Menampilkan postingan dari 2019

Pertahanan Udara Khordad 15 Iran Jadi Mimpi Buruk AS di Timur Tengah

Ujicoba peluncuran Sistem Pertahanan Udara Khordad 15, oleh militer Iran. (Foto: tasnimnews.com)
TEHERAN -- Iran berhasil menguji sistem pertahanan udara produk dalam negeri. Sistem canggih itu diluncurkan pada Jumat, 22/11/19, dalam latihan militer berskala besar, dengan nama sandi "Guardians of Velayat Sky-98", di provinsi tengah, Semnan.

Sistem Pertahanan itu diberi nama Khordad 15. Khordad 15 adalah sistem pertahanan udara bergerak berbasis darat. Sistem senjata terdiri dari radar array bertahap yang mampu mendeteksi jet tempur, rudal jelajah, dan kendaraan udara tak berawak (UCAV) dari jarak 150 kilometer (93 mil) dan mampu melacaknya dalam jarak 120 kilometer (75 mil).

Sistem pertahanan udara ini dapat melibatkan hingga enam target secara bersamaan sambil mampu menembak jatuh mereka dalam waktu kurang dari lima menit setelah terdeteksi. Sistem ini juga dapat mendeteksi target siluman pada jarak 85 kilometer dan mampu menghancurkan target dalam jarak 45 kilometer.

Pengaturan sistem SAM mencakup dua truk militer. Satu dengan peluncur berputar persegi panjang yang berisi empat tabung rudal. Sistem pertahanan udara ini beroperasi bersamaan dengan misil Sayyad-3.

Sistem pertahanan udara Khordad 15 dinamai untuk menghormati demonstrasi 1963 di Iran, yang menurut kalender Iran dikenal sebagai pemberontakan 15 Khordad. Itu adalah serangkaian protes di Iran terhadap penangkapan Ayatollah Ruhollah Khomeini oleh rezim diktator Iran Shah Mohammad Reza Pahlavi, yang didukung Israel dan Amerika Serikat.

Sistem pertahanan udara Khordad 15 dirancang dan diproduksi oleh Organisasi Industri Penerbangan Iran (IAIO), dan diumumkan kepada publik pada 9 Juni 2019 dalam pidato Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami di Teheran, Iran.

Sistem Pertahanan Udara Khordad 15 Republik Islam Iran
Spesifikasi Khordad 15

Engaged Aerial Targets : 6
Performance
Max Detection Range    : 150 kilometer
Max Tracking Range     : 120 kilometer
Target's Max Altitude  : 27,000 meter (88,583 foot)
Weapon Max Range       : 120,000 meter
Time
Reaction Time          : 5 minute (300 second)

Ancaman Serius Bagi Militer AS dan Sekutu di Timur Tengah

Setelah diluncurkan, sistem pertahanan udara Khordad 15 Iran, pada debut pertamanya langsung menggemparkan dunia. Sebuah Video yang dirilis memperlihatkan sistem pertahanan udara Khordad 15 bergerak meluncurkan rudal dari lokasi yang dirahasiakan di bagian selatan Iran pada Kamis dini hari. Rudal itu berhasil mengenai sasarannya di dalam wilayah udara Iran atau di atas provinsi Hormuzgan.

IRGC mengatakan bahwa mereka telah menggunakan sistem pertahanan udara Khordad 3 untuk menembak jatuh drone Amerika yang canggih, yang dapat mencapai ketinggian hingga 18 kilometer. Iran juga mengatakan militer AS telah mematikan transponder pada pesawat, menerbangkannya dengan mode sembunyi-sembunyi.

IRGC menyatakan bahwa drone itu dari jenis RQ-4 Global Hawk. Triton adalah versi Global Hawk yang sedikit dimodifikasi dan sebagian besar dibuat dari komponen-komponennya. Tak lama kemudian, Iran memberikan koordinat peta yang tepat di mana drone ditembak.

AS awalnya membantah bahwa ada drone mereka yang ditembak jatuh oleh militer Iran, namun kemudian mengakui setelah itu. AS bahkan membutuhkan lebih banyak waktu untuk menghasilkan koordinat peta, dengan menuduh bahwa drone telah ditargetkan di wilayah udara internasional.

Beberapa jam kemudian, para pejabat militer Amerika mengkonfirmasi bahwa pesawat tak berawak MQ-4C Triton milik Angkatan Laut AS telah ditembak jatuh di “wilayah udara internasional” dekat Selat Hormuz, Teluk Persia, dan Angkatan Laut Amerika telah dikirim ke daerah itu untuk mengambilnya.

Presiden AS Donald Trump kemudian memerintahkan militer AS untuk melakukan serangan balasan terhadap beberapa posisi di Iran tetapi kemudian secara tiba-tiba membatalkan serangan.

The New York Times juga telah melaporkan bahwa para pejabat pertahanan AS “terkejut” oleh kemampuan Iran untuk menurunkan “drone Amerika di ketinggian tinggi, yang dikembangkan untuk menghindari rudal permukaan-ke-udara yang digunakan untuk menjatuhkannya.”

Pesawat tanpa awak (UAV) Triton RQ-4A Global Hawk, Angkatan Laut Amerika Serikat yang ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Khordad 15 Iran di teluk Persia. (Foto: Erik Hildebrandt/Northrop Grumman/Handout via REUTERS)
“Ini adalah unjuk kekuatan,” kata Times mengutip Derek Chollet, mantan asisten menteri pertahanan AS untuk urusan keamanan internasional, sebagaimana dikatakan.

Becca Wasser, seorang analis di Rand Corp, mengatakan kepada AFP pada hari Selasa, dan menggambarkan fakta “signifikan” bahwa sistem tersebut buatan dalam negeri.

“Penembakan drone menunjukkan kemampuan Iran, dan pesan kuat ke Amerika Serikat. Fakta bahwa Iran dapat menembak drone menunjukkan bahwa mereka telah mengembangkan atau membeli kemampuan yang cukup signifikan dan terampil dalam menggunakan sistem ini,” tambahnya.

Mantan kepala badan intelijen Prancis, yang berbicara dengan syarat anonim, juga mengatakan kepada AFP pada hari Selasa, bahwa bahkan jika militer AS mengirim sejumlah besar pesawat ke Iran, harus dipersiapkan untuk kerugian karena pertahanan udara Iran akan siap untuk terlibat.

Iran mengembangkan sistem dalam beberapa tahun terakhir untuk melawan rudal dan ancaman udara lainnya mengingat kehadiran pasukan ekstra-regional yang dipimpin Amerika Serikat, di pangkalan di negara-negara di sekitar Iran.

Iran semakin bergerak cepat memperkuat postur pertahanan mereka di tengah meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat dan upaya gagal Eropa untuk menegakkan komitmennya terhadap perjanjian nuklir Iran 2015.

