dibeli dari mereka.

Akibat embargo tersebut, peralatan tempur atau alutsista Indonesia seperti pesawat tempur F16 dan lain-lain, mangkrak dan hanya menjadi tumpukan besi rongsokan di gudang senjata TNI.

Pasukan TNI di Timor Timur saat melakukan operasi penumpasan separatis Fretilin (Foto: istimewa)
Karena embargo yang dilakukan oleh Amerika dan dibatalkannya penjualan F-16 ke Indonesia, yang dipesan oleh rezim Presiden Soeharto, membuat Indonesia beralih ke sekutu lamanya yaitu Rusia.

Saat hubungan Presiden Soeharto dengan Amerika Serikat renggang, pada tahun 1996 Presiden Soeharto sebernanya sempat berencana untuk membeli Sukhoi dari Rusia sebanyak 12 unit pesawat unit tempur Sukhoi.

Namun dalam proses pembelian terdapat banyak hambatan yang didapatkan oleh Indonesia. Dan baru direalisasikan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Indonesia membeli pesawat Sukhoi buatan Rusia pada tahun kedelapan masa embargo Amerika Serikat, yakni 2013.

Pengalaman Guru Terbaik

Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana mengatakan, belajar dari kasus embargo tersebut, Indonesia wajib menguasai teknologi pesawat tempur dan membuatnya sendiri.

Apalagi Indonesia bangsa yang besar. Kalau mau bertahan, jelas mesti kuat pertahanan udaranya," kata Andi Alisjahbana, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

“Lalu kenapa harus mengembangkan jet tempur? Tentu karena itu salah satu alat tempur utama di udara. Yang menentukan menang-tidaknya Sekutu atau Jepang dalam Perang Dunia II adalah pertempuran maritim dan udara,” ujar Andi.

Pesawat tempur Sukhoi SU-30SM yang dibeli Indonesia dari Rusia (Foto: istimewa)
Mencapai kemandirian menjadi kata kunci. Jika hanya membeli persenjataan dari negara lain, kata Andi, sudah pasti Indonesia akan tergantung pada negara itu. Terlebih jika menyangkut alat utama sistem senjata (alutsista) berteknologi tinggi.

“Beli senjata ke Amerika, ya akan tergantung kepada Amerika. Kalau hubungan Indonesia dengan Amerika sedang baik, tak apa-apa. Tapi kalau tiba-tiba bermasalah lalu diembargo, jadi tidak ada dukungan persenjataan,” kata Andi.

Sepuluh tahun embargo AS, ujar Andi, membuat kekuatan tempur udara Republik Indonesia mengalami kemerosotan tajam. Banyak pesawat tempur TNI Angkatan Udara harus di-grounded lantaran tak punya suku cadang.

Hal itu misalnya menimpa setengah lusin F-16 Fighting Falcon, sejumlah armada F-5 Tiger, sampai pesawat angkut militer C-130 Hercules yang seluruhnya buatan AS.

Lebih parah lagi, beberapa pesawat Hawk 109/209 buatan Inggris, sekutu AS yang dimiliki TNI juga ikut terkena embargo. Embargo membuat banyak pesawat militer RI tak bisa diterbangkan sekalipun kondisinya baik, bahkan tergolong baru.

Alhasil sia-sia saja memiliki armada tempur jika banyak yang tak bisa digunakan untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia.

Diembargo, Indonesia Mencari Akal

Andi mengatakan keputusan Indonesia membeli pesawat tempur Sukhoi SU-30SM buatan Rusia, untuk mengimbangi Amerika Serikat adalah sebuah langkah tepat.

“Apa yang dilakukan Indonesia ketika itu seperti membuat dua sistem: satu tergantung kepada Amerika, satu kepada Rusia. Ada Sukhoi, ada F-16 (buatan AS). Kalau Amerika mengembargo sehingga F-16 tidak bisa terbang, masih ada Sukhoi,” kata Andi.

Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana (kiri). (Foto: istimewa)
Sesungguhnya embargo militer merugikan AS sendiri. Perusahaan-perusahaan negara adidaya itu yang bergerak di industri penerbangan jadi kehilangan salah satu pasar potensial. Mereka tak bisa menjual alutsista dan suku-suku cadang kepada Indonesia.

Embargo akhirnya dicabut tahun 2005. Namun Indonesia tetap mempertahankan dua sistem tersebut sebagai “tali pengaman.