Titik lokasi ditembak jatuhnya pesawat tanpa awak (UAV) Triton RQ-4A Global Hawk, Angkatan Laut Amerika Serikat oleh sistem pertahanan udara Khordad 15 Iran di teluk Persia.

Ambisi Menhan Prabowo Bangkitkan Hankamrata dan Komcad

Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto menyatakan akan kembali memperkuat doktrin Pertahanan Rakyat Semesta (Hankamrata) dan segera membentuk kekuatan komponen cadangan yang berasal dari rakyat di berbagai kalangan.
"Tetapi pertahanan kita yang berdasarkan pemikiran, konsep Pertahanan Rakyat Semesta, perang, kalau terpaksa kita terlibat dalam perang, perang yang akan kita laksanakan adalah Perang Rakyat Semesta, The Concept of The Total Peoples War,"
JAKARTA -- Setelah ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) dalam kabinet periode kedua rezim Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Prabowo Subianto berambisi memperkuat sistem pertahanan Indonesia diberbagai lini. 

Bukan hanya berkomitmen menambah alat utama sistem senjata (alutsista), Menhan Prabowo juga bertekad kembali memperkuat doktrin pertahanan Indonesia yang selama ini abai untuk diperhatikan.

Bicara dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi I DPR RI. Prabowo menyebut konsep Pertahanan Rakyat Semesta relevan untuk diberlakukan saat ini. Prabowo menilai bahwa saat ini, secara teknologi pertahanan, Indonesia tidak bisa mengalahkan negara lain. Namun, jikalau harus terlibat perang, dia menyebut konsep Pertahanan Rakyat Semesta harus dilaksanakan.

"Dan terus terang pertahanan kita selama ini, secara sejarah, dan saya kira sampai sekarang berlaku, dan mungkin kita akan teruskan adalah bahwa pertahanan kita harus mendasarkan dan kita gunakan adalah Pertahanan Rakyat Semesta," kata Prabowo di ruang rapat Komisi I kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019).

Prabowo menuturkan dalam konsep Pertahanan Rakyat Semesta, rakyat merupakan salah satu komponennya. Dia meyakini dengan konsep tersebut, Indonesia tidak bisa dijajah lagi oleh negara lain. Pertahanan Rakyat Semesta dinilai cocok diterapkan di negara yang belum memiliki sistem pertahanan yang canggih.

"Jadi saudara-saudara, banyak wartawan ini, kita tidak usah terlalu, istilahnya membuka diri, tapi kita mengerti dan kita memahami bahwa mungkin saat ini secara teknologi, kita, mungkin tidak bisa mengalahkan kekuatan teknologi bangsa lain," sebut Prabowo.

"Tetapi pertahanan kita yang berdasarkan pemikiran, konsep Pertahanan Rakyat Semesta, perang, kalau terpaksa kita terlibat dalam perang, perang yang akan kita laksanakan adalah Perang Rakyat Semesta, The Concept of The Total Peoples War," imbuhnya.

Mengenai konsep lebih detilnya, Prabowo berkaca pada masa ketika Indonesia mengusir penjajah. Prabowo mengklaim konsep tersebut telah menjadi doktrin pertahanan yang dianut Indonesia selama ini. Menurut Prabowo, konsep Hankamrata ini masih berlaku di Indonesia.

Pada era perjuangan kemerdekaan Indonesia, rakyat di berbagai daerah membentuk laskar-laskar perjuangan untuk melawan penjajahan Belanda, Jepang dan Sekutu. Laskar-laskar rakyat inilah yang akan menjadi cikal-bakal lahirnya tentara Indonesia di era pasca kemerdekaan. (foto: istimewa)
“Ini sudah lama kan, konsep kita dari dulu memang demikian, 45-50an sudah teruji sejarah, kita tinggal mutakhirkan, modernisasikan, sesuai kondisi bangsa. "Jadi mungkin kita bisa dihancurkan prasarana kita, tapi saya yakin, bahwa Indonesia tidak mungkin diduduki bangsa lain, karena seluruh rakyat akan menjadi komponen pertahanan negara," sambungnya.

Bentuk Komponen Cadangan

Selain kembali memperkuat doktrin pertahanan Indonesia, Menhan Prabowo juga ingin segera membentuk komponen (tentara) cadangan. Tak tanggung-tanggung, mantan Danjen Kopassus itu menargetkan golongan terdidik untuk kekuatan cadangan pertahanan. Prabowo menyebut mahasiswa salah satu komponen dari Pertahanan Rakyat Semesta.

Terkait pembentukan dan penyusunan Komponen Cadangan, Prabowo menuturkan bahwa pihaknya akan melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurut Prabowo, Kemendikbud akan banyak berperan dalam hal pendidikan dan pelatihan bagi Komponen Cadangan.

"Ini tentunya akan banyak peran dari kementerian dan lembaga di luar pertahanan, sebagai contoh kita harus kerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk menyusun Komponen Cadangan," ujar Prabowo.

Prabowo mengatakan, sistem pertahanan negara tidak hanya terdiri dari pertahanan militer, tapi juga non-militer, serta fisik dan non-fisik. Pertahanan militer yang bersifat fisik terdiri atas komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung. Komponen utama yakni TNI, sedangkan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung terdiri dari elemen di luar TNI.

"Pendidikan, pelatihan perwira-perwira cadangan, kemudian juga latihan-latihan untuk komponen cadangan nanti akan banyak peran dari Kementerian Pendidikan di SMA bahkan sedini mungkin di SMP dan juga di perguruan tinggi. Terutama para golongan terdidik, S3, S2, dan S1 lalu golongan mahasiswa,” kata Prabowo.

"Sebagai contoh, kalau kita lihat di negara Amerika, sumber perwira itu mereka dapatkan dari akademi militer, mungkin 20 persen, 80 persen adalah perwira cadangan dari universitas-universitas," ucap mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus itu.

Ketua Umum Partai Gerindra itu menyadari Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) tentang bela negara bersifat sukarela. Namun ia menegaskan jika konsepnya bersifat komponen cadangan.

“Saya kira dalam UU kita tidak sampai di situ (wajib militer), tapi lebih bersifat komponen cadangan. Nanti pada saatnya akan kita tampilkan,” ucap Prabowo.

Mengenai UU PSDN, dalam Pasal 12 Ayat (1) “Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan bentuk pembekalan kemampuan dasar militer bagi Warga Negara.”

Dan Pasal 12 Ayat (2) “Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan bagi Warga Negara sebagai calon Komponen Cadangan.”

Laskar-laskar rakyat yang terbentuk di berbagai daerah di seluruh Indonesia, menjadi kekuatan penentu dalam mengusir para penjajah di bumi pertiwi. (Foto: istimewa)

4 Jenis UAV Tempur Super Canggih Siap Perkuat Militer Rusia

Rusia menjawab tantangan perang dimasa depan dengan menciptakan berbagai jenis pesawat tanpa awak (done/UAV) untuk memperkuat strategi dan postur militer negara adidaya tersebut. (Foto: istimewa)
MOSKOW -- Pesawat nirawak (UAV/drone) menjadi salah satu alat perang yang paling banyak diandalkan oleh militer Rusia di medan perang saat ini. Rusia semakin agresif menciptakan berbagai jenis UAV/drone dengan berbagai macam kemampuan dan kecanggihan.

Berikut sejumlah UAV yang telah dan sedang diciptakan Rusia, dan bahkan diantaranya ada yang sudah diujicoba langsung di medan perang.

1. UAV Orion

Ini merupakan salah satu drone yang telah berlaga di Suriah. Setelah diuji dalam pertempuran melawan kelompok militan di Suriah, drone Orion telah dikirim ke Tentara Rusia. Orion dipersenjatai empat buah peluru kendali dan nonkendali yang mampu menghancurkan target musuh pada jarak ratusan kilometer.

Drone baru ini dapat membawa empat rudal dengan bobot hingga 200 kg. Pada saat yang sama, Orion mampu mendaki ke ketinggian 7,5 km. Pesawat tanpa awak itu juga mampu melesat hingga 200 km/jam dan baterai yang tahan selama 24 jam. Setelah itu, drone perlu kembali ke hanggar untuk “mengisi bahan bakar”.

Kronstadt, perusahaan pengembang drone tersebut, belum mengomentari keberhasilan Orion baru-baru ini. Perusahaan itu pun enggan memberikan keterangan lebih rinci terkait pengiriman Orion ke pasukan Rusia. Selain mengutip “rahasia negara”, mereka masih harus menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia.

Menurut Viktor Murakhovsky, Pemimpin Redaksi Arsenal Otechestva, ada dua versi Orion yang digunakan di Suriah: satu untuk pengintaian, sedangkan yang lainnya untuk penyerangan.

UAV Orion buatan Rusia yang sudah diujicoba di medan perang Suriah. (Foto: Istimewa)
“Pasukan Kedirgantaraan Rusia kini sedang mengembangkan program untuk drone jarak jauh berdampak besar. Para jenderal ingin unit-unit tentara baru dipersenjatai dengan pesawat tradisional dan UAV dengan senjata kelas serupa supaya bisa beroperasi bersama dalam satu kelompok,” kata sang ahli.

2. UAV Sukhoi S-70 Okhotnik

Senjata mematikan lain yang akan segera memperkuat Tentara Rusia adalah drone tempur Okhotnik buatan Sukhoi. Dibuat dengan teknologi yang sama dengan pesawat tempur generasi kelima Su-57, drone ini merupakan prototipe pesawat tanpa awak masa depan.

Sebagaimana “abangnya” (Su-57), Okhotnik adalah pesawat tipe sayap terbang (flying wing), yang keduanya melindungi pesawat dari sistem pertahanan udara musuh dan memungkinkan drone membawa lebih banyak senjata.

Selain itu, drone seberat 20 ton tersebut dapat meluncur mencapai target dengan kecepatan supersonik hingga 1000 km/jam (hampir menyamai kecepatan suara). Apalagi, Okhotnik juga dilengkapi dengan salah satu komputer pertama yang terintegrasi dengan kecerdasan buatan.

Teknologi ini membuat si operator terbebas dari sebagian besar tugas pengoperasian kecuali keputusan untuk mengerahkan senjata. Beberapa teknologi dan amunisinya bahkan disatukan dengan Su-57.

“Persenjataan Okhotnik termasuk rudal udara-ke-darat dan sejumlah bom (misil kendali dan bersayap) yang disembunyikan di dalam tubuh drone demi mengurangi visibilitas pada radar musuh alih-alih menggantungnya pada sayap,” ujar Profesor Vadim Kozyulin dari Akademi Ilmu Militer Rusia kepada Rusia Beyond.

Di antara bom yang diangkut Okhotnik adalah bom berdaya ledak tinggi OFZAB-500 dan bom udara ODAB-500PMV, yang keduanya telah digunakan dalam kampanye militer di Suriah.

Salah satu UAV pertama Rusia kelak dapat menggunakan senjata pesawat tempur generasi kelima dan menyediakan platform untuk menguji teknologi pesawat masa depan. Foto-foto pertama drone terbaru Rusia, Okhotnik-B, yang diambil di lokasi uji coba di dekat Novosibirsk, dirilis di internet pada awal bulan ini.

Sebagaimana yang ditunjukkan foto-foto itu, drone tersebut adalah tipe drone bersayap yang dapat memberikan perlindungan lebih baik dari pertahanan udara musuh. Drone itu pun mampu membawa lebih banyak senjata. Teknologi kecerdasan buatan membuat drone ini sangat mandiri.

UAV Sukhoi S-70 Okhotnik. (Foto: Akela Freedom/artstation.com)
“Ini bukan hanya salah satu drone tempur pertama yang dibuat di Rusia, tetapi juga sebuah platform untuk menguji teknologi tempur generasi keenam. Spesifikasinya memang masih dalam tahap penyelesaian, tetapi fitur utamanya sudah diketahui, yaitu sistem yang sepenuhnya berbasis robot,” ujar Kozyulin menjelaskan.

Dalam istilah militer Rusia, “sepenuhnya berbasis robot” berarti tidak ada pilot dan mampu untuk membuat keputusan secara independen dari awal hingga akhir. “Mesin itu sudah melakukan siklus penuh operasi tempur, dengan pengecualian mengerahkan senjata dalam pertempuran. Fungsi ini ada pada operator,” tambahnya.

Menurut Kozyulin, badan pesawat itu terbuat dari bahan komposit dengan lapisan radio reflektif berbasis teknologi siluman.

3. UAV ZALA 421-16E2

Kalashnikov, perusahaan senjata Rusia yang terkenal akan senapan serbu legendaris AK-47, telah mulai memproduksi massal pesawat tak berawak (drone) canggih untuk penyelidikan dan pengintaian, ZALA 421-16E2. Pesawat ini memiliki fitur penerbangan tanpa suara.

“Sistem ZALA 421-16E2 tidak ada bandingannya baik di Rusia maupun di dunia dalam hal fungsionalitas, kesederhanaan, dan keandalan operasi. Ia juga memiliki fitur penerbangan tanpa suara, yang sangat berguna untuk badan-badan pertahanan dan keamanan,” ujar Nikita Zakharov, wakil CEO ZALA AERO (bagian dari Kalashnikov), seperti yang diberitakan TASS, Selasa (20/6).