”Target Indonesia selanjutnya adalah menjaga kesinambungan alat-alat tempur yang dimiliki dalam keadaan krisis. Ini yang paling utama. Indonesia berhak untuk mempertahankan diri dari ancaman luar,” ujar Andi.

Tahap Mencapai Kemandirian

“Masih panjang perjalanan Indonesia untuk mandiri. Tapi setidaknya negara ini bisa bertahan dalam keadaan krisis. Semisal ada pertempuran sampai 10 tahun, minimal pesawat Indonesia tidak kehabisan peluru dan suku cadang.

Di situ letak kesinambungannya,” kata Andi. Kesinambungan dan kemandirian tersebut terkait erat satu sama lain.

Untuk mencapai kedua hal itu, Indonesia –setelah serangkaian proses– menerima tawaran Korea Selatan untuk bersama-sama mengembangkan teknologi pesawat tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X).

Skema pembuatan pesawat tempur IFX oleh PT. Dirgantara Indonesia (Gambar: istimewa)
"Korea antusias dan percaya dengan Indonesia," ujar Andi. Indonesia menerima tawaran Korea Selatan mengembangkan pesawat tempur KF-X/IF-X untuk mencapai kemandirian industri pertahanan.

Rintangan Menghadang

Wakil Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Eris Herryanto mengatakan, tak mudah bagi Indonesia dan Korea Selatan untuk sampai pada tahap kerja sama seperti sekarang ini.

Perbedaan sistem, perbedaan tujuan, dan perbedaan posisi dalam mendapat teknologi, membuat Jakarta dan Seoul mesti saling berkompromi dan menyamakan persepsi.

Kesulitan juga terletak pada teknologi Amerika Serikat, yakni perusahaan dirgantara AS Lockheed Martin, yang direncanakan digunakan untuk mengembangkan jet KF-X/IF-X.

Mantan Wamenhan Sjafri Syamsudin pada masa era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu perwakilan Korea Selatan membicarakan kerjasama pembuatan pesawat tempur KFX/IFX. (Foto: istimewa)

Suntikan Teknologi Amerika Dalam Program Pesawat Tempur Indonesia

Sebuah Mock-up pesawat tempur KFX/IFX. Indonesia dan Korea Selatan bertekad membangun pesawat tempur dengan teknologi yang setara dengan pesawat tempur generasi kelima (Foto: istimewa)
“Pertemuan trilateral ini belum tentu sebulan selesai. Butuh waktu. (Perundingan) bisa sampai enam bulan atau satu tahun,”
JAKARTA -- Indonesia dan Korea Selatan sepertinya tidak tanggung-tanggung dalam membangun program pesawat tempur KFX-IFX yang akan menjadi pesawat tempur masa depan bagi kedua negara.

Salah satu tekad dalam program ini adalah menciptakan pesawat tempur yang akan memiliki teknologi siluman setara dengan pesawat tempur paling tercanggih saat ini yaitu pesawat tempur F22 Raptor Amerika Serikat.

Tetapi akankah program berjalan lancar, bukan tanpa sebab hingga saat ini Korea Selatan masih mengandalkan sumbangan teknologi dari Amerika Serikat.

Sebelumnya Amerika Serikat dilaporkan tidak bersedia memberikan beberapa kriteria teknologi yang diminta Korea Selatan dengan alasan hadirnya Indonesia dalam program tersebut.


Walau akhirnya Amerika Serikat melunakkan sikapnya terhadap Indonesia, tetapi sejumlah teknologi pesawat tempur yang hanya dimiliki Amerika Serikat hingga saat ini masih dalam perdebatan ketiga negara.

Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Indonesia menggelar pertemuan trilateral akhir Februari. Ketiga negara membicarakan rencana transfer teknologi untuk pesawat tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X) yang sedang dikembangkan bersama oleh RI dan Korsel.

Pertemuan Indonesia dan Korea Selatan dalam membahas pembangunan pesawat tempur KFX/IFX. (Foto: istimewa)
Dalam pertemuan di AS itu, perwakilan perusahaan dirgantara masing-masing negara, Lockheed Martin, Korea Aerospace Industries, dan PT Dirgantara Indonesia, ikut hadir.