Beberapa badan pemerintah, perusahaan, dan perdagangan telah memesan sistem ZALA 421-16E2. Kalashnikov berharap drone ini dapat diuji coba tahun ini dan didemonstrasikan pada Pertunjukan Udara dan Aviasi Internasional 2017 di Moskow pada Juli 2017 dan pameran Army 2017 pada Agustus mendatang.

Drone ZALA 421-16E2 buatan Rusia. (Foto: Istimewa)
ZALA 421-16E2 memiliki bobot 7,5 kilogram, dan dapat dipasang kamera siang hari dengan 60 kali optical zoom dan modul pencitraan termal dengan 10 kali optical zoom. 

Drone ini dapat mengirimkan informasi video di tengah kondisi cuaca yang sulit dengan jarak lebih dari 30 kilometer dan radius kendali lebih dari 50 kilometer. Selain itu, ZALA 421-16E2 juga dapat terbang terus-menerus selama empat jam dan diluncurkan dengan tangan.

4. UAV T-16
Eleron

Biro Desain Eniks, perusahaan asal Kazan, sedang mengembangkan drone T-16 yang didesain untuk keperluan militer. Pesawat tersebut memiliki dua ekor dengan konfigurasi kanard, serta dilengkapi dengan strake di tepi muka sayap serta sayap kecil yang mengarah ke bawah

Rusia sedang menguji coba T-16, pesawat tanpa awak (UAV/drone) bersenjata buatan lokal, demikian dilaporkan kantor berita Interfax, mengutip seorang sumber di sektor pertahanan.

“UAV ini dapat membawa muatan hingga 6 kilogram,” ujar sang sumber. “Ia dapat mengirim amunisi di pylon bawah sayapnya.” Ia tidak menjelaskan lebih detail mengenai karakteristik teknis persenjataannya, yang diketahui berasal dari pihak ketiga.

T-16 memiliki bobot lepas landas sekitar 20 kilogram, menurutnya. Pesawat tersebut memiliki dua ekor dengan konfigurasi kanard, serta dilengkapi dengan strakedi tepi muka sayap serta sayap kecil yang mengarah ke bawah. Baling-baling pendorong drone tersebut digerakkan oleh akumulator dengan kebisingan rendah atau motor elektrik bertenaga bensin.

UAV terbaru ini sedang dikembangkan oleh Biro Desain Eniks, perusahaan spesialis perancangan UAV dan objek udara berukuran kecil asal Kazan. Proyek perusahaan ini sebelumnya termasuk UAV Tipchak-RN, yang dikirim untuk penyelidikan proyektil yang diluncurkan dari sistem peluncur roket Smerch, serta berbagai macam modifikasi UAV Eleron 3 dan Eleron 10 untuk badan-badan keamanan Rusia.

Eleron 10 sendiri bertindak sebagai platform untuk UAV Valdai yang digunakan oleh Layanan Keamanan Federal Rusia untuk berpatroli di Olimpiade 2014 di Sochi. Di halaman situs webnya, Eniks mengatakan bahwa mereka memiliki lapangan uji coba UAV sendiri.

Drone T-16 belum terdaftar dalam katalog produk Eniks. Namun begitu, tahun lalu di sumber-sumber internet tertentu beredar foto-foto contoh T-16 yang diambil di acara Konferensi Sains Militer “Perobotan Angkatan Bersenjata Rusia”.

Sumber tersebut menyorot kesamaan penampilan T-16 dengan UAV Orbiter 3b buatan perusahaan asal Israel, Aeronautics Defense Systems, yang telah tersedia sejak 2014.


Sepuluh hingga 15 tahun yang lalu, hanya UAV berkelas MALE yang mampu membawa senjata, ujar Denis Fedutinov, pakar sistem tanpa awak dan pemimpin redaksi situs web UAV.ru.

UAV T-16 Eleron buatan Rusia. (Foto: Istimewa)

AS Ingkar Janji, Iran Bangkitkan Kembali Fasilitas Nuklir Rahasia

Keputusan sepihak Amerika Serikat yang keluar dari perjanjian nuklir Iran, dibalas oleh Teheran dengan mengaktifkan kembali sejumlah fasilitas nuklir rahasia negara itu.
TEHERAN -- Iran kembali melanjutkan pengayaan uranium di fasilitas nuklir bawah tanahnya, Fordow, dengan target pengayaan 5 persen. Dikutip dari RT.com, kepala nuklir Iran Ali Akbar Salehi mengumumkan pada Selasa bahwa Iran akan mulai menyuntikkan gas uranium ke sentrifugal di fasilitas bawah tanah, dan mengatakan bahwa fasilitas itu memiliki kapasitas untuk memperkaya hingga 20 persen jika diperlukan.

Media pemerintah Iran melaporkan hari Rabu bahwa 2,800 kg silinder yang memuat 2.000 kg prekursor pengayaan uranium hexafluoride telah dipasang di Fordow. Di bawah kesepakatan 2015, Iran berkomitmen untuk mengurangi kemurnian uranium yang diperkaya menjadi 3 persen dan pengayaan dilarang di fasilitas Fordow.

"Setelah semua persiapan yang berhasil, injeksi gas uranium ke sentrifugal dimulai pada hari Kamis di Fordow, semua proses telah diawasi oleh inspektur pengawas nuklir AS," kata Badan Energi Atom Iran (AEOI) pada Kamis, seperti dikutip dari Reuters, 7 November 2019.

Perjanjian nuklir Iran 2015 melarang pengayaan dan bahan nuklir dari Fordow. Tetapi dengan bahan baku gas memasuki sentrifugalnya, fasilitas yang dibangun di dalam gunung, akan berpindah dari status yang diizinkan dari fasilitas penelitian menjadi situs nuklir aktif.

Di bawah pakta tersebut, Iran setuju untuk mengubah Fordow menjadi pusat nuklir, fisika dan teknologi, di mana 1.044 sentrifugal digunakan untuk tujuan selain pengayaan, seperti memproduksi isotop stabil, yang memiliki berbagai kegunaan sipil.

Iran secara bertahap mengurangi komitmennya terhadap perjanjian nuklir, di mana perjanjian tersebut mengekang program nuklirnya dengan imbalan penghapusan sebagian besar sanksi internasional, setelah Amerika Serikat mengingkari perjanjian tahun lalu.

"Prosesnya akan membutuhkan beberapa jam untuk stabil dan pada hari Sabtu, ketika inspektur Badan Energi Atom Internasional akan kembali mengunjungi situs tersebut, tingkat pengayaan uranium 4,5% akan tercapai," kata juru bicara AEOI Behrouz Kamalvandi kepada TV pemerintah.