Jika mulus, Lockheed Martin akan mentransfer teknologi penting untuk pengembangan KF-X/IF-X yang direncanakan mewujud jet tempur generasi 4,5 dengan kemampuan nyaris setara dengan pesawat siluman (stealth fighter) generasi kelima.

“Pertemuan trilateral ini belum tentu sebulan selesai. Butuh waktu. (Perundingan) bisa sampai enam bulan atau satu tahun,” kata Kepala Program KF-X/IF-X PTDI Heri Yansyah, Jumat (19/2).

Seperti dilansir dari CNNIndonesia.com, Korea Selatan telah berencana meminta bantuan Lockheed Martin untuk mengembangkan KF-X sejak Maret 2014 saat mereka memutuskan membeli 40 unit pesawat tempur siluman keluaran perusahaan itu, F-35 Lighting II.

Sebagai bagian dari kesepakatan memborong F-35 tersebut, Lockheed menawarkan keahlian teknik setara 300 tahun masa kerja individu untuk membantu merancang KF-X.

Lockheed bahkan berencana menyodorkan lebih dari 500 ribu halaman dokumentasi teknis terkait pembuatan jet tempur generasi keempat mereka, F-16 Fighting Falcon, serta F-35 Lighting II dan F-22 Raptor dari generasi kelima.

Korea Selatan, melalui Korea Aerospace Industries (KAI), dan Lockheed Martin memiliki sejarah kerja sama mengembangkan pesawat tempur ringan T-50 Golden Eagle –yang kini juga menjadi bagian dari armada udara Republik Indonesia.

Meski demikian, untuk proyek KF-X yang berjalan saat ini, Lockheed ragu memberikan dukungan penuh karena khawatir KF-X pada akhirnya menjadi kompetitor mereka sendiri di pasar ekspor jet tempur. Penawaran saat itu bukan hanya datang dari Lockheed Martin dan KAI.

Pesawat tempur F-35 Lighting II yang menjadi andalan Amerika Serikat saat ini. (Foto: istimewa)
Desember 2014, Airbus Eropa, Boeing AS, dan Korean Air bergabung dalam satu tim untuk mengusulkan alternatif pembuatan pesawat tempur yang lebih murah bagi Korea Selatan.

Tim Airbus-Boeing-Korean Air juga menawarkan alih teknologi. Boeing misalnya dapat menyediakan pengetahuan soal radar dan teknologi siluman pada jet tempur. Bermitra dengan Airbus membuat Boeing dapat mentransfer informasi tersebut meski aturan AS membatasi transfer teknologi hingga tingkat tertentu ke luar negeri.

Namun pada 9 Februari 2015, tenggat waktu yang ditetapkan bagi kedua tim untuk mengajukan penawaran, hanya KAI-Lockheed Martin yang menyerahkan proposal mereka, sedangkan Korean Air-Airbus masih memerlukan waktu untuk mempersiapkan penawaran mereka.

Batas waktu penyerahan proposal pun diundur karena aturan hukum Korea Selatan mensyaratkan tender diikuti oleh minimal dua peserta.

Akhirnya pada 30 Maret 2015 pemerintah Korea Selatan mengumumkan tender proyek KF-X dimenangkan oleh Korea Aerospace Industries yang menggandeng Lockheed Martin sebagai mitra.

Namun enam bulan kemudian, September 2015, pemerintah Amerika Serikat dilaporkan menolak transfer empat dari 25 teknologi inti ke Korea Selatan. Transfer teknologi utama jet tempur dinilai AS melanggar kebijakan keamanan negara itu.

Pesawat tempur ringan T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan yang juga sudah dibeli Indonesia. (Foto: istimewa)

China Klaim Natuna, Indonesia Perkuat Pertahanan Militer

Kapal Perang dan kapal penjaga pantai China di Laut China Selatan. Sikap China yang terus melakukan pelanggaran wilayah di perairan Natuna Membuat Indonesia terpaksa memperkuat pertahanan militernya di daerah tersebut. (Foto: istimewa)
"China telah mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai wilayah laut mereka. Klaim sepihak ini terkait sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel antara negara China dan Filipina. Sengketa ini, akan berdampak besar terhadap keamanan laut Natuna,"
RANAI -- Pascainsiden masuknya kapal penjaga pantai milik China ke teritorial Indonesia dan penggagalan penyitaan KM Kway Fey 10078 berbendera China di Laut Natuna, Indonesia bertekad untuk memperkuat sistem pertahan di perairan kepulauan Natuna.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengatakan kekuatan TNI AL di kawasan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau harus ditingkatkan.

"Kita memang punya pangkalan militer yang ada di Natuna, ke depan kita akan buat kekuatan-kekuatan pengamanan yang lebih baik lagi," kata Luhut di Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa.


Menlu RI Kecam China

Kementerian Luar Negeri, mengecam keras pelanggaran wilayah yang dilakukan kapal penjaga pantai (coast guard) Angkatan Laut China.

Kapal nelayan China KM Kway Fey 10078. (Foto: istimewa)
Kapal ini memasuki perairan Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, akhir pekan lalu, demi membebaskan kapal nelayan satu negaranya yang ditangkap oleh operasi gabungan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama TNI AL.

Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi hari ini, Senin (21/3) memanggil Kuasa Usaha Sementara Kedubes Tiongkok, Sun Wei Dei, ke kantornya. Pemerintah RI mempertanyakan motivasi kapal coast guard China berada di Natuna, lalu menghalang-halangi penangkapan kapal nelayan ilegal.

"Dalam pertemuan itu, kami nyatakan protes keras," kata Menlu seusai pertemuan.

Ada dua jenis pelanggaran yang dilakukan kapal coast guard Tiongkok dalam kacamata Kemlu. Pertama adalah pelanggaran coast guard tiongkok terhadap hak berdaulat dan juridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontingen.

 Menteri Luar Negeri Retno L.P Marsudi. (Foto: istimewa)
Sedangkan pelanggaran kedua adalah upaya kapal China ini menghalang-halangi proses penegakan hukum aparat Indonesia.

Menlu mengatakan kepada Sun We Dei bahwa insiden ini merusak hubungan baik antara Indonesia-RRC. Indonesia menegaskan kedaulatan dan hak ekonominya di Natuna, yang dilindungi oleh prinsip hukum internasional termasuk UNCLOS 1982.

Indonesia tidak berkepentingan dalam sengketa wilayah antara China dengan beberapa negara, misalnya Vietnam dan Filipina, di Kepualauan Spartly. Sehingga, Natuna seharusnya tidak dilibatkan oleh negara bersengketa.

"Saya sampaikan penekanan bahwa indonesia bukan merupakan claimant state di Laut China Selatan," kata Retno.

TNI AL Terus Perkuat Natuna

TNI AL secara tegas akan tetap bertugas mengamankan perairan Natuna dengan kekuatan penuh, serta melakukan pengawasan secara ketat terhadap kapal asing yang masuk ke laut Indonesia.

TNI Dalam sebuah Latihan (Foto: istimewa).
"Berapa jumlah kekuatan kita, di mana posisi pengamanan, tidak boleh dibeberkan. Tetapi yang pasti pengamanan di perairan perbatasan kita kuat," tegas Kepala Dinas Penerangan Lantamal IV/Tanjung Pinang, Letkol Josdy Damopoli di Pangkal Pinang, Selasa (22/3).

Selain itu, Josdy mengaku permasalahan China dengan Indonesia bermula di perairan Natuna diambil alih oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Sebab itu dia enggan mengomentari permasalah itu karena sudah ranah politik. "Kami (TNI AL) tidak memiliki kewenangan untuk mengomentarinya, karena sudah memasuki wilayah politis," ucap Josdy seperti dilansir Antara.

China Klaim Kepulauan Natuna

Pemerintah Republik Rakyat China telah memasuk sebagian wilayah perairan laut Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau ke dalam peta wilayah mereka, kata Asisten Deputi I Kementrian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Bidang Dokrin Strategi Pertahanan, Masekal Pertama TNI Fahru Zaini.

"China telah mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai wilayah laut mereka. Klaim sepihak ini terkait sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel antara negara China dan Filipina. Sengketa ini, akan berdampak besar terhadap keamanan laut Natuna," ungkap Fahru Zaini.

Wilayah yang diklaim China, Juga memasukkan sebagian Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Pulau Natuna.
Ia menjelaskan, China telah menggambar peta laut Natuna di Laut China Selatan masuk peta wilayahnya dengan 9 dash line atau garis terputus, bahkan dalam paspor terbaru milik warga China juga sudah di cantumkan.