"Semua sentrifugal yang dipasang di Fordow adalah tipe IR1. Gas uranium (UF6) disuntikkan ke empat rantai sentrifugal IR1 (696 sentrifugal). Dua rantai tersisa lainnya dari sentrifugal IR1 (348 sentrifugal) akan digunakan untuk memproduksi dan memperkaya isotop stabil di fasilitas tersebut," kata Kamalvandi.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus mengatakan Teheran tidak memiliki alasan yang dapat dipercaya untuk memperluas program pengayaan uraniumnya dan Washington akan melanjutkan kebijakan tekanan ekonomi terhadap Iran sampai ia mengubah perilakunya.


Iran Balas Pengkhianatan AS

Iran dan Rusia, pada Minggu 10 November 2019, meresmikan tahap konstruksi baru untuk reaktor kedua di satu-satunya pembangkit listrik tenaga nuklir Iran di Bushehr. Reaktor tersebut adalah satu dari dua yang secara resmi sedang dibangun sejak 2017 di lokasi Bushehr yang berjarak sekitar 750 km selatan Teheran.

Ali Akbar Salehi, kepala Organisasi Energi Atom Iran (AEOI), dan Wakil Kepala Badan Nnuklir Rusia (Rosatom), Alexander Lokshin, meluncurkan tahap baru pada upacara pembangunan awal di mana beton dituangkan ke pangkalan reaktor, demikian seperti dikutip dari the Japan Times, Senin (11/11/2019).

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara pada sebuah demonstrasi Tea Party melawan kesepakatan nuklir internasional dengan Iran di luar gedung Capitol A.S. Rabu 9 September 2015. (Foto: Andrew Caballero-Reynolds / AFP / Getty)
"Dalam visi jangka panjang hingga 2027-2028, ketika proyek-proyek ini selesai, kami akan memiliki 3.000 megawatt listrik yang dihasilkan oleh pembangkit nuklir," kata Salehi pada upacara tersebut.

Iran tengah berusaha untuk mengurangi ketergantungannya pada minyak dan gas melalui pengembangan fasilitas tenaga nuklir. Rusia membangun reaktor 1.000 megawatt yang ada di Bushehr yang mulai beroperasi pada September 2011 dan diperkirakan akan melakukan pembangunan sepertiga lanjutannya di masa depan, menurut AEOI. Sebagai bagian dari perjanjian 2015, Moskow menyediakan bahan bakar yang dibutuhkan Teheran untuk reaktor nuklir penghasil listriknya.

Kesepakatan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau 'Iran nuclear deal' 2015 yang ditandatangani oleh Iran dengan enam kekuatan utama dunia, termasuk Rusia, menempatkan pembatasan pada jenis reaktor nuklir yang dapat dikembangkan Teheran dan produksibahan bakar nuklirnya. Tetapi, perjanjian itu tidak mengharuskan Iran untuk menghentikan penggunaan energi nuklirnya untuk pembangkit listrik.

Menurut pakta itu, Iran dituntut untuk mengurangi stok uranium hingga 98 persen dan berhenti menjalankan program pengembangan senjata nuklir untuk tujuan militer. Kepatuhan Iran akan ditukar dengan pencabutan sanksi dari para negara penandatangan.

kelangsungan hidup kesepakatan JCPOA 2015 telah terancam sejak Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari perjanjian pada 8 Mei 2018, memberlakukan kembali sanksi ekonomi yang menekan Negeri Paramullah.

Menanggapi pengkhianatan dan penjatuhan sanksi yang kembali dilakukan oleh AS terhadap Iran, Teheran kembali mengaktifkan secara bertahap seluruh fasilitas nuklir rahasianya yang sebelumnya sempat ditutup demi menghormati pakta perjanjian nuklir tersebut sejak Mei 2019.


Menanggapi kebijakan tekanan maksimum Washington, Iran telah melewati batasan kesepakatan selangkah demi selangkah, termasuk melanggar batasan pada uranium yang diperkaya yang ditimbun dan pada tingkat pengayaan fisil.

Iran pada hari Senin mengatakan sedang mengembangkan sentrifugal canggih yang dapat memperkaya uranium lebih cepat. Langkah Iran ini akan semakin memperumit peluang menyelamatkan perjanjian.

Rintangan terbesar untuk membangun senjata nuklir adalah mendapatkan bahan fisil yang cukup, yakni uranium atau plutonium yang sangat diperkaya, untuk inti bom. Tujuan utama kesepakatan nuklir 2015 adalah untuk memperpanjang waktu yang diperlukan Iran untuk membangun senjata nuklir, dari 2 hingga 3 bulan menjadi satu tahun.

Kisruh seputar pakta itu selama setahun terakhir telah menjadi salah satu faktor penyulut eskalasi tensi hubungan antara Iran - AS dan Iran dengan negara Barat lainnya, serta menuai kekhawatiran akan konflik diplomatik hingga geo-politik.

Situs reaktor nuklir Iran di wilayah Fordow saat dilihat dari satelit militer Amerika Serikat. Situs nuklir ini memiliki sistem keamanan yang sangat kuat, sehingga hampir tidak mungkin untuk dihancurkan. (Foto: Istimewa)
Berbicara pada konferensi pers di akhir kunjungan ke Cina, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut langkah terbaru Iran sebagai kabar buruk, dan ia akan berbicara dengan Trump dan Iran dalam beberapa hari mendatang.

Sejarah Panjang Pengembangan Nuklir Iran

Pada awal 1957, AS meluncurkan program nuklir dengan Iran. Saat itu, Iran yang dipimpin oleh Shah, memang memiliki hubungan baik dengan AS. Iran pun mengembangkan program nuklirnya pada 1970-an atas dukungan AS.

AS mulai berhenti mendukung program nuklir Iran ketika Shah digulingkan pada Revolusi Islam tahun 1979. Setelah Revolusi Islam, Iran semakin mengembangkan tenaga nuklir yang mereka klaim untuk dijadikan sebagai tenaga pembangkit listrik.

Namun badan rahasia AS, CIA, menilai bahwa negara tersebut belum perlu mengganti tenaga listriknya dengan nuklir. Negara-negara Barat pun curiga pengembangan nuklir di Iran bertujuan untuk membuat bom atom.

Pada tahun 2003, Badan Energi Atom Internasional, IAEA, menyatakan bahwa mereka menemukan pabrik uranium berkadar tinggi di Natanz, Iran. Produksi uranium Iran sempat dihentikan, namun pada tahun 2006 Iran kembali memproduksi setelah mengadakan perjanjian dengan IAEA.


Pada akhir tahun 2006 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sanksi terhadap Iran karena tidak juga menghentikan program nuklirnya. Sanksi kemudian meluas menjadi larangan jual beli senjata, larangan berkunjung, larangan jual beli minyak dan larangan bertransaksi dengan bank di Iran selama tujuh tahun.