Menurut dia, bukan hanya wilayah Indonesia saja yang dipetakan oleh China tetapi juga wilayah negara lain yang berbatasan dengan perairan Laut China Selatan seperti, Vietnam, Malaysia, Brunai, Fhilipina serta Taiwan.

"Bukan wilayah negara Indonesia saja yang petakan oleh China, negara lain juga dipetakan. Namun China tidak mau berterus terang terhadap koordinat mana yang masuk wilayah mereka," katanya. Ia mengatakan, letak Indonesia sangat strategis, baik lautnya maupun udaranya. Setiap hari selalu ramai dilewati oleh kapal maupun pesawat negara lain yang dapat berdampak baik dan juga berdampak buruk.

"Dari letak yang bagus ini, bisa menjadi keuntungan, bahkan juga kerugian, itu tergantung kita dalam mengimpletasikannya dalam bernegara, NKRI adalah harga mati," tuturnya.

Titik lokasi bentrokan antara KKP dan TNI AL dengan coast guard China. Terlihat di dalam peta bahwa China telah memasuki perairan Indonesia di Natuna (Gambar: istimewa)

Kerjasama Pesawat Tempur KFX/IFX Bukti Kemesraan Indonesia - Korea Selatan

Indonesia dan Korea Selatan terus berusaha saling memperkuat kerjasama antar negara. Selain kerjasama ekonomi, Korea Selatan juga melakukan kerjasama pembuatan pesawat tempur KFX/IFX. Kerjasama tersebut menjadi simbol semakin dekatnya hubungan antar kedua negara ini. (Foto: istimewa)
“Korea butuh Indonesia. Korea memilih Indonesia karena Indonesia sudah punya kemampuan dalam membuat pesawat meski untuk jenis kecil seperti CN212, CN235, helikopter. Indonesia pun sudah memiliki fasilitas pabrik pesawat. Itu sebabnya Korea mengajak Indonesia,”
JAKARTA -- Semua bermula dari Korea Selatan, negeri yang memendam konflik 'abadi' dengan saudaranya, Korea Utara.

“Sepuluh tahun dari sekarang, Korea Selatan akan menjadi satu dari produsen senjata dan kedirgantaraan dunia bersama Amerika Serikat, Rusia, dan China.”


Perkataan yang menggambarkan ambisi dan tekad Korea Selatan menggarap proyek pesawat tempur itu diucapkan oleh seorang pejabat lembaga pengadaan pertahanan Korsel, Defence Acquisition Program Administration (DAPA), pada 2014.

Niat Korea Selatan mengembangkan jet tempur kelas berat yang kini dikenal dengan sebutan Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X), diumumkan pertama kali Maret 2001 oleh Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung pada wisuda Akademi Angkatan Udara negeri itu.

Melalui proyek tersebut, Korea Selatan hendak menciptakan pesawat tempur multiperan canggih untuk menggantikan armada McDonell Douglas F-4 Phantom II dan Northrop F-5F Tiger II milik Angkatan Udara mereka yang kian usang. KF-X bukan proyek pesawat tempur pertama Korea Selatan.

Sebelumnya, Negeri Ginseng telah sukses membuat pesawat latih dasar KT-1 Woongbi yang 100 persen buatan mereka sendiri, juga jet tempur ringan T-50 Golden Eagle hasil pengembangan Korea Aerospace Industries dengan raksasa dirgantara AS Lockheed Martin.


Pengalaman membuat T-50 Golden Eagle membuat Korea Selatan percaya diri memulai proyek KF-X yang lebih sulit. Pun, negara yang kerap berseteru dengan Korea Utara itu memiliki sekitar 63 persen teknologi yang diperlukan untuk memproduksi pesawat tempur multiperan.

Meski demikian, 63 persen penguasaan teknologi tak menjamin KF-X bakal sukses. Korea Selatan lantas mencari mitra. Korsel berharap menemukan mitra asing yang dapat mendanai 40 persen dari total biaya pengembangan KF-X, sementara pendanaan mayoritas sebanyak 60 persen mereka tanggung.

Korea Selatan mengincar beberapa perusahaan sebagai calon mitra, mulai PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Turkish Aerospace Industries, perusahaan pertahanan dan dirgantara Swedia Saab, pabrik pesawat AS Boeing, sampai Lockheed Martin AS. Keputusan Korea Selatan memasukkan Indonesia sebagai mitra, menurut Kepala Program KF-X/IF-X PTDI Heri Yansyah, bukan tanpa alasan dan tak terjadi dengan tiba-tiba.