Sanksi tersebut melumpuhkan perekonomian Iran karena harga minyak turun dan mata uang Iran turun 80%. Tahun 2012 Iran bahkan mengalami inflasi. Tapi seakan tidak jera setelah diselidiki oleh AS, Iran malah menambah produksi uraniumnya menjadi 19 ribu sentrifugal yang awalnya hanya berjumlah 3.000 sentrifugal pada tahun 2007.

Pemerintah AS percaya bahwa sanksi yang diberikan cukup membuat Iran jera. Presiden Iran Hassan Rouhani juga dinilai lebih terbuka dari presiden sebelumnya sehingga lebih mudah diajak bernegoisasi.

Sebuah kelompok anti-nuklir di AS mengatakan bahwa jika Iran tidak dicegah, Iran dapat memproduksi bom nuklir dalam jangka waktu sebulan. Namun menurut Mark Hibbs, seorang ahli kebijakan nuklir di Carnegie Endowment for International Peace, jika Iran terus dicegah, Iran baru bisa memproduksi bom nuklir dalam jangka waktu satu hingga tiga tahun.

Negara barat menuntut agar Iran mengurangi 20% kadar uranium yang sedang diproduksi. Selain itu Iran juga harus mengurangi stok uranium, berhenti membangun fasilitas pengayaan uranium baru dan menghentikan reaktor di Arak, yang dapat menghasilkan plutonium bahan alternatif untuk bom nuklir.

Iran meminta negara Barat mengurangi sanksi dan memperbolehkan Iran memproduksi uranium berkadar rendah sesuai perjanjian Non-Proliferasi (pembatasan kepemilikan senjata nuklir) yang telah ditandatangani Iran pada 1 Juli 1968.

Iran Mampu Buat Senjata Nuklir dalam Hitungan Bulan 


Israel merupakan negara yang paling "getol" menentang pengembangan nuklir Iran. Musuh bebuyutan Teheran itu merasa terancam jika Iran berhasil membuat senjata nuklir di kawasan bergejolak tersebut.
Sejumlah situs reaktor nuklir Iran, yang disebar di sejumlah wilayah negara itu. (Gambar: Istimewa)

Ancaman Perang Terbuka RI vs Malaysia di Perbatasan Negara

TNI memperingatkan Malaysia agar tidak bermain-main dalam soal penyelesaian masalah perbatasan kedua negara. Ketidakseriusan Malaysia dalam menyelesaikan perselisihan perbatasan negara, dapat memicu terjadinya perang terbuka antara militer Indonesia melawan Malaysia.

AS Upgrade Pesawat Pembom B-52 "Big Ugly Fat Fellow" dengan Rudal Hipersonik

Militer Amerika Serikat menyatakan akan terus memperkuat pesawat pembom "gaek" B-52 Stratofortress dengan persenjataan super canggih. (Foto: Istimewa)
WASHINGTON DC -- Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) menginginkan armada pesawat pembom (bomber), termasuk B-52 Stratofortress, berevolusi untuk dipersenjatai dengan rudal hipersonik.

Asisten Sekretaris Angkatan Udara untuk Akuisisi, Teknologi dan Logistik Will Roper mengatakan kepada wartawan pada hari Selasa bahwa mengepak pesawat dengan senjata hipersonik bisa dilakukan, yang akan mengubah pesawat-pesawat pembom Amerika menjadi "pesawat arsenal".

Pesawat pembom AS yang membawa rudal jelajah bukanlah hal baru, tetapi peran utama pembom strategis seperti B-52 Stratofortress dan B-1B Lancer adalah apa yang selalu diharapkan dilakukan oleh pesawat pembom, yakni terbang di atas target dan menjatuhkan bom.

Namun, dengan pertahanan udara yang lebih canggih dari sebelumnya, ide evolusi itu muncul. "Bisakah kita berpikir lebih luas tentang bagaimana sebuah pesawat yang membawa banyak senjata dapat dilihat?," kata Roper, seperti dikutip dari Military.com, Kamis (14/11/2019).

"Sebagai contoh, bagaimana bomber kebuntuan ini bekerja di lingkungan yang diperebutkan dengan cara yang komplementer dengan B-21?," ujarnya.

Laporan media itu mencatat rentetan tes baru-baru ini dengan Skuadron Uji Penerbangan ke-419, Pangkalan Angkatan Udara Edwards, California, menunjukkan upaya tersebut.

Komandan Komando Serangan Global AS, Jenderal Tim Ray, pada bulan September mengatakan bahwa para pejabat sekarang membahas bagaimana menempatkan empat hingga potensial delapan senjata hipersonik besar dalam ruang bom pesawat-pesawat pembom. Roper menunjukkan preferensi untuk B-52 "Big Ugly Fat Fellow" sebagai pesawat arsenal masa depan.

Sejarah Panjang Pesawat pembom B-52 Stratofortress


Amerika Serikat hingga detik ini masih menjadikan pesawat pembom B-52 sebagai salah satu tulang punggung kekuatan militer mereka. Tercatat, pembom B-52 selalu diterjunkan menghadapi musuh-musuh terkuat AS di seluruh dunia.

Di Timur Tengah, Selama operasi Desert Storm, pembom B-52 mengirim 40 persen dari semua senjata yang dijatuhkan oleh pasukan koalisi. Ini sangat efektif ketika digunakan untuk pengawasan laut, dan dapat membantu Angkatan Laut AS dalam operasi anti-kapal dan pembersihan ranjau. Dua B-52, dalam dua jam, dapat memonitor permukaan laut seluas 364.000 kilometer persegi.

Pesawat Komando Udara Strategis B-52G Stratofortress bersiap untuk berangkat selama misi Operasi Badai Gurun. (Foto: Istimewa)
Saat ini, Pentagon mengirim empat pesawat pengebom B-52 Stratofortress ke Timur Tengah untuk merespon dugaan ancaman Iran di kawasan Teluk Persia. Di Afghanistan, pengebom B-52 menjadi senjata paling efektif bagi AS dalam menghancurkan basis-basis pertahanan pasukan Taliban. 

Tercatat dalam perang tersebut, pembom B-52 menjatuhkan peluru kendali presisi di pusat-pusat pertahanan Taliban, terbanyak sepanjang sejarah pesawat tua tersebut masuk dalam layanan militer AS.

AS juga menerjunkan Dua pesawat pengebom B-52 Stratofortress untuk menghadapi agresi militer China  di kawasan Laut China Selatan. Pesawat pengebom itu terbang dari Pangkalan Andersen di Guam.

Terbangnya B-52 terjadi setelah AS menuduh China menghalangi adanya upaya pengembangan energi di Laut China Selatan melalui "cara yang memaksa". Negara kawasan Asia Tenggara yang menjadi sekutu AS di kawasan Indo-Pacific, tidak bisa melakukan eksplorasi sumber daya energi terbarukan senilai 2,5 triliun dollar AS, atau Rp 35.695 triliun.