Saling percaya antardua negara terentang sejak tahun 2006. “Tahun 2006 Presiden Indonesia dan Korea Selatan pernah menandatangani Deklarasi Bersama mengenai Kemitraan Strategis untuk Mempromosikan Persahabatan dan Kerja Sama antara Republik Indonesia dan Republik Korea,” kata Heri, Jumat (19/2).

Penandatanganan perjanjian kerjasama pembuatan pesawat tempur K-FX/I-FX, antara Korea Selatan dan Indonesia yang disaksikan langsung oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. (Foto: istimewa)
Penandatanganan tersebut berlangsung saat Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun berkunjung ke Indonesia pada 4 Desember 2006. Deklarasi yang diteken Roh dan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono itu mengatur bahwa kedua negara akan saling melengkapi satu sama lain.

Tahun 2008, Korea Selatan menawarkan kerja sama ke Indonesia untuk mengembangkan jet tempur. Tahun berikutnya, 2009, kedua negara meneken Letter of Intent.

“Korea saat itu sudah melakukan feasibility study (studi kelayakan), dan mencoba mengajak Indonesia dan Turki karena mengembangkan pesawat tempur kan mahal,” ujar Heri yang ikut ke Korea Selatan pada 2011-2012 untuk mengerjakan fase pengembangan konsep KF-X/IF-X. Pun mengembangkan pesawat tempur berisiko tinggi. “Selain biaya pengembangan mahal, setelah jadi pasarnya susah.

Tapi kalau kerja sama antarnegara, minimal pangsa pasarnya sudah ada,” kata Heri. Tahun 2010, Indonesia melakukan studi kelayakan dan audit atas tawaran kerja sama Korea Selatan mengembangkan jet tempur. “Untuk memutuskan bilang ‘iya’, kedua negara melakukan audit teknologi. Indonesia mengaudit Korea, Korea mengaudit Indonesia.


Dari hasil audit itu, terlihat Korea punya kemampuan dan Indonesia juga memiliki kemampuan tapi perlu ditingkatkan. Barulah masing-masing negara saling berkomitmen,” kata Wakil Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Republik Indonesia, Eris Herryanto.

Juli 2010, Indonesia sepakat untuk mendanai 20 persen biaya proyek KF-X dengan imbalan mendapat 50 unit pesawat tersebut setelah proyek selesai. Dua bulan kemudian, September 2010, Indonesia mengirim tim hukum dan pakar penerbangan ke Korea untuk membahas masalah hak cipta pesawat.

Di tengah proses yang berlangsung antara Korea Selatan dan Indonesia itu, pada 7 September 2010, Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Korsel mengatakan Turki tertarik untuk bergabung.

Namun delapan hari kemudian, 15 Desember, pejabat senior Turki mengatakan negaranya membatalkan niat untuk berpartisipasi pada proyek KF-X.

Pada bulan yang sama, proyek KF-X diubah dari ‘sekadar’ pesawat tempur sekelas F-16 Fighting Falcon menjadi jet siluman (stealth fighter). Perubahan ini terkait eskalasi konflik antara Korea Selatan dengan Korea Utara.

Tahun 2010 itu, Indonesia dan Korea Selatan meneken nota kesepahaman soal KF-X. April 2011, DAPA mengumumkan penandatanganan kesepakatan antara Korea Selatan dan Indonesia untuk bersama-sama mengembangkan pesawat tempur.

Fase awal proyek KF-X/IF-X, yakni pengembangan konsep, pun dimulai. Saling butuh, saling untung Sejak awal menawarkan proyek jet tempur kepada Indonesia, ujar Eris, Korea Selatan mengatakan tak bisa mengembangkan KF-X sendirian.

Terlebih di kemudian hari K-FX berubah menjadi proyek ambisius berupa pengembangan jet tempur generasi 4,5 dengan kemampuan siluman untuk menghilang di radar. Pesawat generasi ini bakal lebih hebat dari Dassault Rafale asal Perancis, Eurofighter Typhoon buatan konsorsium Eropa, dan F-16 Fighting Falcon produksi AS, serta setara dengan Sukhoi Su-35 buatan Rusia.

PT. Dirgantara Indonesia saat meresmikan pembuatan pesawat tempur masa depan IFX. (Foto: istimewa)