Saat terjadi agresi militer Rusia di semenanjung Krimea, Pentagon juga menjadikan pembom B-52 sebagai penggertak agar Rusia tidak memperluas ambisi teritorialnya di benua Eropa. Setidaknya enam pesawat pengebom B-52 berkemampuan nuklir milik Angkatan Udara AS itu telah dikirim ke Benua Eropa.

Terakhir Satuan tugas pesawat pengebom B-52 Stratofortress, kru operator, maupun peralatan pendukung dari Wing Pengebom Kedua tiba di Fairford Inggris dari Barksdale. AU menyatakan, beberapa unit pesawat itu sudah berpartisipasi dalam misi yang dilaksanakan di seluruh Eropa. Pembom B-52 benar-benar menjadi "mata dan telinga" AS untuk mengawasi sepak terjadi militer Moskow di kawasan benua biru tersebut.

Boeing B-52 Stratofortress merupakan sebuah pesawat pengebom strategis jarak jauh pengintai (reconnaissance aircraft) bermesin delapan yang digunakan oleh Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) sejak 1954, menggantikan Convair B-36 dan Boeing B-47.

Pesawat seberat 84 ribu kilogram tersebut pertama kali digunakan di era 1950-an saat Perang Dingin memasuki puncaknya. Semula, Stratofortress didesain sebagai pengebom nuklir jarak jauh antarbenua yang bisa terbang tinggi dan menyerang jantung Uni Soviet.

B-52 paling baru mulai digunakan pada 1962, dan pesawat sepanjang 48 meter itu pun kemudian menjadi ikon perang dingin. Pesawat ini banyak dimodifikasi sejak Perang Dingin berakhir dan diperbarui dengan peluru kendali presisi, peralatan elektronik dan sensor canggih.


Walaupun dibuat untuk peran era Perang Dingin, pencegahan perang nuklir, pemakaian konvensionalnya pada masa kini adalah semakin penting dalam operasi-operasi USAF, di mana jarak jangkaunya yang jauh, muatan senjata beratnya, dan biaya operasionalnya yang ekonomis (dibanding dengan armada kapal pengebom strategis USAF yang lain) sangat berguna.
Sebuah pesawat pengebom AS B-52H terbang melintasi Laut China selatan. (Foto: Defense World)
B-52 Stratofortress atau biasa disebut BUFF, merupakan pembom strategis super berat yang dirancang oleh Boeing pada 15 April 1952, dan digunakan oleh USAF. Pesawat ini diawaki oleh 5 orang kru yang terdiri dari pilot, copilot, weapon system officer, navigator, electronic warfare officer. Kecepatan terbang dari BUFF mencapai 1.047 km/perjam, dengan radius terbang 16.232 km, di ketinggian 15 km. Seluruh jenis bom yang dimiliki oleh Amerika sanggup diangkut oleh BUFF.

Menurut situs Angkatan Udara AS US Air Force, www.af.mil, yang dikutip 14 Mei 2019, B-52 adalah pesawat pengebom jarak jauh yang masuk dalam ketegori pengebom berat dan bisa melaksanakan berbagai jenis misi. B-52 mampu terbang dengan kecepatan subsonik dengan ketinggian 15.166 meter. Pesawat ini mampu membawa nuklir atau bom konvensional kendali presisi tinggi.

Semua B-52 dapat dilengkapi dengan dua sensor penglihatan elektro-optik, inframerah yang melihat ke depan dan teropong penargetan (pod) canggih untuk meningkatkan penargetan, penilaian pertempuran, dan keselamatan penerbangan, sehingga semakin meningkatkan kemampuan tempurnya.

Pilot mengenakan kacamata penglihatan malam, atau nightvision google (NVG), untuk meningkatkan penglihatan mereka selama operasi malam hari. Kacamata penglihatan malam memberikan keamanan yang lebih besar selama operasi malam hari dengan meningkatkan kemampuan pilot untuk membersihkan medan secara visual.

B-52 ditingkatkan dari Pod Penargetan Lanjutan Litening ke Pod Penargetan Lanjutan Sniper. Pod sniper memberikan peningkatan deteksi atau identifikasi target jarak jauh dan pengawasan yang stabil terus menerus untuk semua misi, termasuk dukungan udara dekat pasukan darat.

Penargetan canggih dan teknologi pemrosesan gambar pod secara signifikan meningkatkan keefektifan tempur B-52 pada siang hari, malam hari dan kondisi cuaca di bawah serangan sasaran darat dengan berbagai senjata penahan (yaitu, bom yang dipandu laser, konvensional bom dan senjata yang dipandu GPS).

Penggunaan pengisian bahan bakar udara memberi B-52 rentang yang hanya dibatasi oleh daya tahan kru. Pesawat pengebom B-52 memiliki jangkauan jelajah lebih dari 14.080 kilometer. Dalam konflik konvensional, B-52 dapat melakukan serangan strategis, dukungan jarak dekat, larangan udara, operasi serangan balik udara dan maritim.

Pesawat pengebom B-52 memang pesawat generasi tua. Namun sejak enam puluh tujuh tahun setelah Angkatan Udara AS menerima B-52 terakhir dari Boeing, Angkatan Udara AS menyesuaikan pembom berat dengan mesin baru. Menurut nationalinterest.org, Majalah Air Force dalam edisi Januari 2019 membahas tentang upaya pembaruan mesin.

Pesawat pembom B-52 saat melakukan operasi pengeboman di era perang dingin. (Foto: istimewa)
Selain mesin baru, 76 B-52 dalam Angkatan Udara juga dapat ditingkatkan avionik, peralatan defensif, sensor dan kursi ejeksi, ungkap wartawan War Zone Joe Trevithick. Bomber yang direkayasa ulang dan ditingkatkan dapat menerima sebutan baru B-52J.

Pada tahun 2018, Angkatan Udara mengumumkan akan menghentikan 62 pembom B-1B tahun 1980-an dan 20 pembom siluman B-2 selambat-lambatnya tahun 2040-an, sementara pesawat pengebom B-52 yang diperbarui akan terus beroperasi bersama 100 pembom siluman B-21.

Berikut spesifikasi pesawat pembom B-52 tersebut: 

Ciri-ciri umum :
    Kru: 5 Pilot, kopilot, navigator radar, navigator, dan Electronic Warfare Officer.
    Panjang: 159 ft 4 inci (48.5 m)
    Rentang sayap: 185 ft 0 in (56.4 m)
    Tinggi: 40 ft 8 in (12.4 m)
    Luas sayap: 4,000 ft² (370 m²)
    Airfoil: NACA 63A219.3 mod root, NACA 65A209.5 tip
    Berat kosong: 185,000 lb (83,250 kg)
    Berat isi: 265,000 lb (120,000 kg)
    Berat maksimum saat lepas landas: 488,000 lb (220,000 kg)
    Fuel capacity: 47,975 US gal (181,725 L))
    Mesin: 8 × Pratt & Whitney TF33-P-3/103 turbofans, 17,000 lbf (76 kN) masing-masing
    * Zero-lift drag coefficient: 0.0119 (estimated)
    Drag area: 47.60 ft² (4.42 m²)

    Aspect ratio: 8.56

Kinerja :
    Laju maksimum: 560 kt (650 mph, 1,000 km/h[6])
    Radius tempur: 4,480 mi (3,890 NM, 7,210 km)
    Jangkauan feri: 10,145 mi (8,764 nm, 16,232 km)
    Langit-langit batas: 50,000 ft[6] (15,000 m[6])
    Laju tanjak: 6,270 ft/min.[7] (31.85 m/s)
    Beban sayap: 30 lb/ft² (150 kg/m²)
    Dorongan/berat: 0.51
    Lift-to-drag ratio: 21.5 (estimated)

Persenjataan :
Senjata mesin: M61 Vulcan 1× 20 mm.
Munisi: sampai 60.000 lb (27,200 kg) bomb, peluru kendali, dan ranjau

Data dari Quest for Performance
*Dari berbagai sumber

Jet Tempur SU-57 Siap Perkuat Militer Rusia

Militer Rusia menyatakan akan memproduksi jet tempur siluman SU-57 secara besar-besaran untuk memperkuat postur pertahanan udara negara adidaya tersebut. (Foto: Vladimir Astapkovich/Sputnik)
MOSKOW -- Pesawat jet tempur siluman Su-57 pertama hasil produksi serial dinyatakan siap untuk memasuki layanan militer Rusia. Pesawat tempur generasi kelima itu sedang dikirim ke Angkatan Udara Rusia.

"Mengenai program pembuatan pesawat generasi kelima, kami dapat melihat bersama Anda bahwa pesawat Su-57 pertama yang diproduksi serial sebenarnya siap untuk dikirim ke pasukan. Itu akan dikirim ke Angkatan Udara sebelum akhir tahun ini," kata Wakil Menteri Pertahanan Alexei Krivoruchko kepada wartawan.

Pengumuman itu disampaikan setelah Krivoruchko mengunjungi Komsomolsk-on-Amur Aviation Enterprise, pabrikan yang sedang membangun jet tempur Rusia paling canggih, pada hari Jumat pekan lalu.

"Tahun depan, kami berharap mendapatkan pesawat seperti itu dan selanjutnya produksi mereka akan berlipat ganda," ujarnya, dikutip dari kantor berita TASS, Minggu (10/11/2019).

Menurutnya, di bawah kontrak saat ini, Angkatan Udara Rusia akan menerima 76 unit pesawat tempur generasi kelima Su-57 pada tahun 2028.

Su-57 adalah pesawat tempur multirole generasi kelima yang dirancang untuk menghancurkan semua jenis target udara, darat dan laut. Jet tempur Su-57 memiliki teknologi stealth (siluman) dengan penggunaan material komposit yang meluas, yang mampu mengembangkan kecepatan jelajah supersonik dan dilengkapi dengan peralatan radio-elektronik onboard yang paling canggih, termasuk komputer onboard yang kuat.

Selain itu, pesawat ini juga dilengkapi dengan sistem radar yang menyebar ke seluruh tubuh pesawat dan beberapa inovasi lainnya, khususnya, persenjataan yang ditempatkan di dalam badan pesawat.

Su-57 naik terbang ke udara untuk pertama kalinya pada tanggal 29 Januari 2010. Dibandingkan dengan pendahulunya, Su-57 menggabungkan fungsi pesawat serang dan jet tempur.

Persenjataan pesawat tersebut akan mencakup rudal hipersonik. Jet tempur generasi kelima telah berhasil diuji dalam kondisi tempur di Suriah.

Apa yang menjadikan Su-57 lebih baik daripada jet tempur generasi kelima Amerika dan Tiongkok, dan kapan jet ini akan mulai bertarung untuk NATO?

Bulan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin meninjau Su-57 bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di pameran udara MAKS-2019, di pinggiran kota Moskow. Keduanya bahkan membahas potensi pembelian pesawat-pesawat ini oleh Turki yang merupakan anggota NATO. Namun, kedua negara masih harus menyelesaikan semua rincian potensial dan belum menandatangani kontrak.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menginspeksi jet tempur siluman generasi kelima Rusia, Su-57, pada acara MAKS-2019 di Zhukovsky, Rusia. (Foto: Sputnik/Sergey Guneev)
Su-57 adalah jet tempur kedua dalam kelasnya (generasi kelima) yang telah sepenuhnya dibangun di dunia (Tiongkok masih berkutat mengerjakan Chengdu J-20).

Jet tempur ini dibuat untuk menyaingi pesawat terbaik Amerika F-22 Raptor dan F-35 Lightning II.

Sejarah Su-57

Jet tempur ini telah dikembangkan sejak awal abad ke-21. Sepuluh tahun kemudian (pada 2010), Su-57 mengangkasa untuk pertama kalinya.

Awalnya proyek ini dikritik secara luas, karena berbagai masalah yang tidak memungkinkannya memenuhi kriteria jet tempur generasi kelima. Salah satu masalah terbesar adalah mesinnya.

Selama bertahun-tahun, ia menggunakan "jantung" generasi sebelumnya, sehingga tidak menghadirkan kemampuan terbang dan pertempuran udara yang diperlukan selama pengujian. Namun pada akhir 2018, masalah ini diselesaikan dan Su-57 masuk ke tahap produksi serial.

Mesin garang Su-57

Su-57 menerima mesin jet generasi baru yang memungkinkannya berakselerasi dalam mode non-afterburner ke kecepatan supersonik dan mempertahankannya di keseluruhan penerbangan.

Kecepatannya melebihi 2.000 km/jam, selagi bermanuver dan melakukan aerobatik, sehingga mampu menghindari tembakan rudal dan senjata musuh dengan lebih baik.

Tidak terdeteksi radar

Salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan jet generasi kelima secara umum adalah untuk menyembunyikan mereka dari sistem pertahanan udara modern.

Untuk mencapai itu para insinyur harus menyembunyikan semua persenjataan (misil yang dipandu dan tak dipandu, serta bom) di dalam badan pesawat. Mereka juga harus menggunakan bahan komposit terbaru dan termahal dalam konstruksi badan pesawat.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saat melihat Su-57, jet tempur generasi ke-5 Rusia paling canggih yang ditampilkan dalam pertunjukan udara di 2019 MAKS Air Show, di Bandara Internasional Zhukovsky Moskow, Rusia.(Foto: Sputnik)